Al Quran dan Ilmu Pengetahuan,
Al
Qur'an dan Ilmu Pengetahuan
Al
Qur'an telah menambahkan dimensi baru terhadap studi mengenai fenomena jagad
raya dan membantu pikiran manusia melakukan terobosan terhadap batas penghalang
dari alam materi. Al Qur'an menunjukkan bahwa materi bukanlah sesuatu
yang kotor dan tanpa nilai, karena padanya terdapat tanda-tanda yang membimbing
manusia kepada Allah serta kegaiban dan Tangungan-Nya Alam semesta yang amat
luas adalah ciptaan Allah dan Al Qur'an mengajak manusia untuk menyelidikinya,
mengungkap kegaiban dan kegaibannya, serta berusaha memanfaatkan kekayaan alam
yang melimpah ruah untuk kesejahteraan hidupnya. Jadi Al Qur'an membawa manusia
kepada Allah melalui ciptaan-Nya dan realitas konkret yang terdapat di bumi dan
di langit inilah yang sesungguhnya dilakukan oleh ilmu pengetahuan, yaitu:
mengadakan observasi, lalu menarik hukum-hukum alam berdasarkan observasi dan
eksperimen. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dapat mencapai Yang Maha
Pencipta melalui observasi yang teliti dan tepat terhadap hukum-hukum yang
mengatur gejala alam dan Al Qur'an menunjukkan kepada Realitas Intelektual Yang
Maha Besar, yaitu Allah SWT lewat ciptaan-Nya.
Mengingkari
Realitas ini akan membawa manusia kepada anarki dan kebingungan serta merampas
kedamaian dan ketenteraman batinnya, hingga membuat mereka merasakan hidupnya
berada dalam kekosongan. Mengingkari adanya Allah Maha Pencipta yang dilakukan
para ilmuwan akan membawa mereka kepada sikap menyalahgunakan sumber-sumber
kekayaan alam dari Allah Maha Pencipta untuk menghancurkan manusia dan
nilai-nilai hidupnya. Mereka mengeruk sepenuhnya keuntungan materi dari karunia
Allah, dan menikmati kehidupan mewah yang melimpah ruah tanpa rasa syukur atas nikmat
dari Allah Maha Pencipta tetapi mereka tidak akan memiliki kedamaian jiwa dan
kebahagian hakiki dalam dirinya. Kelimpahan dan kekayaan materi saja tidak
akan memberikan kepuasan mental dan spiritual kepada manusia.
Pertanyaan-pertanyaan seperti: Siapakah sesungguhnya kita ini? Dari mana kita
datang? Dan ke mana kita akan pergi? Apakah alam semesta ini? Siapakah yang
menciptakan dan mengendalikannya? Akan menjadi apakah alam semesta nanti Apakah
tujuan kita diciptakan Tuhan? Apakah kita ini sederajat dengan makhluk lainnya?
Pertanyaan seperti ini dan pertanyaan lainnya yang serupa akan tetap tak
terjawab dan terus menerus menghantui jiwa manusia dalam hidupnya.
Jiwa
manusia akan tetap berada pada taraf hidup yang rendah seperti hidup binatang
buas, kecuali bila ia telah dapat mengenal Tuhannya, yang menciptakannya. Tanpa
pengenalan itu, dia makan, minum dan berkembang biak sama halnya dengan seekor
binatang dan mati seperti seekor binatang pula dan merampas hak milik orang
lain dengan cara kekerasan. Keadilan sosial dalam kehidupan dan penghidupan
manusia pada umumnya, hanya dapat diperbaijci dan diperbaharui melalui iman
kepada Allah yang Maha Esa yaitu Tauhid.
Peranan
Benda atau Materi
Memiliki
kekayaan harta benda atau materi sebenarnya tidak ada jelek ataupun buruknya. Yang
jelek atau buruk adalah pandangan hidup yang berada di balik kekayaan harta
atau materi itu bahwa tidak ada sesuatu yang penting kecuali materi itu.
Seorang yang berpandangan materialistis menganggap semua upaya manusia hanya
ditunjukkan kepada usaha memperoleh atau menumpuk harta kekayaan materi bahkan
kadang kala dilakukan dengan meremehkan hak-hak orang lain, Semua tenaganya
digunakan hanya untuk memuaskan nafsunya dan mengabaikan hak orang lain untuk
meningkatkan taraf hidupnya yaitu memperoleh penghasilan yang lebih besar atas
pengorbanan yang telah diberikannya. Sikap hidup seperti inilah yang menjadikan
manusia berwatak egoistis, rakus dan hina.
