Konsep Warga Negara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Negara adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi di mana terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain.
Pengertian Negara Berdasarkan Pendapat Para Ahli :
-     Roger F. Soltau : Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
-     Georg Jellinek : Negara merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu.
-     Prof. R. Djokosoetono : Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berbentuk republik yang telah diakui oleh dunia internasional dengan memiliki ratusan juta rakyat, wilayah darat, laut dan udara yang luas serta terdapat organisasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berkuasa.
Negara merupakan suatu organisasi dari rakyat negara tersebut untuk mencapai tujuan bersama dalam sebuah konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negara tersebut. Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi cita-cita bangsa secara bersama-sama.
Pada dasarnya yang disebut warga Negara adalah orang yang berdomisili di negaranya sendiri atau orang-orang sebagai bagian dari suatu unsur penduduk yang menjadi unsur Negara, karena Negara tidak akan pernah ada tanpa adanya warga. Oleh karena itu, keduanya mempunyai kaitan yang erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Di samping itu setiap warga Negara mempunyai persamaan hak, memiliki kepastian hak dan bertanggungjawab terhadap negaranya.
1.2 Tujuan penulisan
Adapun maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memberi pengetahuan dan wawasan agar kita dapat memahami dan mengetahui apa pengertian dari kewarganegaraan,asas warga negara serta memberi pengetahuan tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara.
1.3 Rumusan masalah
Dalam tugas kelompok ini kami memiliki tiga rumusan masalah, yaitu :
1. apakah pengertian dari kewarganegaraan ?
2. apakah asas dan unsur dari kewarganegaraan ?
3. Apakah unsur-unsur yang menentukan kewarganegaraan?
4.Apakah problem status kewarganegaraan?
5.Bagaimana Karakteristik warga negara?
6.Bagaimana Cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia dan Hak dan Kewajiban Warga Negara?
1.4 Ruang lingkup
-Pendidikan
Makalah tentang kewarganegaraan bisa dijadikan pembelajaran dalam pendidikan untuk menambah ilmu pengetahuan kita sebagai mahasiswa, karena makalah ini sangat penting dalam mengetahui status kewarganegaraan seorang warga.

-Sosial
Makalah yang kami buat ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk memberi pengetahuan tentang pentingnya sebuah kewarganegaraan dalam kehidupan bernegara.
1.5 Teknik penulisan
Metode yang digunakan pemakalah dalam penyusunan makalah ini dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan referensi dan buku-buku dan internet sebagai landasan teoritis mengenai masalah yang akan diselesaikan.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Warga Negara
Warga Negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur Negara. Istilah warga Negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba. Istilah hamba karena warga Negara mengandung arti peserta, anggota atau warga di suatu Negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama atas dasar tanggung jawab bersama untuk kepentingan bersama.
Warga negara dan penduduk Indonesia diatur dalam pasal 26 dan 27 Undang-undang Dasar 1945. Undang-undang pertama kali mengatur soal warga itu adalah UU no.3 tahun 1946 yang dalam pasal 1 menyatakan bahwa warga negara Indonesia adalah :
a.       Orang yang asli dalam daerah negara Indonesia.
b.      Orang yang tidak termasuk dalam golongan tersebut, diatas tetapi turunan dari seseorang dari golongan itu, yang lahir dan bertempat berkedudukan dan kediaman selama sedikitnya 5 tahun berturut-turut yang paling akhir di dalam negara Indonesia, yang berumur 21 tahun, atau telah kawin, kecuali jika ia menyatakan keberataan menjadi warganegara Indonesia karena ia adalah warganegara lain.
c.       Orang yang mendapat kewarganegaraan Indonesia secara naturalisasi.

Pasal 4 UU No.3 tahun 1946, menentukan bahwa pernyataan “keberataan” dalam pasal 1 sub-b diatas harus disampaikan secara tertulis kepada menteri kehakiman dalam waktu satu tahun setelah peraturan itu berlaku. Berdasarkan UU No.6 tahun 1947, UU No.11 tahun 1948, segala pernyataan keberatan terhadap kewarganegaraan Indonesia diperpanjang sampai tanggal 17 agustus 1948.
Pasal 15 UU No. 3 tahun 1946 menyebut bahwa undang-undang tahun 109, undang itu berlaku pada hari diumumkannya, yakni tanggal 10 april 1946, namun pasal tersebut diratifikasi melalui berlaku pada tanggal 17 agustus 1945.
Penetapan kewarganegaraan Republik Indonesia bagi penduduk Irian Jaya ditentukan oleh Keppres No.7 tahun 1971 tentang digunakanya ketentuan-ketentuan dalam UU N0.3 tahun 1946 dan bagi penduduk Timor Timur ditetapkan melalui UU No.7 tahun 1976 tentang pengesahan penyatuan Timor Timur menjadi rakyat dan warga negara Indonesia. Semua peraturan-peraturan perundangan Republik Indonesia juga berlaku bagi wilayah Timor Timur, tetapi kini setelah Timor Timur merdeka, undang-undang-undang ini dicabut, dan penduduk yang ingin menjadi WNI harus mengikuti ketentuan yang berlakudi negara Indonesia (prosedur yang sama bagi warga negara asing lainnya yang ingin menjadi WNI).
Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan hak dan kewajiaban setiap warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara, sedangkan pasal 30 ayat 1 menyatakan tentang hak dan kewajiban warganegara untuk ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara.[1]
Sejalan dengan dengan definisi di atas, AS Hikam pun mendefinisikan bahwa Negara yang merupakan terjemahan dari citizenship adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk Negara itu sendiri.
Secara singkat, Koerniatmanto S mendefinisikan warga Negara dengan anggota Negara. Sebagian anggota Negara, seorang warga Negara mempunyai kedudukan yang khusus terhadap negaranya yang mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya.[2]
Seperti dikemukakan oleh para ahli sudah menjadi kenyataan yang berlaku umum bahwa untuk berdirinya negara yang merdeka harus dipenuhi sekurang-kurangnya tiga syarat, yaitu adanya wilayah, adanya rakyat yang tetap, dan pemerintahan yang berdaulat. Ketiga syarat ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama lain. Tanpa adanya wilayah yang pasti, tidak mungkin suatu negara dapat berdiri, dan begitu pula adalah mustahil untuk menyatakan adanya negara tanpa rakyat yang tetap. Di samping itu, meskipun kedua syarat wilayah (teriritory) dan rakyat telah dipenuhi, apabila pemerintahannya bukan pemerintahan yang berdaulat yang bersifat nasional, belumlah dapat dinamakan negara tersebut suatu negara yang merdeka. Hindia Belanda dahulu memenuhi syarat yang pertama, yaitu wilayah dan rakyat, tetapi pemerintahannya adalah pemerintahan jajahan yang tunduk kepada Pemerintah Kerajaan Belanda, maka Hindia Belanda tidak dapat dikatakan sebagai satu negara yang merdeka.
Rakyat (people) yang menetap di suatu wilayah tertentu, dalam hubungannya dengan negara disebut warga negara (citizen). Warga negara secara sendiri-sendiri merupakan subjek-subjek hukum yang menyandang hak-hak dan sekaligus kewajiban-kewajiban dari dan terhadap negara. Setiap warga negara mempunyai hak-hak yang wajib diakui (recognized) oleh negara dan wajib dihormati (respected), dilindungi (protected), dan difasilitasi (facilitated), serta dipenuhi (fulfilled) oleh negara. Sebaliknya, setiap warga negara juga mempunyai kewajiban-kewajiban kepada negara yang merupakan hak-hak negara yang juga wajib diakui (recognized), dihormati (respected), dan ditaati atau ditunaikan (complied) oleh setiap warga negara.[3]
Mengenai soal kewaarganegaraan UUD 1945 dalm pasal 26 ayat 1 menentukan bahwa “yang menjadi warga negara ialah orang-orang Bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang sebagai warga negara,” sedangkan ayat 3 menyebutkan bahwa syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraaan ditetapkan dengan undang-undang”perumusaan deikan didasarkan pada pertimbangan bahwa memang seharusnyalah bangsa Indonesia asli yang menjadi warga negara Indonesia, namun bagi mereka keturunanan asing dapat pula menjadi wargnegara dengan akan diatur dalam undang-undang. Sebab adalah tidak lazim masalah kewarganegeraan diatur dalm undang-undang dasar. Dan pada waktu penyusunan undang-undang dasar telah dijelaskan bahwa hal tersebut lebih baik diatur dalam undang-undang biasa. Karena itu bagi mereka yang keturunan asing tetap dibuka kemungkinan untuk menjadi warga negara Indonesia, selama mereka mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada negara Republik Indonesia demikian penjelasan pasal 26 tersebut.
Sebagai pelaksana pasal 26 tersebut, maka pada tanggal 10 april 1946 diundangkan undang-undang no.3 tahun 1946. Undang-undang ini kemudian beberapa kali mengalami perubahan dengan undang-undang no.6 dan no. 8 tahun 1947. Kalau diperhatikan undang-undang tersebutkan ternyata,bahwa asas kewargegaraan yang dianut adalah azas ius soli. Begitu pula alam huruf b dinyatakan bahwa orsang peranakan yang lahir dan bertepat tinggal di Indonesia paling sedikit untuk lima tahun terakhir dan berturut-turut secara berumur 21 thun adalah warga negara Indonesia, kecuali kalau ia menyatakan keberatan menjadi warga negara Indonesia. Perkataan “lahir dan bertempat tinggal di Indonesia” ini menunjukan, bahwa asas ius soli ini yang dipakai. Latar belakang dari pemakaian  asas ius soli ini disebabkan kenyataan, bahwa sejak dahulu sudah banyak peranakan bangsa lain yang bertepat tinggal di Indonesia. Jadi selama mereka menyatakan kesetianya kepada negara dan mengakui bangsa Indonesia sebagai tanah airnya, maka mereka dapat menjadi warga negara Indonesia (hak repudiasai). Dalam golongan ini peranakan secara keseluruhan dinyatakan terlebih dahulu warganegara, tentu saja yang memenuhi syarat-syarat Indonesia, namun kepada mereka diberikan hak untuk menolak. Disini pemilihan kewarganegaraan Indonesia itu dengan sendirinya diperoleh apabila tidak mengajukan pernyataan untuk menolak.[4]
2. Asas Kewarganegaraan
Dalam menerapkan asas kewarganegaan ini, dikenal dengan dua pedoman, yaitu asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan berdasrkan perkawinan. Dari sisi kelahiran, ada dua asas kewarganegaraan yang sering dijumpai, yaitu Ius Soli (tempat kelahiran) dan Ius Sanguinis (keturunan).
