Al Quran dan Ilmu Pengetahuan,


Al Qur'an dan Ilmu Pengetahuan

Al Qur'an telah menambahkan dimensi baru terhadap studi mengenai fenomena jagad raya dan membantu pikiran manusia melakukan terobosan terhadap batas penghalang dari alam materi. Al Qur'an menunjukkan bahwa materi bukanlah sesuatu yang kotor dan tanpa nilai, karena padanya terdapat tanda-tanda yang membimbing manusia kepada Allah serta kegaiban dan Tangungan-Nya Alam semesta yang amat luas adalah ciptaan Allah dan Al Qur'an mengajak manusia untuk menyelidikinya, mengungkap ke­gaiban dan kegaibannya, serta berusaha memanfaatkan kekayaan alam yang melimpah ruah untuk kesejahteraan hidupnya. Jadi Al Qur'an membawa manusia kepada Allah melalui ciptaan-Nya dan realitas konkret yang terdapat di bumi dan di langit inilah yang sesungguhnya dilakukan oleh ilmu pengetahuan, yaitu: mengadakan observasi, lalu menarik hukum-hukum alam berdasarkan observasi dan eksperimen. Dengan demikian, ilmu pengetahu­an dapat mencapai Yang Maha Pencipta melalui observasi yang teliti dan tepat terhadap hukum-hukum yang mengatur gejala alam dan Al Qur'an menunjukkan kepada Realitas Intelektual Yang Maha Besar, yaitu Allah SWT lewat ciptaan-Nya.
Mengingkari Realitas ini akan membawa manusia kepada anarki dan kebingungan serta merampas kedamaian dan ketenteraman batinnya, hingga membuat mereka merasakan hidupnya berada dalam kekosongan. Mengingkari adanya Allah Maha Pen­cipta yang dilakukan para ilmuwan akan membawa mereka kepada sikap menyalahgunakan sumber-sumber kekayaan alam dari Allah Maha Pencipta untuk menghancurkan manusia dan nilai-nilai hidupnya. Mereka mengeruk sepenuhnya keuntungan materi dari karunia Allah, dan menikmati kehidupan mewah yang melimpah ruah tanpa rasa syukur atas nikmat dari Allah Maha Pencipta tetapi mereka tidak akan memiliki kedamaian jiwa dan kebahagian hakiki dalam dirinya. Kelimpahan dan kekayaan materi saja ti­dak akan memberikan kepuasan mental dan spiritual kepada ma­nusia. Pertanyaan-pertanyaan seperti: Siapakah sesungguhnya kita ini? Dari mana kita datang? Dan ke mana kita akan pergi? Apakah alam semesta ini? Siapakah yang menciptakan dan mengendalikannya? Akan menjadi apakah alam semesta nanti Apakah tujuan kita diciptakan Tuhan? Apakah kita ini sederajat dengan makhluk lainnya? Pertanyaan seperti ini dan pertanyaan lainnya yang serupa akan tetap tak terjawab dan terus menerus menghantui jiwa manusia dalam hidupnya.
Jiwa manusia akan tetap berada pada taraf hidup yang rendah seperti hidup binatang buas, kecuali bila ia telah dapat mengenal Tuhannya, yang menciptakannya. Tanpa pengenalan itu, dia makan, minum dan berkembang biak sama halnya dengan seekor binatang dan mati seperti seekor binatang pula dan merampas hak milik orang lain dengan cara kekerasan. Keadilan sosial dalam ke­hidupan dan penghidupan manusia pada umumnya, hanya dapat diperbaijci dan diperbaharui melalui iman kepada Allah yang Maha Esa yaitu Tauhid.

Peranan Benda atau Materi

Memiliki kekayaan harta benda atau materi sebenarnya tidak ada jelek ataupun buruknya. Yang jelek atau buruk adalah pandangan hidup yang berada di balik kekayaan harta atau materi itu bahwa tidak ada sesuatu yang penting kecuali materi itu. Seorang yang berpandangan materialistis menganggap semua upaya manu­sia hanya ditunjukkan kepada usaha memperoleh atau menumpuk harta kekayaan materi bahkan kadang kala dilakukan dengan meremehkan hak-hak orang lain, Semua tenaganya digunakan hanya untuk memuaskan nafsunya dan mengabaikan hak orang lain un­tuk meningkatkan taraf hidupnya yaitu memperoleh penghasilan yang lebih besar atas pengorbanan yang telah diberikannya. Sikap hidup seperti inilah yang menjadikan manusia berwatak egoistis, rakus dan hina.