Sisi
lain dari gambaran tersebut ialah bahwa seorang yang menyadari pentingnya arti
kekayaan materi dalam hidupnya dan mempergunakannya secara sempurna dan
mengambil manfaat dari potensi dan kekuatannya serta mengambil keuntungan dari
padanya tetapi ia mengakui bahwa kesemuanya itu sebagai karunia Yang Maha
Pencipta dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan serta hak dan kewajiban orang
lain. Orang yang memiliki pandangan hidup seperti tersebut akan menganggap
bahwa semua kekayaan materi itu sebagai suatu sarana semata-mata bukan sebagai
tujuan. Dengan menggunakan sarana itu, ia akan memperoleh nilai kehidupan
moral dan rohani yang lebih baik. Dengan kata lain, ia memanfaatkan materi
untuk meraih budi pekerti yang luhur dan ia tidak akan diperbudak oleh materi
tersebut. Oleh karena itu ia tidak akan malu menghormati, tidak merendahkan
nilai-nilai moral dan tidak akan menginjak-injak hak orang lain dalam upaya memperoleh harta
kekayaan. Bahkan sebaliknya dengan senang hati ia menunjukkan sikap lebih
mengutamakan kepentingan orang lain dari pada kepentingan dirinya sendiri dan
harta kekayaannya. Ia lebih menghargai pahala di alam akhirat dari pada
keuntungan hidup di dunia. Inilah cara pendekatan yang benar terhadap dunia
kebendaan dan inilah landasan dari kebahagiaan manusia yang hak dan abadi,
karena sepenuhnya sesuai dengan ajaran Al Qur'an dan juga dengan pikiran serta
logika manusia.
Pendekatan
terhadap benda seperti ini tak akan membuat orang yang berada di jalan
kebenaran menjadi bosan, tidak juga membuatnya bersikap merendahkan nilai benda
itu, melainkan akan membuatnya mampu melihat keajaiban dan rahasia yang ada
dalam ciptaan Allah. Rasa tertarik kepada keajaiban inilah yang membawa dirinya
kembali kepada Tuhan, serta menjadikan-nya seorang hamba-Nya yang taat. Begitu
pula halnya dengan para cendekiawan, yang terpukau oleh kebesaran dan kemegahan
alam serta keseimbangan dan keteraturan dalam hukum-hukumnya, maka mereka
terbawa kembali kepada pandangan tentang Ke Esaan Tuhan, Tauhid, di mana akal
pikirannya mencapai ketenangan. Sesungguhnya, melalui penelitian terhadap benda
dan pengamatan yang cermat terhadap keajaiban dan rahasianya, seorang cendekiawan
akan melihat Kemegahan serta Keagungan Penciptanya. Mated memperagakan tanda-tanda
kebesaran Allah kepada manusia, yang membuktikan akan keberadaan-Nya, serta
membimbing hati, pikiran dan lidah manusia untuk memuji-Nya.
Akan
tetapi ada orang yang terlalu tergila-gila kepada materi sehingga moralnya
hanyut dalam perhatian yang mementingkan kebutuhan hidup kebendaan semata. la
tergiur oleh hawa nafsunya dan merasa puas dengan rupa lahiriah yang serba
terbatas, dan jarang sekali mau memikirkan hal-hal yang berada di balik dunia
nyata. Al Qur'an mencoba memperkenalkan orang semacam ini, secara sederhana dan
langsung, kepada ide Maha Pencipta. la mengajak mereka untuk pertama-tama
mengamati lingkungan benda-benda yang ada di sekitarnya, kemudian sedikit demi
sedikit membawa pikiran mereka kepada taraf pengertian yang berbeda-beda
terhadap alam semesta ini. Melalui pengamatan dan pengertian itu, mereka akan
lebih dekat pada realitas Maha Penciptanya, di mana ia dapat menyaksikan tanda
kebesaran-Nya serta menyadari bahwa tujuan terakhir hidup mereka berada di balik kebendaan
alam semesta ini.
Sebab
dari semua sebab.
