Makalah Pengadaian Syariah
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di
Indonesia, tidak terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk
berbasis syariah yang disebut dengan pegadaian syariah. Pada dasarnya,
produk-produk berbasis syariah memiliki karakteristik seperti, tidak memungut
bunga dalam berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar
bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk
memperoleh imbalan atas jasa dan atau bagi hasil. Pegadaian syariah atau
dikenal dengan istilah rahn, dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee
Based Income (FBI) atau Mudharobah (bagi hasil). Karena nasabah dalam
mempergunakan marhumbih (UP) mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya untuk
konsumsi, membayar uang sekolah atau tambahan modal kerja, penggunaan metode
Mudharobah belum tepat pemakaiannya. Oleh karenanya, pegadaian menggunakan
metode Fee Based Income (FBI).
Sebagai penerima gadai atau disebut Mutahim, penggadaian
akan mendapatkan Surat Bukti Rahn (gadai) berikut dengan akad pinjam-meminjam
yang disebut Akad Gadai Syariah dan Akad Sewa Tempat (Ijarah). Dalam akad gadai
syariah disebutkan bila jangka waktu akad tidak diperpanjang maka penggadai
menyetujui agunan (marhun) miliknya dijual oleh murtahin guna melunasi
pinjaman. Sedangkan Akad Sewa Tempat (ijarah) merupakan kesepakatan antara
penggadai dengan penerima gadai untuk menyewa tempat untuk penyimpanan dan
penerima gadai akan mengenakan jasa simpan.
Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990
dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu
dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk
mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000
yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang.
Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal
16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah
meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis
anggapan itu. Berkat Rahmat Allah SWT dan setelah melalui kajian panjang,
akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah
sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha
syariah.
Konsep operasi Pegadaian syariah
mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan
efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian
Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/
Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan
Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang
secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional.
Pegadaian Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit
Layanan Gadai Syariah ( ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003.
Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan
Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama
pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian
Syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
- Definisi Pengadaian Syariah
Gadai syariah (rahn) adalah
menahan salah satu harta milik nasabah atau rahin sebagai barang jaminan atau
marhun atas hutang/pinjaman atau marhun bih yang diterimanya. Marhun tersebut
memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan atau penerima
gadai atau murtahin memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh
atau sebagian piutangnya[1]. Menurut A.A. Basyir, rahn
adalah perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang, atau
menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara' sebagai tanggungan
marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan utang itu seluruh atau sebagian
utang dapat diterima[2] Menurut Imam Abu Zakariya
Al Anshari, rahn adalah menjadikan benda yang bersifat harta untuk kepercayaan
dari suatu marhun bih yang dapat dibayarkan dari (harga) benda marhun itu
apabila marhun bih tidak dibayar[3] Sedangkan Imam Taqiyyuddin
Abu Bakar Al Husaini mendefinisikan rahn sebagai akad/perjanjian utang-piutang
dengan menjadikan marhun sebagai kepercayaan/penguat marhun bih dan murtahin
berhak menjual/melelang barang yang digadaikan itu pada saat ia menuntut haknya.
Barang yang dapat dijadikan jaminan utang Berdasarkan definisi di atas,
disimpulkan bahwa rahn itu merupakan suatu akad utang piutarig dengan
menjadikan barang yang memiliki nilai harta menurut pandangan syara' sebagai
jaminan marhun bih, sehingga rahin boleh mengambil marhun bih.
Pinjaman dengan menggadaikan
marhun sebagai jaminan marhun bih dalam bentuk rahn itu dibolehkan, dengan
ketentuan bahwa murtahin, dalam hal ini Pegadaian syariah, mempunyai hak
menahan marhun sampai semua marhun bih dilunasi. Marhun dan manfaatnya tetap
menjadi milik rahin, yang pada prinsipnya tidak boleh dimanfaatkan murtahin,
kecuali dengan seizin rahin, tanpa mengurangi nilainya, serta sekedar sebagai
pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya. Biaya pemeliharaan dan perawatan
marhun adalah kewajiban rahin, yang tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah
marhun bih. Apabila marhun bih telah jatuh tempo, maka murtahin memperingatkan
rahin untuk segera melunasi marhun bih, jika tidak dapat melunasi marhun bih,
maka marhun dijual paksa melalui lelang sesuai syariah dan hasilnya digunakan
untuk melunasi marhun bih, biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun yang belum
dibayar, serta biaya pelelangan. Kelebihan hasil pelelangan menjadi milik rahin
dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.[4]
B. Dalil – Dalil Seputar Gadai Syariah
Pada dasarnya gadai menurut
Islam, hukumnya adalah boleh. Seperti yang tercantum baik dalam Al Qur' an, Al
Sunnah maupun Ijma'. Pertama, dalil kebolehan gadai, seperti yang
tercantum dalam Surat Al Qur'an Surat Al-Baqarah, ayat 282 dan 283 yang
berbunyi sebagai berikut :
"Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di
antaramu. Jika tak ada dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan
dua orang perempuanjadi saksi yang kamu ridhoi, supaya jika seorang lupa, maka
seorang lagi mengingatkannya".
"Jika kamu dalam
perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai), sedang kamu tidak memperoleh
seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (utang) dan hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah Swt."
