Paradigma Konstruktivisme Guba dan Yvonna S. Lincoln
Guba dan Yvonna S. Lincoln
A. Biografi Egon G. Guba dan Yvonna S. Lincoln
1. Egon G. Guba adalah Profesor Pendidikan di Indiana
University, Bloomington. Dia memegang gelar sarjana muda di bidang matematika
dan fisika dari Valparaiso University (1947), gelar master dalam statistik dan
pengukuran dari University of Kansas (1950), dan doktor dalam penyelidikan
kuantitatif dari University of Chicago (1952). Ia telah bertugas di fakultas
Valparaiso University, University of Chicago, University of Kansas City,
Universitas Negeri Ohio (di mana ia diarahkan Biro Pendidikan Penelitian dan
Pengabdian selama lima tahun), dan Indiana University (di mana ia Dekan
Associate Bidang Akademik Sekolah Pendidikan selama enam tahun). Lincoln dan
Guba telah berkolaborasi pada tiga buku: Evaluasi Efektif: Meningkatkan
Kegunaan Evaluasi Melalui Pendekatan Naturalistik (Jossey-Bass, 1981), Naturalistic
Inquiry dan Teori Organisasi yang
akan datang dan Kirim: Revolusi Paradigma (Sage), yang Lincoln adalah editor
dan kontributor utama dan Guba penulis bab. Kedua penulis juga bersama-sama dan
secara individual menulis banyak makalah lain yang berkaitan dengan
penyelidikan naturalistik sebagai paradigma muncul. Egon Guba dan Yvonna Lincoln menikmati
domestik maupun kemitraan profesional, berlatih pernikahan Komuter antara dasar
rumah mereka masing-masing di Bloomington, Indiana, dan Lawrence, Kansas.
2. Yvonne S. Wilson (lahir 22 Maret 1929) adalah
Demokrat politisi dari Missouri . Dia lahir di Kansas
City, Missouri .
Dia menerima gelar
Bachelor of Arts gelar dari Lincoln University di pendidikan dasar pada
tahun 1950, dan Master
of Arts gelar dalam sosiologi dari University of Missouri-Kansas City pada tahun 1971. Dia bertugas di distrik sekolah Kansas City selama 35
tahun sebagai guru, kepala sekolah , dan Direktur Pendidikan Dasar.
Dia pertama kali terpilih
pada Missouri
DPR dalam pemilihan khusus pada tahun 1999. Dia
bertugas di tubuh yang melalui 2002. Pada tahun 2004, ia pertama kali terpilih
ke Senat
Negara Bagian Missouri . Dia melayani di komite berikut:
- alokasi
- pendidikan
- Hukum Umum
- Kesehatan, kesehatan mental, Usia dan Keluarga
- Komite Bersama Pendidikan[1]
B. Paradigma Konstruktivisme
Paradigma adalah serangkaian keyakinan dasar yang yang membimbing
tindakan. Paradigma berurusan dengan prinsip-prinsip pertama, atau
prinsip-prinsip dasar. Paradigma adalah suatu konstruksi manusia.
Paradigma meliputi tiga “set belief
system” yaitu ontologi, epistimologi dan metodologi.
Paradigma merupakan payung berpikir atau way of thinking yang dipegang
seorang peneliti dalam dalam bidang sosial untuk menentukan bagaimana peneliti
mengkonsepkan sebuah realitas, bagaimana hubungan peneliti dengan objek yang
diteliti dan selanjutnya untuk menentukan metode penelitiannya. Paradigma
adalah serangkaian panduan yang membimbing bagaimana peneliti melihat realitas
(ontologis), melihat hubungan peneliti dengan objek penelitian (epistimologis)
dan bagaimana seharusnya penelitian itu harus dilakukan (metodologis).[2]
Egon G. Guba dan Yvonna S. Lincoln mengemukakan asumsi-asumsi empat
paradigma utama yang bersaing dalam ilmu pengetahuan. Empat paradigma tersebut
adalah paradigma positivisme, post-positivisme, teori kritis, dan
konstruktivisme.[3]
Di antara empat paradigma tersebut penulis terfokus membahas paradigma
konstruktivisme.