Pengamatan
menunjukkan adanya keserasian dan keseimbangan luar biasa dalam hukum-hukum
alam. Sebenarnya, hal ini merupakan pantulan dari sifat Allah Maha Pencipta dan
Maha Kuasa yang menguasai sekalian alam itu. Paham materialisme se-kuler gagal
memahami dunia yang berada di balik batas susunan kebendaan ini, akan tetapi Al
Qur'an mengajak manusia untuk mengetahui dan memahami nilai dan kekuatan yang hakiki
melalui penelitian dan observasi terhadap fenomena alam semesta yang penuh rahasia dan keajaiban, dan
akhirnya membawa jiwa manusia membayangkan Keagungan dan Kemegahan
Penciptanya, yaitu Allah. Siapakah Pencipta dan Pengendali dari semua hukum dan
fenomena alam semesta? Siapakah yang telah menciptakan hukum alam itu, dan
siapa pula yang dapat merubahnya kapan saja la menghendakinya?
"Allah Pencipta
langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, arc: Cukuplah)
Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah". Lalu jadilah ia". (2
: 117)
Jika
Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang
baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit
bagi Allah". (35 : 16- 17)
"Kami
telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak membenarkan (hari berbangkit) ?
Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang
menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya ? Kami telah menentukan
kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali, tidak dapat dikalahkaan, untuk
menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu (dalam dunia)
dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu
ketahui". (56: 57-61)
Semua
proses penciptaan alam semesta ini sepenuhnya berada dalam kendali dan
perintah Maha Penciptanya, yang telah memberikannya bentuk yang sempurna. Hukum
dan fenomenanya teratur dan tepat meliputi yang maha luas sampai pada unsur terkecil
dalam alam semesta, tunduk kepada satu pola dan susunan yang sama. Sungguh
hanya Allah yang menciptakan alam semesta ini dengan berjuta galaksi bintang
dan planet yang tunduk pada aturan yang ditetapkan untuk mereka secara
sempurna,
Keserasian dan
kesempurnaan ini menurut Al Qur'an adaiah se-bagai refleksi dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, sesuai firman-Nya:
"Yang telah
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada
ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu
lihat sesuatu yang tidak seimbang ? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya
penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan se-suatu cacat dan
penglihatmu itupun dalam keadaan payah". (67:3-4)
Tiap
yang ada di dalam semesta alam ini tunduk kepada hukum-hukum dari Maha
Penciptanya, sebagaimana difirmankan Allah:
"Yang menciptakan,
dan menyempurnakan (penciptaan-Nya) dan yang menentukan kadar (masing-masing)
dan memberi petunjuk". ( 87 : 2 - 3 )
"Matahari dan bulan
(beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan
kedua-duanya tunduk kepada-Nya. Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia
meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca
itu. Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk (Nya)". (55 : 5
-7;8& 10)
"Kemudian Dia
menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia
berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya menjawab: Kami
datang dengan suka hati". Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua
masa dan Dia me-wahyukan pada tiap-tiap urusannya. Dan Kami hiasi langit yang
dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan
sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui". (41 : 11 - 12)
Al Qur'an sangat
menekankan tentang kesungguhan seluruh ciptaan Allah, yang diciptakan-Nya
dengan maksud dan tujuan tertentu, bukannya untuk main-main, sebagaimana
firman-Nya:
"Dan Kami tidak
menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah.
Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang
kafir itu karena mereka akan masuk neraka". (38: 27)
"Dan tidaklah Kami
ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.
Sekiranya Kami hendak membuat suatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari
sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian, (tentulah Kami telah melakukan-nya)".
(21 : 16-17)
Al
Qur'an teiah menegaskan bahwa pikiran demikian itu timbul pada orang yang tidak
beriman kepada Allah dan Hari Kiamat Mereka seharusnya mengetahui bahwa alam
semesta yang maha luas beserta kegaiban dan rahasia yang tersimpan di dalamnya,
bu-kanlah ciptaan seseorang untuk bermain-main, melainkan dicipta-kan Allah
Yang Maha Bijaksana dan Yang Maha Adil. Tidak boleh dianggap bahwa Allah
menciptakan alam semesta ini dengan stasia, juga tidak dapat diharapkan dari
Allah bahwa perbuatan baik dan buruk,
kebajikan dan kejahatan akan memperoleh balasan yang sama. Inilah khayalan yang
sia-sia dari orang-orang kafir, karena seluruh alam semesta beserta isinya itu
diciptakan dalam Kebenaran dan Keadilan, sebagaimana firman Allah:
"Dan Kami tidak
menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan
bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi
kebanyakan mereka tidak mengetahui".