Kedua, dalil-dalil yang berasal dari hadist Nabi Saw. sebagai berikut:
"Nabi Saw pernah
menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi untuk ditukar dengan gandum. Lalu
orang Yahudi itu berkata: 'Sungguh Muhammad ingin membawa lari hartaku',
Rasulullah Saw. kemudian menjawab: Bohong! Sesungguhnya Aku orang yangjujur di
atas bumi ini dan di langit. Jika kamu berikan amanat kepadaku, pastiAku
tunaikan. Pergilah kalian dengan baju besiku menemuinya"[5]
Ketiga, Ijma ulama. Berdasarkan
Al Qur'an dan Al Hadist diatas, menunjukkan bahwa transaksi gadai pada dasarnya
dibolehkan dalam Islam, bahkan Nabi Saw. pernah melakukannya. Demikian juga
jumhur ulama telah sepakat akan kebolehan gadai itu. Namun demikian, perlu
dilakukan pengkajian lebih mendalam dengan melakukan ijtihad.
C. Hakikat dan Fungsi Gadai Syariah
Dalam al-Qur'an surat
al-Baqarah ayat 283 dijelaskan bahwa gadai pada hakikatnya merupakan salah satu
bentuk dari konsep muamalah, dimana sikap menolong dan sikap amanah sangat
ditonjolkan. Begitu juga dalam hadist Rasulullah Saw. dari Ummul Mu'minin
'Aisyah ra. yang diriwayatkan Abu Hurairah, di sana nampak sikap menolong
antara Rasulullah Saw. dengan orang Yahudi saat Rasulullah Saw menggadaikan
baju besinya kepada orang Yahudi tersebut.
Maka pada dasarnya, hakikat
dan fungsi Pegadaian dalam Islam adalah semata-mata untuk memberikan
pertolongan kepada orang yang membutuhkan dengan bentuk marhun sebagai jaminan,
dan bukan untuk kepentingan komersiil dengan mengambil keuntungan yang
sebesar-besarnya tanpa menghiraukan kemampuan orang lain.
Produk rahn disediakan untuk
membantu nasabah dalam pembiayaan kegiatan multiguna. Rahn sebagai produk
pinjaman, berarti Pegadaian syariah hanya memperoleh imbalan atas biaya
administrasi, penyimpanan, pemeliharaan, dan asuransi marhun, maka produk rahn
ini biasanya hanya digunakan bagi keperluan fungsi sosial-konsumtif, seperti
kebutuhan hidup, pendidikan dan kesehatan. Sedangkan rahn sebagai produk
pembiayaan, berarti Pegadaian syariah memperoleh bagi hasil dari usaha rahin
yang dibiayainya.
D. Syarat dan Sah dan Rukun Gadai Syariah
Sebelum dilakuan rahn, terlebih dahulu
dilakukan akad. Akad menurut Mustafa az-Zarqa[6] adalah ikatan secara hukum
yang dilakukan oleh 2 pihak atau beberapa pihak yang berkeinginan untuk
mengikatkan diri. Kehendak pihak yang mengikatkan diri itu sifatnya tersembunyi
dalam hati. Karena itu, untuk menyatakan keinginan masing-masing diungkapkan
dalam suatu akad.
Ulama fiqh berbeda pendapat dalam
menetapkan rukun rahn. Menurut jumhur ulama, rukun rahn itu ada 4 (empat),
yaitu:
(1)
Shigat (lafadz ijab dan qabul);
(2)
Orang yang berakad {rahin dan murtahin);
(3)
Harta yang dijadikan marhun; dan
(4)
Utang (marhum bih).
Ulama Hanafiyah berpendapat,
rukun rahn itu hanya ijab (pernyataan menyerahkan barang sebagai jaminan
pemilik barang) dan qabul (pernyataan kesediaan memberi utang dan menerima
barang jaminan itu). Menurut Ulama Hanafiyah, agar lebih sempurna dan
mengikat akad rahn, maka diperlukan qabdh (penguasaan
barang) oleh pemberi utang. Adapun rahin, murtahin, marhun, dan marhun bih itu
termasuk syarat-syarat rahn, bukan rukunnya[7]
Sedangkan syarat rahn, ulama fiqh
mengemukakannya sesuai dengan rukun rahn itu sendiri, yaitu:
(1)
Syarat yang terkait dengan orang yang berakad, adalah cakap bertindak
hukum (baligh dan berakal). Ulama Hanafiyah hanya mensyaratkan cukup berakal
saja. Karenanya, anak kecil yang mumayyiz (dapat membedakan antara yang baik
baik dan buruk) boleh melakukan akad rahn, dengan syarat mendapatkan
persetujuan dari walinya. Menurut Hendi Suhendi, syarat bagi yang berakad
adalah ahli tasharuf, artinya mampu membelanjakan harta dan dalam hal ini
memahami persoalan yang berkaitan dengan rahn.[8]
(2)
Syarat sight (lafadz). Ulama Hanafiyah mengatakan dalam akad itu tidak
boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau dengan masa yang akan datang,
karena akad rahn itu sama dengan akad jual-beli. Apabila akad itu dibarengi
dengan, maka syaratnya batal, sedangkan akadnya sah. Misalnya, rahin
mensyaratkan apabila tenggang waktu marhun bih telah habis dan marhun bih belum
terbayar, maka rahn itu diperpanjang 1 bulan, mensyaratkan marhun itu boleh
murtahin manfaatkan. Ulama Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah mengatakan
apabila syarat itu adalah syarat yang mendukung kelancaran akad itu, maka
syarat itu dibolehkan, namun apabila syarat itu bertentangan dengan tabiat akad
rahn, maka syaratnya batal. Kedua syarat dalam contoh tersebut, termasuk syarat
yang tidak sesuai dengan tabiat rahn, karenanya syarat itu dinyatakan batal.
Syarat yang dibolehkan itu, misalnya, untuk sahnya rahn itu, pihak murtahin
minta agar akad itu disaksikan oleh 2 orang saksi, sedangkan syarat yang batal,
misalnya, disyaratkan bahwa marhun itu tidak boleh dijual ketika rahn itu jatuh
tempo, dan rahin tidak mampu membayarnya.
