Pengertian Cita-Cita
PENGERTIAN
dan PEMBAGIAN CITA-CITA
A. Pengertian Cita-Cita
Al
Hirnmah berasal dari kata Ha-ma-ma
yang artinya keinginan untuk melakukan suatu pekerjaan, sebagai-mana
tercantum dalam kamus.
Dengan demikian
cita-cita nl liimnmh- adalah motivasi (daya dukung) untuk melakukan
suatu peker-jaan. Cita-cita ada yang bersifat tinggi atau rendah. Ada orang
yang bercita-cita tinggi; setinggi langit dan ada juga yang bercita-cita
sederhana, hina dan rendah hingga tingkatan yang paling buruk.
Sebagian ulama
mendefinisikan cita-cita tinggi itu adalah: "Menganggap kecil terhadap
suatu urusan besar sebelum mencapaifinal."
Sedangkan Ibnu Qoyyim
rahimahullah memaknai hal tersebut dengan: "Cita-cita tinggi adalah
(jiwa) yang tak akan pernah terhenti kecuali kepada Allah, tidak akan
tergan-tikan dengan sesuatu apapun oleh selain-Nya, tidak rela ditukar oleh yang lain sebagai
ganti-Nya, tidak akan menjual apa yang ia peroleh dari Allah berupa kedekatan,
kelembutan, kesenangan dan kegembiraan dengan harga yang murah dan fana. Maka,
cita-cita tinggi jika dibandingkan dengan cita-cita yang lainya bagaikan burung
yang terbang tinggi menjulang dengan burung-burung lain (yang ada di bawah). Ia
tidak rela jatuh ke bawah, tidak akan mudah tersentuh oleh penyakit hingga
sampai kepada mereka, karena semakin tinggi cita-cita semakin jauh dari
penyakit (virus) dan semakin rendah cita-cita maka akan mudah diserang oleh
berbagai penyakit dari setiap arah." (1)
Para ulama salaf
seringkali mengingatkan jangan sampai tidak memiliki cita-cita atau
bercita-cita yang rendah. AJ Faaruq Umar bin Khatab r.a. bertutur:
"Jangan
sekali-kali kamu memperkecil cita-citamu, karena sesungguhnya Aku tidak melihat
sesuatu yang mengekang seseorang (untuk beraktivitas) kecuali karena ia tidak
memiliki cita-cita" (2)
Sedangkan Ibnu Nubatah
rahimahullah berkata;
"Cobalah
mewujudkan setiap permasalahan dan jangan berkata, Sesungguhnya sanjungan dan
kemuliaan itu adalah an Ug rah/rezekl"
''Motivasilah dirimu! jangan hilang
semangat guna meraih cita-cita, sementara yang lain saling berlomba me-
2
niilmya."
Kata-kata bijak lain
mengungkapkan:
"Orang
itu tergantung bagaimana dia membentuk ilirinya, jika ia mengangkatnya maka
akan naik (derajatnya) dan jika merendahkannya maka hinalah dia."
Seorang ahli syair
bangsa Arab berkata:
"(Celakalah)
apabila seorang pemuda tidak memiliki cita-cita
Yang
mengantarkan dirinya untuk meraih kemuliaan
Setiap
jiwa berharap untuk meraih kemuliaan
Dan
seseorang tergantung pada kebiasaanya
Dan
ketika cita-citanya tidak melebihi dirinya
Maka kedudukan
(pimpinan) tidak dapat
diperoleh dengannya."
Seorang Arab badwi
mencela kawannya dengan kata-kata: "Dia hamba badan, mementingkan
pakaian, pembohong besar, berakhlak buruk, sementara cita-cita merendahkannya."
Abu Dulaf berkata:
"Dan
tidaklah kekosongan hah itu suatu kemuliaan dan keluhuran, akan tetapi hati
yang sibuk itulah yang akan mendorong cita-cita."
"Yang
memiliki kemuliaan memikul semua perang-kat/beban dan setiap orang yang
bercita-cita rendah terbela-kang dalam kehidupannya."
3
B. Pembagian Cita-Cita
Cita-cita terbagi
dua bagian; "Wahbiyyah" dan "Kasbiyyah."
Wahbiyyah
adalah anugerah Allah kepada hambanya —
cita-cita tinggi maupun rendah— yang mungkin dapat dikembangkan, dipelihara
atau bahkan tidak dipeduli-kan dan ditinggalkan. Jika, pemiliknya berusaha
me-ngembangkan clan meningkatkannya maka
menjadi kasbiyyah, artinya pemilik
cita-cita tersebut telah berupaya meningkatkan dan menambah
cita-citanya hingga tingkatan tertinggi.
Jika, dia meninggalkan
dan membiarkan cita-citanya bahkan tidak memerdulikannya maka akan menurun dan
lemah. Cita-cita dalam konteks pembahasan di atas semakna (bertabiat sama)
dengan tabVat 'aqal dan akh-lak lainnya, seperti: kecerdasan, daya
hapal, akhlak yang baik dan sifat-sifat lainnya.
Imam Ibnu Jauzi
rahimahullah berkata: "Berdasarkan dalil dan keterangan, sesungguhnya
Anda tclah mengetahui bahwa cita-cita
itu terlahir bersamaan dengan lahirnya
manusia, tetapi adakalanya cita-cita itu
menyusut pada saat-saat tertentu. Apabila didorong, ia akan jalan kembali dan
ketika Anda melihat diri Anda lemah maka tanyalah sang pemberi nikmat, atau
Anda merasa malas maka berlindunglah kepada pemberi taufiq. Sekali-kali Anda
tidak akan mendapatkan kebaikan kecuali dengan menaati-Nya dan Hdaklah kebaikan
Input dari Anda kecuali karena disebabkan mendurhakai Nya."
4
Komentar
Posting Komentar