(44 : 3S-39)
"Dan tidaklah Kami
ciptakan langit dan bumi dan apa yang
ada di antara keduanya, melainkan dengan
benar. Dan sesungguhnya saat
(kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan
cara yang baik". (15: 85)
Keadaan
demikian ini oleh karena Allah adalah Maha Benar dan Kebenaran Terakhir sedang
yang Iain-Nya itu adalah palsu (tidak benar), sebagaimana firman-Nya:
"Maka (Zat yang
demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah itu
kebenaran, melainkan kesesatan. Maka bagaimarakah kamu dipalingkan (dari
kebenaran)?". (10:32)
Dengan
demikian, orang yang beriman akan tetap berdiri di atas landasan yang kokoh
kuat dan memahami serta menyadari
alasan-alasan penciptaan
dan Maha Penciptanya. Allah adalah Pen-cipta alam semesta. Kebenaran yang
paling tinggi dan Sebab dari semua sebab. Dia tetap Ada pada saat tidak ada
sesuatu pun dan Dia akan Ada pada saat sesuatu itu akan tidak ada. Orang yang
kafir, sebaliknya, berdiri di atas landasan yang goyah dan berbicara hanya
berdasarkan atas dugaan atau sangkaan yang tak menentu. Pandangannya sempit dan
tertutup oleh tabir struktur kebendaaan belaka, ia tak bisa melihat hakikat
sesuatu yang berada di balik materi itu. Terdapat perbedaan besar antara orang
yang beriman dengan orang tidak beriman. Orang yang beriman berpikir bebas dan
melihat hidup sebelum dan sesudah berakhirnya alam semesta sebagai dua sisi
gambar yang sama. Sedangkan orang kafir menjadi orang hukuman dalam alam
semesta, melihat dunia ini seolah-olah kekal abadi dan tetap. Ia tidak mampu
memahami kekekalan dan keabadian itu adalah hanya dimiliki oleh sifat-sifat
Allah sendiri. Siapakah yang memerintah seluruh alam semesta ini? Allah
berfirman:
"Kepunyaan-Nyalah
kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa
atas segala sesuatu. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang
Batin; dan Dia Maha Menge-tahui segala sesuatu". (57 : 2-3)
Al
Qur'an berusaha mengangkat derajat manusia pada kedudukan yang tinggi dengan
memberikan kemampuan kepadanya untuk melihat dan memahami tanda-tanda yang
benar dari kebesaran Allah, kemudian memantulkan kembali atas Kebesaran dan
Kemahakuasaan-Nya, sebagaimana firman-Nya:
"Allah menyatakan bahwasanya
tidak ada Tuhan melainkan Dia, yang menegakkan
keadilan. Para Malaikat dan
orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan
melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Malia Bijaksana". (3: 18)
Ayat
ini jelas memberikan bukti bahwa hanya orang yang berilmu pengetahuan dan yang pemahaman yang mampu melihat hakikat yang ada di balik
struktur kebendaan dari alam semesta ini yaitu Kekuasaan yang Haq, yang
mengendalikan dan mengatur keseluruhannya. Dialah yang Haq dan segala sesuatu
yang lain berada di bawah bayangan-Nya. Mereka yang tidak mampu melihat
Kebenaran Hakiki dalam alam semesta, akan kehilang-an rasa keadilan dan
kekuatan pemahaman yang oleh Allah telah dianugerahkan kepada mereka.
"Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi". ... Dan
Dia mengajarkan kepada
Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya. ( 2 : 30- 31 )
Setelah
manusia diciptakan, dia tidak ditinggalkan dalam kebodohan dan hidup merana di
atas bumi tanpa daya, melainkan dianugerahi Allah pengetahuan dan pengertian
terhadap unsur-unsur dari alam semesta agar dapat menggali dan memanfaatkan
kekayaan yang ada di bumi dan di langit bagi kesejahteraan hidup-nya.
"Nama-nama" seperti yang disebut dalam ayat di atas, menunjukkan
tentang istilah-istilah yang dapat membantunya melihat dan mengenal alam serta
sifat dari segala sesuatu yang ada di dalam alam itu. Sesungguhnya seluruh
informasi yang dimiliki manusia tentang segala sesuatu sebenarnya berdasarkan
atas kemampuan-nya untuk menerapkan nama-nama itu atas segala sesuatu itu. Oleh
karenanya, maka "mengajarkan nama-nama benda" kepada Adam berarti
memberikan pengetahuan kepada Adam tentang benda-benda itu. Kekayaan
pengetahuan inilah yang mengangkat kedudukan manusia di atas makhluk yang
lainnya yang saat ini berada di bawah kekuasaannya, yang setiap saat dapat
dimanfaat-kannya untuk melayaninya.