Sisi lain dari gambaran tersebut ialah bahwa seorang yang menyadari pentingnya arti kekayaan materi dalam hidupnya dan mempergunakannya secara sempurna dan mengambil manfaat dari potensi dan kekuatannya serta mengambil keuntungan dari padanya tetapi ia mengakui bahwa kesemuanya itu sebagai karu­nia Yang Maha Pencipta dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan serta hak dan kewajiban orang lain. Orang yang memiliki pandangan hidup seperti tersebut akan menganggap bahwa semua kekaya­an materi itu sebagai suatu sarana semata-mata bukan sebagai tujuan. Dengan menggunakan sarana itu, ia akan memperoleh nilai ke­hidupan moral dan rohani yang lebih baik. Dengan kata lain, ia memanfaatkan materi untuk meraih budi pekerti yang luhur dan ia tidak akan diperbudak oleh materi tersebut. Oleh karena itu ia tidak akan malu menghormati, tidak merendahkan nilai-nilai mo­ral dan tidak akan menginjak-injak  hak orang lain dalam upaya memperoleh harta kekayaan. Bahkan sebaliknya dengan senang hati ia menunjukkan sikap lebih mengutamakan kepentingan orang lain dari pada kepentingan dirinya sendiri dan harta kekayaannya. Ia lebih menghargai pahala di alam akhirat dari pada keuntungan hidup di dunia. Inilah cara pendekatan yang benar terhadap dunia kebendaan dan inilah landasan dari kebahagiaan manusia yang hak dan abadi, karena sepenuhnya sesuai dengan ajaran Al Qur'an dan juga dengan pikiran serta logika manusia.
Pendekatan terhadap benda seperti ini tak akan membuat orang yang berada di jalan kebenaran menjadi bosan, tidak juga membuatnya bersikap merendahkan nilai benda itu, melainkan akan membuatnya mampu melihat keajaiban dan rahasia yang ada dalam ciptaan Allah. Rasa tertarik kepada keajaiban inilah yang membawa dirinya kembali kepada Tuhan, serta menjadikan-nya seorang hamba-Nya yang taat. Begitu pula halnya dengan para cendekiawan, yang terpukau oleh kebesaran dan kemegahan alam serta keseimbangan dan keteraturan dalam hukum-hukumnya, maka mereka terbawa kembali kepada pandangan tentang Ke Esaan Tuhan, Tauhid, di mana akal pikirannya mencapai ketenangan. Sesungguhnya, melalui penelitian terhadap benda dan pengamatan yang cermat terhadap keajaiban dan rahasianya, seorang cende­kiawan akan melihat Kemegahan serta Keagungan Penciptanya. Mated memperagakan tanda-tanda kebesaran Allah kepada manusia, yang membuktikan akan keberadaan-Nya, serta membimbing hati, pikiran dan lidah manusia untuk memuji-Nya.
Akan tetapi ada orang yang terlalu tergila-gila kepada materi sehingga moralnya hanyut dalam perhatian yang mementingkan kebutuhan hidup kebendaan semata. la tergiur oleh hawa nafsunya dan merasa puas dengan rupa lahiriah yang serba terbatas, dan jarang sekali mau memikirkan hal-hal yang berada di balik dunia nyata. Al Qur'an mencoba memperkenalkan orang semacam ini, secara sederhana dan langsung, kepada ide Maha Pencipta. la mengajak mereka untuk pertama-tama mengamati lingkungan benda-benda yang ada di sekitarnya, kemudian sedikit demi sedikit membawa pikiran mereka kepada taraf pengertian yang berbeda-beda terhadap alam semesta ini. Melalui pengamatan dan pengerti­an itu, mereka akan lebih dekat pada realitas Maha Penciptanya, di mana ia dapat menyaksikan tanda kebesaran-Nya serta menyadari bahwa tujuan  terakhir hidup mereka berada di balik kebenda­an alam semesta ini.