(3)
Syaratmarhun bih, adalah:
(a)
Merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin;
(b)
Marhun bih itu boleh dilunasi dengan marhun itu;
(c)
Marhun bih itu jelas/tetap dan tertentu.
(4) Syarat marhun, menurut pakar fiqh,
adalah:
(a)
Marhun itu boleh dijual dan nilainya seimbang dengan marhun bih;
(b)
Marhun itu bernilai harta dan boleh dimanfaatkan (halal);
(c)
Marhun itujelas dan tertentu;
(d)
Marhun itu milik sah rahin;
(e)
Marhun itu tidak terkait dengan hak orang lain;
(f)
Marhun itu merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa
tempat; dan
(g)
Marhun itu boleh diserahkan, baik materinya maupun manfaatnya.
E. Hak dan Kewajiban Para Pihak Gadai Syariah
Menurut Abdul Aziz Dahlan,[9] bahwa pihak rahin dan
murtahin, mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Sedangkan hak dan
kewajibannya adalah sebagai berikut:
(1) Hak dan Kewajiban Murtahin
(a) Hak Pemegang Gadai
(a.1) Pemegang gadai berhak menjual
marhun, apabila rahin pada saat jatuh
tempo tidak dapat memenuhi kewajibannya
sebagai orang yang berhutang. Sedangkan hasil
penjualan marhun tersebut diambil sebagian untuk melunasi marhunbih dan sisanya dikembalikan kepada rahin;
(a.2) Pemegang gadai berhak mendapatkan
penggantian biaya yang telah
dikeluarkan untuk menjaga keselamatan marhun;
(a.3) Selama marhun bih belum dilunasi,
maka murtahin berhak untuk menahan
marhun yang diserahkan oleh pemberi gadai (hak
retentie).
(b) Kewajiban Pemegang Gadai
(b.1) Pemegang gadai berkewajiban bertanggung
jawab atas hilangnya atau merosotnya
harga marhun, apabila hal itu atas
kelalainnya;
(b.2) Pemegang gadai tidak dibolehkan
menggunakan marhun
untuk kepentingan sendiri; dan
(b.3) Pemegang gadai berkewajiban untuk
memberi tahu kepada rahin sebelum
diadakan pelelangan marhun.
(2) Hak dan Kewajiban Pemberi Gadai
Syariah
(a) Hak Pemberi Gadai
(a.l) Pemberi gadai berhak untuk
mendapatkan kembali marhun,
setelah pemberi gadai melunasi marhun bih;
(a.2) Pemberi gadai berhak menuntut
ganti kerugian dari kerusakan dan
hilangnya marhun, apabila hal itu disebabkan
oleh kelalaian murtahin;
(a.3) Pemberi gadai berhak untuk
mendapatkan sisa dari penjualan
marhun setelah dikurangi biaya pelunasan marhun
bih, dan biaya lainnya;
(a.4) Pemberi gadai berhak meminta
kembali marhun apabila murtahin
telah jelas menyalahgunakan marhun.
(b) Kewajiban Pemberi Gadai
(b.1) Pemberi gadai berkewajiban untuk
melunasi marhun bih yang telah diterimannya dari murtahin dalam tenggang waktu
yang telah ditentukan, termasuk biaya lain yang telah ditentukan murtahin;
(b.2) Pemberi gadai berkewajiban
merelakan penjualan atas marhun miliknya, apabila dalam jangka waktu yang telah
ditentukan rahin tidak dapat melunasi marhun bih kepada murtahin.
F. Persamaan dan Perbedaan
Antara Gadai Dengan Rahn
Dalam masyarakat di
Indonesia, sering terjadi adanya transaksi dengan menggunakan hukum adat,
seperti gadai tanah yang tidak ditemukan pembahasannya secara khusus dalam
fiqh. Di mana satu sisi, gadai tanah itu mirip dengan jual beli atau jual
gadai, sedangkan di sisi lain mirip dengan rahn. Kemiripannya dengan jual beli
karena berpindahnya hak menguasai harta yang digadaikan itu sepenuhnya kepada
pemegang gadai, termasuk memanfaatkan dan mengambil keuntungan dari benda
tersebut, meskipun dalam waktu yang ditentukan. Sedangkan kemiripannya dengan
rahn, dikarenakan adanya hak menebus atau mengambil kembali bagi penggadai atas
harta yang digadaikan itu. Secara rinci persamaan dan perbedaannya diuraikan
sebagai berikut:
Persamaan antara gadai dengan rahn
adalah sebagai berikut:
(1)
Hak gadai berlaku atas pinjaman uang;
(2)
Adanya agunan (barangjaminan) sebagaijaminan utang;
(3)
Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan;
(4)
Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh pemberi gadai;
(5)
Apabila batas waktu pinjaman uang telah habis, barang yang digadaikan
boleh dijual atau dilelang.