Hal ini merupakan
kehormatan besar bagi umat manusia:
"Dan sesungguhnya
telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami ang-kut mereka di daratan dan di
lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan".
( 17 : 70)
Bagi
orang demikian itu disediakan pahala dari Tuhan dan diberi kedudukan khusus:
(Terhadap jiwa yang saleh akan disabdakan):
"Hai jiwa yang
tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka
masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku".
(89 : 27-30)
Jelaslah
bahwa Al Qur'an memberikan kepada manusia kunci ilmu pengetahuan tentang dunia
dan akhirat serta menyediakan peralatan untuk mencari dan meneliti segala sesuatu
agar dapat mengungkap dan mengetahui keajaiban dari kedua dunia itu. Al Qur'an
juga mendorong manusia mendapatkan sesuatu yang mungkin ia dapat dalam dunia
ini, kemudian memanfaatkan bagi kesejahteraannya Dia juga menghilangkan ketakutan terhadap timbunan kekuatan yang terdapat
pada materi, dan mendorong manusia menggunakan kekuatan itu secara tepat karena
hal itu diciptakan bagi kepentingan hidupnya Dia menunjukkan pula cara
memanfaatkan kekayaan materi dengan tepat, dan memperoleh jalan masuk ke alam
akhirat, di belakang perbatasan alam dunia, bahkan sampai menembus ruang
kosmis. Kebenarannya sama dengan ucapan F. Schoun, bahwa sorga adalah essensi
batin kita sen-diri juga alam dari segala benda Oleh karena itu tunduk kepada
hukum alam adalah kebahagiaan kita yang terbesar, sedang menen-tangnya hanya
membawa kita dalam "lorong gelap" dari did kita sendiri. Karena itu
kehilangan kebahagiaan tak lain hanyalah ne-raka; jadi tidaklah masuk akal,
kita menentang hukum keberadaan diri kita sendiri.
Adakah
tujuan yang lebih terhormat dari pada ini? Apakah ada martabat yang lebih besar
dari pada ini? Manusia dikaruni kerajaan langit melalui kenikmatan jasmani dan
materi. Bagai-manakah makhluk yang cerdas dan bijaksana mau menolak tawaran
kehormatan seperti ini? Sungguh mereka itu.rugi yaitu orang yang sepenuhnya
terperangkap dalam kenikmatan hidup jasmani dan tak mampu lagi melihat hakikat
sesuatu yang ada di balik su-sunan materi alam semesta ini.
Mereka
secara buta mengikuti nafsu rendahnya dan menolak kehormatan dan martabat
tinggi yang ditawarkan kepadanya. Mereka memilih hidup pada tingkatan lebih
rendah dengan menolak kesempatan untuk hidup sempurna dan tak mampu
memperguna-kan kekuatan dan tenaga yang dimiliki untuk mencari dunia lebih
tinggi di balik ikatan materi alam semesta ini. Oleh karena mereka tidak
menggunakan kekuatan materi untuk mencapai tujuan sesuai maksud pemberian
kekayaan materi kepadanya, maka mereka menjadikan dirinya sendiri tuli dan bisu
sebagaimana alat-alat dan sumber kekayaan materi yang mereka manfaatkan dan
tetaplah diri mereka terpenjara dalam belenggu dunianya. Tidak, bahkan mereka
lebih buruk dari itu, karena mereka diciptakan memiliki kemampuan dan kekuatan padanya
untuk memikir dan memahami, sedang batu-batuan tidak memiliki kemampuan seperti
itu.
"Kemudian setelah
itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di
antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di
antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di
antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan". (2 : 74)
Sebenarnya orang semacam
ini telah jatuh derajatnya di ba-wah derajat binatang, tak perduli kemajuan apa
yang telah mereka peroleh dalam ilmu pengetahuan, teknologi atau administrasi;
dan tak pandang sejauh mana mereka telah mengalami kemajuan dalam ruang angkasa
luar dan peluncuran roket dan sateht, mereka tidak akah sampai pada tingkat
derajat manusia, bahkan lehih jatuh lagi jauh di bawah derajat binatang:
"Dan sesungguhnya
Kami jadikan untuk (isi neraka jahanam) kebanyak-an dari jin dan manusia,
mereka mempunyai hati, tetapi tidak diper-gunakannya untuk memahami (ayat-ayat
Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang
lalai". (7:179)
Afzalur Rahman, Al Qur’an
Sumber Ilmu Pengetahuan, Rineka Cipta : Jakarta, 1992 . Hal 1-13
Komentar
Posting Komentar