Sebab dari semua sebab.

Pengamatan menunjukkan adanya keserasian dan keseim­bangan luar biasa dalam hukum-hukum alam. Sebenarnya, hal ini merupakan pantulan dari sifat Allah Maha Pencipta dan Maha Kuasa yang menguasai sekalian alam itu. Paham materialisme se-kuler gagal memahami dunia yang berada di balik batas susunan kebendaan ini, akan tetapi Al Qur'an mengajak manusia untuk mengetahui dan memahami nilai dan kekuatan yang hakiki melalui penelitian dan observasi terhadap fenomena alam semesta yang penuh rahasia dan keajaiban, dan akhirnya membawa jiwa manu­sia membayangkan Keagungan dan Kemegahan Penciptanya, yaitu Allah. Siapakah Pencipta dan Pengendali dari semua hukum dan fenomena alam semesta? Siapakah yang telah menciptakan hukum alam itu, dan siapa pula yang dapat merubahnya kapan saja la menghendakinya?
"Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk men­ciptakan) sesuatu, arc: Cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah". Lalu jadilah ia". (2 : 117)
Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah". (35 : 16- 17)
"Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak membenarkan (hari berbangkit) ? Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya ? Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali, tidak dapat dikalahkaan, untuk mengganti­kan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu (dalam dunia) dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui". (56: 57-61)
Semua proses penciptaan alam semesta ini sepenuhnya ber­ada dalam kendali dan perintah Maha Penciptanya, yang telah memberikannya bentuk yang sempurna. Hukum dan fenomenanya teratur dan tepat meliputi  yang maha luas sampai pada unsur terkecil dalam alam semesta, tunduk kepada satu pola dan susunan yang sama. Sungguh hanya Allah yang menciptakan alam semesta ini dengan berjuta galaksi bintang dan planet yang tunduk pada aturan yang ditetapkan untuk mereka secara sempurna,
Keserasian dan kesempurnaan ini menurut Al Qur'an adaiah se-bagai refleksi dari tanda-tanda kekuasaan Allah, sesuai firman-Nya:
"Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang ? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan se-suatu cacat dan penglihatmu itupun dalam keadaan payah". (67:3-4)
Tiap yang ada di dalam semesta alam ini tunduk kepada hukum-hukum dari Maha Penciptanya, sebagaimana difirmankan Allah:
"Yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya) dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk". ( 87 : 2 - 3 )
"Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya. Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk (Nya)". (55 : 5 -7;8& 10)
"Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya menjawab: Kami datang dengan suka hati". Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia me-wahyukan pada tiap-tiap urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui". (41 : 11 - 12)
Al Qur'an sangat menekankan tentang kesungguhan seluruh ciptaan Allah, yang diciptakan-Nya dengan maksud dan tujuan tertentu, bukannya untuk main-main, sebagaimana firman-Nya:
"Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka". (38: 27)
"Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat suatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian, (tentulah Kami telah melakukan-nya)".
(21 : 16-17)
Al Qur'an teiah menegaskan bahwa pikiran demikian itu timbul pada orang yang tidak beriman kepada Allah dan Hari Kiamat Mereka seharusnya mengetahui bahwa alam semesta yang maha luas beserta kegaiban dan rahasia yang tersimpan di dalamnya, bu-kanlah ciptaan seseorang untuk bermain-main, melainkan dicipta-kan Allah Yang Maha Bijaksana dan Yang Maha Adil. Tidak boleh dianggap bahwa Allah menciptakan alam semesta ini dengan sta­sia, juga tidak dapat diharapkan dari Allah bahwa perbuatan baik dan  buruk, kebajikan dan kejahatan akan memperoleh balasan yang sama. Inilah khayalan yang sia-sia dari orang-orang kafir, ka­rena seluruh alam semesta beserta isinya itu diciptakan dalam Kebenaran dan Keadilan, sebagaimana firman Allah:
"Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan ke­duanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak me­ngetahui".
(44 : 3S-39)
"Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan  bumi dan apa yang ada di antara keduanya,  melainkan  dengan  benar.  Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu  pasti  akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik". (15: 85)
Keadaan demikian ini oleh karena Allah adalah Maha Benar dan Kebenaran Terakhir sedang yang Iain-Nya itu adalah palsu (ti­dak benar), sebagaimana firman-Nya:
"Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah itu kebenaran, melainkan kesesatan. Maka bagaimarakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?". (10:32)
Dengan demikian, orang yang beriman akan tetap berdiri di atas landasan yang kokoh kuat dan memahami serta menyadari
alasan-alasan penciptaan dan Maha Penciptanya. Allah adalah Pen-cipta alam semesta. Kebenaran yang paling tinggi dan Sebab dari semua sebab. Dia tetap Ada pada saat tidak ada sesuatu pun dan Dia akan Ada pada saat sesuatu itu akan tidak ada. Orang yang kafir, sebaliknya, berdiri di atas landasan yang goyah dan berbicara hanya berdasarkan atas dugaan atau sangkaan yang tak menentu. Pandangannya sempit dan tertutup oleh tabir struktur kebendaaan belaka, ia tak bisa melihat hakikat sesuatu yang berada di balik materi itu. Terdapat perbedaan besar antara orang yang beriman dengan orang tidak beriman. Orang yang beriman berpikir bebas dan melihat hidup sebelum dan sesudah berakhirnya alam semesta sebagai dua sisi gambar yang sama. Sedangkan orang kafir menjadi orang hukuman dalam alam semesta, melihat dunia ini seolah-olah kekal abadi dan tetap. Ia tidak mampu memahami kekekalan dan keabadian itu adalah hanya dimiliki oleh sifat-sifat Allah sendiri. Siapakah yang memerintah seluruh alam semesta ini? Allah berfirman:
"Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Menge-tahui segala sesuatu". (57 : 2-3)
Al Qur'an berusaha mengangkat derajat manusia pada kedu­dukan yang tinggi dengan memberikan kemampuan kepadanya untuk melihat dan memahami tanda-tanda yang benar dari kebesaran Allah, kemudian memantulkan kembali atas Kebesaran dan Kemahakuasaan-Nya, sebagaimana firman-Nya:
"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, yang menegakkan  keadilan. Para Malaikat  dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Malia Bijaksana". (3: 18)
Ayat ini jelas memberikan bukti bahwa hanya orang yang berilmu pengetahuan dan yang  pemahaman yang mampu melihat hakikat yang ada di balik struktur kebendaan dari alam semesta ini yaitu Kekuasaan yang Haq, yang mengendalikan dan mengatur keseluruhannya. Dialah yang Haq dan segala sesuatu yang lain berada di bawah bayangan-Nya. Mereka yang tidak mam­pu melihat Kebenaran Hakiki dalam alam semesta, akan kehilang-an rasa keadilan dan kekuatan pemahaman yang oleh Allah telah dianugerahkan kepada mereka.
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesung­guhnya  Aku hendak  menjadikan seorang khalifah di muka bumi". ...   Dan   Dia   mengajarkan  kepada  Adam  nama-nama (benda-benda) seluruhnya. ( 2 : 30- 31 )
Setelah manusia diciptakan, dia tidak ditinggalkan dalam kebodohan dan hidup merana di atas bumi tanpa daya, melainkan dianugerahi Allah pengetahuan dan pengertian terhadap unsur-unsur dari alam semesta agar dapat menggali dan memanfaatkan kekayaan yang ada di bumi dan di langit bagi kesejahteraan hidup-nya. "Nama-nama" seperti yang disebut dalam ayat di atas, menunjukkan tentang istilah-istilah yang dapat membantunya melihat dan mengenal alam serta sifat dari segala sesuatu yang ada di dalam alam itu. Sesungguhnya seluruh informasi yang dimiliki manusia tentang segala sesuatu sebenarnya berdasarkan atas kemampuan-nya untuk menerapkan nama-nama itu atas segala sesuatu itu. Oleh karenanya, maka "mengajarkan nama-nama benda" kepada Adam berarti memberikan pengetahuan kepada Adam tentang benda-benda itu. Kekayaan pengetahuan inilah yang mengangkat kedudukan manusia di atas makhluk yang lainnya yang saat ini berada di bawah kekuasaannya, yang setiap saat dapat dimanfaat-kannya untuk melayaninya.
Hal ini merupakan kehormatan besar bagi umat manusia:
"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami ang-kut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan". ( 17 : 70)