Sedangkan perbedaan antara gadai dengan
rahn adalah sebagai berikut:
(1) Rahn dalam hukum Islam dilakukan
secara sukarela atas dasar tolong-menolong tanpa mencari keuntungan, sedangkan
gadai menurut hukum perdata, disamping berprinsip tolong-menolong juga menarik
keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal yang ditetapkan;
(2) Dalam hukum perdata, hak gadai hanya
berlaku pada benda yang bergerak, sedangkan dalam hukum Islam, rahn berlaku
pada seluruh harta, baik harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak;
(3)
Dalam rahn, menurut hukum Islam tidak ada istilah bunga uang;
(4) Gadai menurut hukum perdata,
dilaksanakan melalui suatu lembaga, yang di Indonesia disebut Perum Pegadaian,
sedangkan rahn menurut hukum Islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu
lembaga.[10]
G. Kelebihan dan Kekurangan Gadai
Syariah
Dengan analisa SWOT, maka
dapat diidentifikasi berbagai faktor yang secara sistematis untuk merumuskan
strategi perusahaan (lembaga gadai syariah). Analisis ini didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang
(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknes)
dan ancaman (Threath). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan
dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan (lembaga
gadai syariah). Dengan demikian, strategic plannerhams menganalisis
faktor-faktor strategis perusahaan (SWOT) dalam kondisi yang ada saat ini.[11]
Berdasarkan analisa SWOT, dapat dilihat
kelebihan maupun kekurangan gadai syariah apabila dibandingkan pegadaian
konvensional. Hasil analisa SWOT tersebut adalah sebagai berikut: (1) Kekuatan
(Strength) gadai syariah, bersumber dari:
Berdasarkan analisa SWOT,
dapat dilihat kelebihan maupun kekurangan gadai syariah apabila dibandingkan
pegadaian konvensional. Hasil analisa SWOT tersebut adalah sebagai berikut: (1)
Kekuatan (Strength) gadai syariah, bersumber dari:
(a)
Dukungan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk
Indonesia;
(b)
Dukunganlembagakeuanganlslamdiseluruhdunia;
(c)
Pemberian pinjaman lunak qardhul hasan dan pinjaman/ pembiayaan
mudharabah dan ba 'i al-muqayadah dengan sistem bagi hasil pada gadai syariah
sangat sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
(2) Kelemahan {Weakness) gadai syariah,
adalah:
(a) Berprasangka baik kepada semua
nasabahnya dan berasumsi bahwa semua orang yang terlibat dalam perjanjian bagi
hasil adalah jujur, yang hal akan menjadi bumerang bagi lembaga gadai syariah;
(b) Memerlukan metode penghitungan yang
rumit, apabila digunakan bagi hasil terutama dalam menghitung biaya yang
dibolehkan dan pembagian laba untuk nasabah-nasabah kecil, sedangkan juklak dan
juknis masih belum sempurna;
(c) Karena menggunakan konsep bagi
hasil, pegadaian syariah lebih banyak memerlukan tenaga-tenaga profesional yang
handal, bukan hanya mengerti operasional gadai syariah, namun juga mengerti
tentang 'aturan' Islamnya itu sendiri, yang hal ini masih minim dimiliki oleh
Pegadaian Syariah;
(d)
Keterbatasan murtahin yang dapat dijadikanjaminan;
(e) Memerlukan adanya seperangkat
peraturan dalam pelaksanaannya untuk pembinaan dan pengawasannya.
(3)
Peluang (Opportunity) gadai syariah, adalah:
(a) Munculnyaberbagailembagabisnissyariah(lembagakeuangan
syariah);
(b)
Adanya peluang ekonomi bagi berkembangnya pegadaian
syariah.
(4)
Ancaman (Threath) gadai syariah, adalah:
(a)
Dianggap adanya fanatisme agama;
(b)
Susahnya untuk menghilangkan mekanisme 'bunga' yang sudah
mengakar dan menguntungkan bagi sebagian kecil
golongan umat Islam.[12]
H. Perlakuan Bunga dan Riba Dalam Gadai Syariah
Gadai pada prinsipnya
merupakan kegiatan utang piutang yang murni berfungsi sosial. Namun, hal ini
berlaku pada masa Rasulullah Saw. masih hidup. Rahn pada saat itu belum berupa
sebuah lembaga keuangan formal seperti sekarang ini, sehingga aktivitas gadai
hanya berlaku bagi perorangan. Jadi pada saat itu masih mungkin jika aktivitas
tersebut hanya berfungsi sosial dan rahin tidak berkewajiban memberikan
tambahan apapun dalam pelunasan utangnya.
Kondisi saat ini, gadai
sudah menjadi lembaga keuangan formal yang telah diakui oleh pemerintah.
Mengenai fungsi dari Pengadaian tersebut tentu sudah bersifat komersiil. Artinya
Pegadaian harus memperoleh pendapatan guna menggantikan biaya-biaya yang telah
dikeluarkan, sehingga Pegadaian mewajibkan menambahkan sejumlah uang tertentu
kepada nasabah sebagai imbalan jasa. Minimal biaya itu dapat menutupi biaya
operasional gadai. Gadai yang ada saat ini, dalam praktiknya menunjukkan adanya
beberapa hal yang dipandang memberatkan dan mengarahkan kepada suatu persoalan
riba\ yang dilarang oleh syara'[13]
Menurut Muhammad Akram Khan,
bahwa pinjaman itu sebagai bagian dari faktor produksi dan memiliki potensi
untuk berkembang dan menciptakan nilai, sertajuga menciptakan adanya kerugian.