Saat menjelang akhir abad ke-20 filsafat
"sosial-konstruktivisme" atau konstruktivisme sosial menjadi paradigma
penting dalam dunia akademi. Dalam bentuk
radikal, konstruktivisme berpendapat bahwa semua aktivitas manusia
adalah praktik sosial kontingen yang maknanya dikonstruksi dalam pasang surut
interaksi sosial.[4]
Paradigma konstruktivisme hampir
merupakan antitesis terhadap paham yang menempatkan pentingnya pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atas ilmu pengetahuan. Secara
tegas paham ini menyatakan bahwa
positivisme dan post-positivisme keliru dalam mengungkap realitas dunia, dan harus ditinggalkan dan
digantikan oleh paham yang bersifat
konstruktif.[5]
C. Asumsi(Ontologis, Epsitimologis dan Metodologis) Paradigma
Konstruktivisme
Secara ontologis, paradigma konstruktivisme menyatakan bahwa realitas
besifat sosial dan karena itu akan menumbuhkan bangunan teori atas realitas
majemuk dari masyarakatnya.[6] Oleh sebab itu, tidak ada suatu realitas yang
dapat dijelaskan secara tuntas oleh
suatu ilmu pengetahuan.paham ini menganut prinsip relativitas dalam memandang
suatu fenomena alam atau sosial sebagai satu kesatuan.[7] Realitas
ada sebagai seperangkat bangunan yang
menyeluruh dan bermakna yang bersifat konfliktual dan dialektis. Jika tujuan penemuan ilmu dalam positivisme
adalah untuk membuat generalisasi terhadap fenomena alam lainnya, maka konstruktivisme lebih cenderung menciptakan ilmu
yang diekspresikan dalam bentuk pola
teori, jaringan atau hubungan timbal balik sebagai hipotesis kerja, bersifat sementara, lokal dan spesifik. Dengan
pernyataan lain, bahwa realitas itu merupakan konstruksi mental, berdasarkan
pengalaman sosial, bersifat lokal dan spesifik dan tergantung pada orang yang
melakukannya. Karena itu suatu realitas yang diamati seseorang tidak bisa
digeneralisasikan kepada semua orang seperti yang biasa dilakukan
kalangan positivis atau postpositivis.[8]
Atas dasar Filosofis
ini, aliran ini menyatakan bahwa hubungan epistimologis antara pengamat dan
objek merupakan satu kesatuan, subjektif dan merupakan hasil perpaduan
interaksi di antara keduanya.[9]
Bagi kaum konstruktivisme, manusia adalah dasein, makhluk yang berada di dunia,
makhluk yang terkait dan menyatu dengan lingkungannnya. Karena itu, kesadaran
pun dianggap tidak bebas dari pengaruh lingkungan sosial budaya.[10]
Sementara secara metodologis, paham ini secara jelas menyatakan
bahwa penelitian harus dilakukan di
luar laboratorium, yaitu di alam bebas secara sewajarnya (natural) untuk
menangkap fenomena alam apa adanya dan secara menyeluruh tanpa campur tangan dan manipulasi pengamat atau pihak
penelitian. Dengan setting natural ini, maka metode yang paling banyak digunakan adalah metode kualitatif
daripada metode kuantitatif.[11]
Suatu
teori muncul berdasarkan data yang ada, bukan dibuat sebelumnya, dalam
bentuk hipotesis bagaimana dalam penelitian kuantitatif. Untuk itu pengumpulan data dilakukan dengan metode hermeneutik
dan dialektik yang difokuskan pada konstruksi, rekonstruksi
dan elaborasi suatu proses sosial. Metode pertama dilakukan melalui
identifikasi kebenaran atau konstruksi pendapat dari
orang-perorang, sedangkan metode
kedua mencoba untuk membandingkan dan menyilangkan pendapat dari orang-perorang yang
diperoleh melalui metode pertama
untuk memperoleh suatu konsensus kebenaran yang disepakati bersama.