Bagi orang demikian itu disediakan pahala dari Tuhan dan diberi kedudukan khusus: (Terhadap jiwa yang saleh akan disabdakan):
"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku". (89 : 27-30)
Jelaslah bahwa Al Qur'an memberikan kepada manusia kunci ilmu pengetahuan tentang dunia dan akhirat serta menyediakan peralatan untuk mencari dan meneliti segala sesuatu agar dapat mengungkap dan mengetahui keajaiban dari kedua dunia itu. Al Qur'an juga mendorong manusia mendapatkan sesuatu yang mungkin ia dapat dalam dunia ini, kemudian memanfaatkan bagi kesejahteraannya Dia juga menghilangkan  ketakutan terhadap timbunan kekuatan yang terdapat pada materi, dan mendorong manusia menggunakan kekuatan itu secara tepat karena hal itu diciptakan bagi kepentingan hidupnya Dia menunjukkan pula cara memanfaatkan kekayaan materi dengan tepat, dan memperoleh jalan masuk ke alam akhirat, di belakang perbatasan alam dunia, bahkan sampai menembus ruang kosmis. Kebenarannya sama de­ngan ucapan F. Schoun, bahwa sorga adalah essensi batin kita sen-diri juga alam dari segala benda Oleh karena itu tunduk kepada hukum alam adalah kebahagiaan kita yang terbesar, sedang menen-tangnya hanya membawa kita dalam "lorong gelap" dari did kita sendiri. Karena itu kehilangan kebahagiaan tak lain hanyalah ne-raka; jadi tidaklah masuk akal, kita menentang hukum keberadaan diri kita sendiri.
Adakah tujuan yang lebih terhormat dari pada ini? Apakah ada martabat yang lebih besar dari pada ini? Manusia dikaruni kerajaan langit melalui kenikmatan jasmani dan materi. Bagai-manakah makhluk yang cerdas dan bijaksana mau menolak tawaran kehormatan seperti ini? Sungguh mereka itu.rugi yaitu orang yang sepenuhnya terperangkap dalam kenikmatan hidup jasmani dan tak mampu lagi melihat hakikat sesuatu yang ada di balik su-sunan materi alam semesta ini.
Mereka secara buta mengikuti nafsu rendahnya dan menolak ke­hormatan dan martabat tinggi yang ditawarkan kepadanya. Mere­ka memilih hidup pada tingkatan lebih rendah dengan menolak kesempatan untuk hidup sempurna dan tak mampu memperguna-kan kekuatan dan tenaga yang dimiliki untuk mencari dunia lebih tinggi di balik ikatan materi alam semesta ini. Oleh karena mereka tidak menggunakan kekuatan materi untuk mencapai tujuan sesuai maksud pemberian kekayaan materi kepadanya, maka mereka menjadikan dirinya sendiri tuli dan bisu sebagaimana alat-alat dan sumber kekayaan materi yang mereka manfaatkan dan tetaplah diri mereka terpenjara dalam belenggu dunianya. Tidak, bahkan mereka lebih buruk dari itu, karena mereka diciptakan memiliki kemampuan dan kekuatan padanya untuk memikir dan memahami, sedang batu-batuan tidak memiliki kemampuan seperti itu.
"Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan". (2 : 74)
Sebenarnya orang semacam ini telah jatuh derajatnya di ba-wah derajat binatang, tak perduli kemajuan apa yang telah mereka peroleh dalam ilmu pengetahuan, teknologi atau administrasi; dan tak pandang sejauh mana mereka telah mengalami kemajuan dalam ruang angkasa luar dan peluncuran roket dan sateht, mereka tidak akah sampai pada tingkat derajat manusia, bahkan lehih jatuh lagi jauh di bawah derajat binatang:
"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahanam) kebanyak-an dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak diper-gunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempu­nyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak diper­gunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai bi­natang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai". (7:179)

Afzalur Rahman, Al Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan, Rineka Cipta : Jakarta, 1992 . Hal 1-13

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lafadz ‘amm dan Khash

kaedah ad-dharûrah yuzalu

Dzahir Dalalah dan Khafi Dalalah