Oleh karena itu, apabila menuntut adanya pengembalian yang pasti sebagai
balasan uang (sebagai modal), maka yang demikian itu dapat dianggap bunga dan itu
sama dengan riba
Mengenai riba' itu, para ulama telah
berbeda pendapat. Walaupun demikian, Afzalurrahman dalam Muhammad dan Solikhul
Hadi, memberikan pedoman bahwa yang dikatakan riba' (bunga), di dalamnya
terdapat 3 unsur berikut:
(1)
Kelebihan dari pokok pinjaman;
(2)
Kelebihan pembayaran itu sebagai imbalan tempo pembayaran; dan
(3)
Sejumlah tambahan itu disyaratkan dalam transaksi
Sedangkan berdasarkan hasil
kesimpulan penelitian Muhammad Yusuf,
tentang Pegadaian Konvensional dalam Perspektif Hukum Islam dan Viyolina,
dengan tentang Sistem Bunga dalam Gadai Ditinjaudari Hukum Islam, memberikan
kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, Islam membenarkan adanya praktik gadai yang dilakukan dengan
cara-cara dan tujuan yang tidak merugikan orang lain. Gadai dibolehkan dengan
syarat rukun yang bebas dari unsur yang dilarang
dan merusak perjanjian gadai. Praktik
yang terjadi di gadai konvensional, pada dasarnya masih terdapat beberapa hal
yang dipandang merusak dan menyalahi norma dan etika bisnis Islam, di antaranya
adalah masih terdapatnya unsur riba', yaitu yang berupa sewa modal yang
disamakan dengan bunga;
Kedua, gadai yang berlaku saat ini masih terdapat satu di antara banyak
unsur yang dilarang syara', yaitu dalam upaya meraih keuntungan, gadai tersebut
memungut sewa modal atau bunga;
Ketiga, unsur riba'' yang terdapat dalam aktivitas gadai saat ini sudah
pada tingkat yang nyata, yaitu pada transaksi penetapan dan penarikan bunga
dalam gadai yang sudah jelas tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Al-Hadist;
Keempat, penetapan bunga gadai yang pada awalnya sebagai fasilitas untuk
memudahkan dalam menentukan besar kecilnya pinjaman, telah menjadi kegiatan
spekulatif dari kaum kapitalis dalam mengekploitasikan keuntungan yang besar,
yang memberikan kemadharatan, sehingga penetapan bunga gadai adalah tidak sah
dan haram.[14]
Sedangkan dalam gadai
syariah tidak menganut sistem bunga, namun lebih menggunakan biaya jasa,
sebagai penerimaan dan labanya, yang dengan pengenaan biaya jasa itu paling
tidak dapat menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan dalam operasionalnya. Oleh
karena itu, untuk menghindari adanya unsur riba' (bunga) dalam gadai syariah
dalam usahanya pembentukan laba, maka gadai syariah menggunakan mekanisme yang
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, seperti melalui akad qardhulhasan dan
akadijarah, akadrahn, akadmudharabah, akad ba 'i muqayadah, dan akad
musyarakah.
Oleh karena itui, pendapat bahwa gadai
ketika sebagai sebuah lembaga keuangan, maka fungsi sosialnya perlu
dipertimbangkan lagi, apalagi fungsi sosial gadai itu dihilangkan, tidak
sepenuhnya benar. Karena paling tidak ada 2 alasan bahwa dengan terlembaganya
gadai, bukan berarti menghilangkan fungsi sosial gadai itu, yang berdasarkan
hadist-hadist yang mendasarinya menunjukkan bahwa fungsi gadai itu memang untuk
fungsi sosial. Alasan itu adalah:
(1)
Dengan terlembaganya gadai, Pegadaian tetap dapat mendapatkan penerimaan
dari pihak rahin, berupa biaya administrasi dan biaya jasa lainnya, seperti
jasa penyimpanan dan pemeliharaan. Berarti Pegadaian tidak dirugikan;
(2)
Fungsi sosial tersebut masih diperlukan guna membantu masyarakat yang
mernbutuhkan dana yang sifatnya mendesak, terutama untuk keperluan hidup
sehari-hari, seperti dalam kasus Rasulullah Saw. yang menggadaikan baju besinya
demi untuk mendapatkan bahan makanan;
(3)
Pegadaian tidak akan merugi karena ada marhun, yang dapat dilelang
apabila rahin tidak mampu mambayar.
Hal itu diperkuat pendapat Muhammad
Akram Khan, bahwa keberadaan gadai syariah tidak hanya digunakan untuk fungsi
komersiil (untuk mendapatkan keuntungan) saja, tetapi juga digunakan untuk
fungsi sosial juga.[15]
I.
Keuntungan Usaha Gadai Syariah
Meminjam uang, baik itu di
Pegadaian syariah prosedurnya yang relatif mudah dan cepat. Hal ini berbeda
apabila meminjam di bank atau lembaga keuangan syariahi lainnya, yang
membutuhkan prosedur yang rumit dan waktu yang relatif lebih lama. Persyaratan
administrasi juga sulit untuk dipenuhi, seperti dokumen yang harus lengkap dan
jaminan yang diberikan haras berupa barang-barang tertentu, karena tidak semua
barang dapat dijadikan jaminan di bank.
Dalam gadai syariah begitu
mudah dilakukan peminjaman, masyarakat (nasabah) cukup datang ke kantor
Pegadaian syariah terdekat dengan membawa jaminan barang tertentu, maka uang
pinjaman pun dalam waktu singkat dapat terpenuhi, dengan barang jaminan yang
cukup sederhana, seperti jaminan dengan jam tangan, serta biaya yang dibebankan
juga lebih ringan apabila dibandingkan dengan para pelepas uang atau tukang
ijon maupun pegadaian konvensional.
Jadi keuntungan perusahaan
pegadaian syariah apabila dibandingkan dengan lembaga keuangan bank syairah
atau lembaga keuangan syariah lainnya, adalah :
(1)
Waktu yang relatif singkat untuk memperoleh uang pinjaman, yaitu pada
hari itu juga, hal ini disebabkan prosedurnya yang sederhana;
(2)
Persyaratan yang sangat sederhana, sehingga memudahkan masyarakat
(nasabah) untuk memenuhinya;
(3)
Pada pegadaian konvensioanal tidak mempermasalahkan uang pinjaman
tersebut digunakan untuk apa, jadi sesuai dengan kehendak masyarakat atau
nasabahnya.49 Namun, bagi gadai syariah, penggunaan dana oleh
nasabah lebih baik diketahui oleh pihak murtahin. Hal ini untuk menentukan akad
yang lebih tepat.
Sebagai lembaga keuangan non
perbankan, maka penghimpunan dana {funding product) secara langsurig dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dalam gadai syariah tidak diperkenankan,
misalnya: tabungan mudharabah, giro wadi'ah, maupun deposito mudharabah.