Dengan demikian, hasil akhir dari suatu kebenaran merupakan perpaduan pendapat yang bersifat reflektif, subjektif dan
spesifik mengenai hal-hal tertentu.
Dengan ditemukannya
paradigma konstruktivisme ini, dapat memberikan alternatif paradigma dalam mencari kebenaran tentang realitas sosial,
sekaligus menandai terjadinya pergeseran model rasionalitas untuk
mencari dan menentukan aturan-aturan ke model rasionalitas praktis yang
menekankan peranan contoh dan interpretasi
mental. Konstruktivisme dapat melihat warna dan corak yang berbeda dalam
berbagai disiplin ilmu, khususnya disiplin ilmu-ilmu sosial, yang memerlukan intensitas interaksi
antara penelitian dan objek yang dicermati, sehingga akan berpengaruh
pada nilai-nilai yang dianut, etika, akumulasi
pengetahuan, model pengetahuan dan diskusi ilmiah.[12]
D. Simpulan
Secara ontologis,
paradigma konstruktivisme menyatakan bahwa realitas besifat sosial dan karena
itu akan menumbuhkan bangunan teori atas realitas majemuk dari masyarakatnya. Aliran ini menyatakan bahwa
hubungan epistimologis antara pengamat dan objek merupakan satu kesatuan,
subjektif dan merupakan hasil perpaduan interaksi di antara keduanya. Sementara secara metodologis, paham ini secara jelas menyatakan bahwa penelitian harus
dilakukan di luar laboratorium,
yaitu di alam bebas secara sewajarnya (natural) Suatu teori muncul berdasarkan data yang ada,
bukan dibuat sebelumnya, dalam bentuk hipotesis bagaimana dalam
penelitian kuantitatif. Untuk itu pengumpulan
data dilakukan dengan metode hermeneutik dan dialektik yang difokuskan
pada konstruksi, rekonstruksi dan elaborasi suatu proses sosial
Daftar Pustaka
Abd. Malik dan Aris Dwi Nugroho, Paradigma
Penelitian Sosiologi, Sosiologi Reflektif edisi : volome 8, No. 1, Oktober
2013, http// journal.uin-suka.ac.id.
Agus Salim, Teori &Paradigma
Penelitian Sosial, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006
Akhyar Lubis, Filsafat Ilmu Klasik
Hingga Kontemporer, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014
Dewi Nurul Musjtari, 2013, Penyelesaian
Sengketa Perbankan Syariah Dalam Perspektif Hukum Progresif, Fakultas Hukum
UMY Jalan Lingkar Selatan, Jurnal Hukum, edisi : vol. 20 No.2 Desember 2013.
http// journal.umy.ac.id/index.php/jmh/article.
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu Kajian
atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan,
Yogyakarta: Belukar, 2004
[2]Dewi
Nurul Musjtari, 2013, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Dalam
Perspektif Hukum Progresif, Fakultas Hukum UMY Jalan Lingkar Selatan,
Jurnal Hukum, edisi : vol. 20 No.2 Desember 2013. http// journal.umy.ac.id/index.php/jmh/article. Diakses tanggal 4 Mei 2016.
[3]
Akhyar Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2014), h. 172
[4]Akhyar
Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, h. 176
[5]
Agus Salim, Teori &Paradigma Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2006), h. 71
[6]
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan
Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Belukar, 2004), h. 35
[7]
Abd. Malik dan Aris Dwi Nugroho, Paradigma Penelitian Sosiologi,
Sosiologi Reflektif edisi : volome 8, No. 1, Oktober 2013, http// journal.uin-suka.ac.id.
Di askses pada tanggal 5 Mei 2016
[8]
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan
Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, h. 35
[9]
Agus Salim, Teori &Paradigma Penelitian Sosial, h. 71
[10]
Akhyar Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, h. 176
[11]
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan
Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, h. 35
[12]
Ibid., h. 35-36
Komentar
Posting Komentar