Karenanya, untuk memenuhi kebutuhan dananya, maka gadai syariah memiliki sumber
penghimpunan dana, yaitu sbb.:
(1)
Modal sendiri;
(2)
Penerbitanobligasi syariah;
(3)
Mengadakan kerjasama atau syirkah,
dengan lembaga keuangan lainnya, baik
perbankan maupun non perbankan dengan menggunakan akad sistem bagi hasil atau
profit loss sharing (PLS).
J. Penggunaan Dana
Dana yang telah berhasil dihimpun,
kemudian digunakan mendanai usaha gadai syariah. Dana tersebut antara lain
digunakan untuk hal-hal berikut:
(1)
Uang Kas dan Dana Likuid lain;
Lembaga gadai syariah memerlukan dana
likuid yang siap digunakan untuk berbagai macam kebutuhan, seperti kewajiban
yang telah jatuh tempo, penyaluran dana untuk pembiayaan syariah, biaya
operasional yang haras segera dikeluarkan, pembayaran pajak, dan Iain-lain.
(2)
Pembelian dan pengadaan berbagai macam bentuk aktiva tetap dan
inventaris kantor gadai syariah. Aktiva tetap berupa tanah dan bangunan, serta
investaris ini tidak secara langsung dapat menghasilkan penerimaan bagi lembaga
gadai syariah, namun sangat
wMusyarakah adalah bentuk pendanaan patungan dalam kegiatan
produktif bisnis yang dtdasarkan dengan profit loss sharing. Rasio distribusi
keuntungan atau kerugiannya berdasarkan proporsi kepemilikan modal dalam usaha
tersebut. Boieh saja rasionya bcrbeda dengan porsi kepcmilikan dengan pertimbangan
bahwa pihak tertentu terlibat dalam manajemen usaha, scmenlara pihak lainnya
hanya turut modal saja.
K. Produk dan Jasa Gadai Syariah
Dalam perkembangan saat ini,
bentuk perolehan pendapatan Pegadaian syariah dapat berupa transaksi yang
berasal dari biaya administrasi (qardhul hasari), jasa penyimpanan (ijarah),
jasa taksiran, galeri, dan bagi hasil atau profit loss sharing (PLS) dari skim
rahn, mudharabah, ba'I muqayyadah, maupun musyarakah.[16]
Produk dan jasa yang dapat ditawarkan
oleh gadai syariah kepada masyarakat, yaitu antara lain:
(1)
Pemberian pinjaraan/pembiayaan atas dasar hukum gadai syariah; Pemberian
pinjaman atas dasar hukum gadai syariah berarti mensyaratkan pemberian pinjaman
atas dasar penyerahan barang bergerak oleh rahin. Konsekuensinya bahwa jumlah
pinjaman yang diberikan kepada masing peminjam sangat dipengaruhi oleh nilai
barang bergerak dan tidak bergerak yang akan digadaikan.
(2)
Penaksiran Nilai Barang;
Pegadaian syariah dapat memberikan jasa
penaksiran atas nilai suatu barang. Jasa ini dapat diberikan gadai syariah
kafena-perusahaan ini mempunyai peralatan penaksir, serta petugas yang sudah
berpengalaman dan terlatih dalam menaksir nilai suatu barang yang akan
digadaikan. Barang yang akan ditaksir pada dasarnya, meliputi semua barang
bergerak dan tidak bergerak yang dapat digadaikan. Jasa taksiran diberikan
kepada mereka yang ingin mengetahui kualitas, terutama perhiasan, seperti:
emas, perak, dan berlian.53 Masyarakat yang memerlukan jasa ini,
biasanya dengan ingin mengetahui nilai jual wajar atas barang berharganya yang
akan dijual. Atas jasa penaksiran yang diberikan, gadai syariah memperoleh
penerimaan dari pemilik barang berupa ongkos penaksiran
(3)
Penitipan Barang (Ijarah);
Gadai syariah dapat menyelenggarakan
jasa penitipan barang (ijarah), karena perusahaan ini mempunyai tempat
penyimpanan barang bergerak, yang cukup memadai. Gudang dan tempat penyimpanan
barang bergerak lain milik gadai syariah, terutama digunakan menyimpan barang
yang digadaikan. Mengingat gudang dan tempat penyimpanan lain ini tidak selalu
dimanfaatkan penuh, maka kapasitas menganggur tersebut dapat dimanfaatkan untuk
memberikan jasa lain, berupa penitipan barang. Jasa titipan/ penyimpanan,
sebagai fasilitas pelayanan barang berharga dan Iain-lain agar lebih aman,
seperti: barang/surat berharga (sertifikat motor, tanah, ijasah, dll.) yang
dititipkan di Pegadaian syariah. Fasilitas ini diberikan kepada pemilik barang
yang akan bepergian jauh dalam waktu relatif lama atau karena penyimpanan di
rumah dirasakan kurang aman. Atas jasa penitipan yang diberikan, gadai syariah
memperoleh penerimaan dari pemilik barang berupa ongkos penitipan.
L. Mekanisme Operasional
Gadai Syariah
Mekanisme operasional gadai
syariah sangat penting untuk diperhatikan, karena jangan sampai operasional
gadai syariah tidak efektif dan efisien. Mekanisme operasional gadai syariah
haruslah tidak menyulitkan calon nasabah yang akan meminjam uang atau akan
melakukan akad hutang-piutang. Akad yang dijalankan, termasuk jasa dan produk
yang dijual juga harus selalu berlandaskan syariah (al-Qur' an, al-Hadist, dan
Ijma Ulama), dengan tidak melakukan kegiatan usaha yang mengadung unsur riba',
maisir, dan gharar. Oleh karena
itu, pengawasanya harus melekat, baik internal terutama keberadaan Dewan
Pengawas Syariah (DPS) sebagai penanggung jawab yang berhubungan dengan aturan
syariahnya dan eksternal maupun eksternal Pegadaian syariah, yaitu masyarakat
muslim utamanya, serta yang tidak kalah pentingnya adanya perasaan selalu
mendapatkan pengawasan dari yang membuat aturan syariah itu sendiri, yaitu
Allah Swt.
M. Berakhirnya Hak
Gadai Syariah
Suatu perjanjian tidak ada yang bersifat langgeng, artinya
perjanjian tersebut sewaktu-waktu akan dapat berakhir atau batal. Demikian pula
perjanjian gadai, namun batalnya hak gadai akan sangat berbeda dengan hak-hak
yang lain. Menurut Abdul Aziz Dahlan, bahwa hak gadai dikatakan batal
apabila:
r
(1)
Hutang-piutang yang terj adi telah dibayar dan terlunasi;
(2)
Marhun keluar dari kekuasaan murtahin;
(3)
Para pihak tidak melaksanakan yang menjadi hak dan kewajibannya;
(4)
Marhun tetap dibiarkan dalam kekuasaan pemberi gadai atau pun yang
kembalinya atas kemauan yang berpiutang.
Sedangkan ulama fiqh menyatakan bahwa
suatu akad dapat
berakhir, apabila terjadi hal-hal
seperti berikut:
(1)
Berakhir masa berlaku akad itu, apabila akad itu memiliki tenggang
waktu;
(2)
Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad itu
mengikat;
(3)
Dalam suatu akad yang bersifat mengikat, akad dapat berakhir
apabila:
(a)
Akad itu fasid;
(b)
Berlaku khiyar syarat, khiyar' aib;
(c)
Akad itu tidak dilaksanakan oleh satu pihak yang berakad;
(d)
Telah tercapai tujuan akad itu secara sempurna; dan
(e)
Wafat salah satu pihak yang berakad, namun dapat diteruskan oleh ahli
warisnya, dengan demikian tidak ada pihak yang dirugikan.[17]
N. Peranan Gadai Syariah
Dalam Pembangunan
Keberhasilan pembangunan
sangat ditentukan partisipasi dan kerjasama yang baik, antara pihak pemerintah,
pengusaha (swasta), dan masyarakat. Masyarakat dapat berpartisipasi dalam
pembangunan ekonomi, seringkali dihadapkan pada masalah dana, baik untuk
kebutuhan konsumtif maupun kebutuhan produktif. Kebutuhan konsumtif, misalnya
anak sakit, uang sekolah, biaya kematian. Kebutuhan produktif, misalnya membeli
pupuk/bibit (untuk petani), modal usaha atau memanfaatkan kesempatan usaha
(untuk pedagang), beli bahan baku (untuk industri), dan masih banyak lagi.
Gadai syariah pada dasarnya,
sebagai bagian dari sistem keuangan yang merupakan tatanan dalam perekonomian
suatu negara yang memiliki peran, terutama dalam menyediakan jasa-jasa di
bidang keuangan. Karena gadai syariah bagian dari lembaga non perbankan yang
dalam usahanya tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari
masyarakat dalam bentuk simpanan, maka gadai syariah hanya diberikan wewenang
untuk memberikan pinjaman kepada masyarakat (nasabah).
Bagi masyarakat
berpenghasilan rendah dan para penguaha kecil sangat dibutuhkan adanya lembaga
pembiayaan yang mempunyai kantor yang tersebar di berbagai tempat dan dapat
memberikan pembiayaan dengan cara-cara sederhana dan sesuai dengan tingkat
kemampuan (golongan ekonomi) dan pengetahuan mereka.
Dalam perkembangannya, gadai
syariah punya peranan yang besar dalam kehidupan masyarakat, khususnya untuk
golongan menengah ke bawah tersebut, seperti slogan yang selalu disampaikan
pihak gadai syariah, yaitu 'Mengatasi Masalah Sesuai Syariah'. Dengan prosedur
yang sederhana, mudah dan cepat, sehingga dana dapat segera diperoleh guna
dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhannya.
Dengan adanya model akad
yang ada, terutama guna yang tuj uannya bersifat produktif, seperti akad rahn,
mudharabah dan ba'i muqayyadah maupun musyarakah, maka gadai syariah dapat digunakan
untuk menggerakan usaha ekonomi kecil dan menengah itu untuk lebih dapat tumbuh
berkembang. Sehingga sektor riil dapat tumbuh dengan secara baik dan cepat, di
mana hal ini sangat dibutuhkan dalam usahanya untuk mengurangi pengangguran dan
peningkatan pembangunan perekonomian nasional secara makro dan mikro.
O. Arah Pengembangan Gadai
Syariah
Dalam menghadapi persaingan
yang ketat dan tuntutan konsumen yang semakin kritis, makaperlu ditanya lagi
seberapa jauh gadai syariah mengelola usahanya secara profesional, dengan
bisnis oriented, tanpa harus meninggalkan ciri khusus dan misinya, yaitu
pengeluaran uang pinjaman atas dasar hukum gadai syariah dengan sasaran utama
masyarakat golongan ekonomi lemah.[18]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
- Gadai syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah atau rahin sebagai barang jaminan atau marhun atas hutang/pinjaman atau marhun bih yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan atau penerima gadai atau murtahin memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya
- Pada dasarnya gadai menurut Islam, hukumnya adalah boleh. Seperti yang tercantum baik dalam Al Qur' an, Al Sunnah maupun Ijma'.
- Sebelum dilakuan rahn, terlebih dahulu dilakukan akad. Akad menurut Mustafa az-Zarqa adalah ikatan secara hukum yang dilakukan oleh 2 pihak atau beberapa pihak yang berkeinginan untuk mengikatkan diri.
- Dalam masyarakat di Indonesia, sering terjadi adanya transaksi dengan menggunakan hukum adat, seperti gadai tanah yang tidak ditemukan pembahasannya secara khusus dalam fiqh. Di mana satu sisi, gadai tanah itu mirip dengan jual beli atau jual gadai, sedangkan di sisi lain mirip dengan rahn
Daftar Pustaka
ü A.A. Basyir, Hukum Islam Tentang Riba, Utang-Piutang Gadai, Al-Ma'arif, Bandung: 1983. Hlm.50
ü
Abdul
Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Cetakan Kccmpat. PT, Ichtiar Bam
Vanllocve, Jakarta: 2000, him. 383.
ü Chuziamah T. Yanggo dan Hafiz Anshari, Problematika Hukum Islam
Kontemporer, Edisi3, LSIK, Jakarta:
1997. him. 60.
ü Freddy Rangkuti,, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis:
Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis Menghadapi Abad 21, Cetakan 9, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2002. him. 18-19
ü 'HB. Tamam Ali, clkk (Ed.), Ekonomi Syariah dalam Sorotan,
Kerjasama Yayasan Amanah, MES, dan
PNM, Ynyasan Amanah, Jakarta: 2003.
him. 205.
ü Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah: Membahas Ekonomi Islam, Cetakan
Pertama, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta: 2002. him. 107.
ü
Muhammad
dan Sholikhul Hadi, Op. cit, him. 47-48. Lihat juga Iin Endang Mardiani,
ü 'Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik,
Cetakan 1, Kerjasama Gema Insani
Press dengan Tazkia Institute, GIP,
Jakarta: 2001. him. 128
ü Mustafa az-Zarqa' dalam M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi
dalam Islam, Cetakan Pertama, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta: 2003, him. 102-103.
ü Nasrun Haroen, Fiqh Mumalah, Cetakan Pertama, Gaya Media Pratama,
Jakarta: 2000. him. 254.
ü Tansir Arsyad, Pegadaian: Apa yang Kau Cari, Warta Pegadaian, No.
34 Tahun V, 1993, him. 41
[1]
'Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke
Praktik, Cetakan 1, Kerjasama Gema Insani
Press dengan Tazkia Institute, GIP,
Jakarta: 2001. him. 128
[2]
A.A. Basyir, Hukum Islam Tentang Riba, Utang-Piutang
Gadai, Al-Ma'arif, Bandung: 1983.
Hlm.50
[3]
'Chuziamah T. Yanggo dan Hafiz Anshari, Problematika
Hukum Islam Kontemporer, Edisi3, LSIK,
Jakarta: 1997. him. 60.
[4]
'HB. Tamam Ali, clkk (Ed.), Ekonomi Syariah dalam
Sorotan, Kerjasama Yayasan Amanah, MES, dan
PNM, Ynyasan Amanah, Jakarta: 2003.
him. 205.
[5]
'Sayyid Sabiq, Fiqh
Sunnah, Jilid 12, Al Ma'arif, Bandung:
1996. him. 139.
[6] Mustafa
az-Zarqa' dalam M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Cetakan
Pertama, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta: 2003,
him. 102-103.
[8] Hendi
Suhendi, Fiqh Muamalah: Membahas Ekonomi Islam, Cetakan Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2002. him.
107.
[9]
"Abdul Aziz Dahlan,
Ensiklopedia Hukum Islam, Cetakan Kccmpat. PT, Ichtiar Bam Vanllocve, Jakarta:
2000, him. 383.
[11]
Freddy Rangkuti,, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis:
Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis Menghadapi Abad 21, Cetakan 9, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2002. him. 18-19
[12]
Muhammad dan Sholikhul Hadi, Op. cit, him. 47-48. Lihat juga Iin
Endang Mardiani, Op.cit, him. 33-34.
[13]"A.A. Basyir, Op. cit, him. 55.
[17]
M. Ali Hasan, Op. cit.
him. 112
[18]
'"Tansir Arsyad, Pegadaian: Apa yang Kau Cari, Warta
Pegadaian, No. 34 Tahun V, 1993, him. 41
Kami adalah Organisasi Kristen dibentuk untuk membantu orang yang membutuhkan bantuan, seperti help.So keuangan jika Anda akan melalui kesulitan keuangan atau Anda berada dalam kekacauan keuangan, dan Anda perlu dana untuk memulai bisnis Anda sendiri, atau Anda membutuhkan pinjaman untuk melunasi hutang atau membayar tagihan Anda, memulai bisnis yang baik, atau Anda menemukan kesulitan untuk mendapatkan pinjaman dari bank lokal, hubungi kami melalui email hari ini untuk bantuan tersebut (pinjaman, uang start-up): rebaccamorrisloanfirm @ gmail. com untuk Alkitab mengatakan "" Lukas 11: 10 Setiap orang yang meminta, menerima; dia yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu akan dibukakan "jadi jangan biarkan kesempatan ini berlalu begitu saja karena Yesus adalah sama kemarin, hari ini dan selamanya. Silakan ini hanya untuk orang-orang yang berpikiran serius dan Allah takut di keuangan kesulitan dan ingin menemukan jalan keluar.
BalasHapusAnda disarankan untuk mengisi dan mengembalikan rincian di bawah ini ..
Namamu: ______________________
Alamat Anda:____________________
Negara: ____________________
Kerjamu:__________________
Jumlah Pinjaman Dibutuhkan: ______________
Pinjaman Durasi: ____________________
Pendapatan bulanan: __________________
Nomor telepon:________________
Apakah Anda mengajukan pinjaman sebelumnya: ________________
Jika Anda telah membuat pinjaman sebelumnya, di mana Anda diperlakukan dengan jujur? di mana perusahaan tersebut berlokasi? .