Sudah menjadi pendapat umum, bahwa untuk berdirinya suatu negara yang merdeka harus dipenuhi beberapa syarat, yaitu harus ada wilayah tertentu, ada rakyat yang tetap dan pemerintahan yang berdaulat. Ketiga syarat ini merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa adanya wilayah tertentu ada­lah tidak mungkin untuk mendirikan suatu negara dan begitu pula adalah mustahil untuk menyebutkan adanya suatu negara tanpa rakyat yang tetap. Walaupun kedua syarat ini wilayah dan rakyat teiah dipenuhi, namun apabila pemerintahannya bukan pemerintahan yang berdaulat yang bersifat nasional, belumlah dapat dinamakan negara itu negara yang merdeka. Hindia Belanda dahulu memenuhi kedua syarat yang pertama wilayah dan rakyat tetapi karena Pemerintahan Hindia Belanda adalah pemerintahan jajahan yang tunduk kepada Pemerintah di Negeri Belanda, maka Hindia Belanda bukanlah negara yang merdeka.

Rakyat yang menetap di suatu wilayah tertentu, dalam hubungannya dengan negara disebut warga negara. Warga negara itu mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap negara dan sekaligus juga mempunyai hak-hak yang wajib diberikan dan dilindungi oleh negara. Karena hubungannya dengan dunia internasional, maka dalam setiap wilayah negara selalu ada warga negara dan orang asing yang kesemuanya disebut penduduk. Jadi setiap warga ne­gara adalah penduduk adalah warga negara, karena mungkin dia adalah orang asing. Kalau demikian maka penduduk suatu negara dapat dibagi dua yaitu warga negara dan orang asing. Keduanya berbeda dalam hubungannya dengan negara. Setiap warga negara mempunyai hubungan yang tidak terputus, walaupun warga ne­gara yang bersangkutan telah berdomisili di luar negeri, selarna dia tidak memutuskan kewarganegaraannya. Sebaliknya seorang asing hanya mempunyai hubungan selama dia bertempat tinggal di wilayah negara tersebut. Karena itu adalah menjadi kewajiban dari negara untuk melindungi kepentingan setiap penduduk di negara-nya.
Undang-undang Dasar 1945 sendiri ada kalanya memberikan perlindungan kepada penduduk Negara Republik Indonesia tanpa melihat apakah dia warga negara atau orang asing. Umpamanya dalam pasal 29 ayat (2) disebutkan "Negara menjamin kemer-dekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan-nya itu." Ini berarti bahwa negara akan memberikan perlindungan dalam masalah agama terhadap setiap orang yang ada diwilayah Negara Republik Indonesia, dengan tidak melihat apakah dia war­ga negara atau orang asing. Di bagian lain Undang-Undang Dasar 1945 hanya menyebutkan hak khusus untuk warga negara, yaitu pasal 27 ayat (2) yang menyebutkan "Tiap-tiap warga negara ber­hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan." Ini berarti, bahwa setiap warga negaralah yang berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan tidak untuk orang asing hak mana kemudian dapat dituntut oleh warga negara.
Di muka telah dijelaskan, bahwa tanpa adanya warga negara adalah tidak mungkin mendirikan suatu negara. Dan karena itu adalah negara yang berdaulat, maka setiap negara berhak untuk menentukan sendiri syarat-syarat untuk menjadi warga negara.[5] Sedangkan dari sisi perkawinan dikenal pula asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.[6]
a. Dari sisi kelahiran
Pada umumnya penentuan kewarganegaraan berdasarkan pada sisi kelahiran seseorang yang dikenal dengan asas kewarganegaraan Ius soli dan ius sanguinis. Kedua istilah tersebut berasal dari bahasa latin. Ius berarti hukum, dalil atau pedoman. Soli berasal dari kata solum yang berarti Negara, tanah atau darah dan songuinis berasal dari kata sanguis yang berati darah. Dengan demikian ius soli berarti pedoman kewarganegaraan yang berdasarkan tempat atau daerah kelahiran, sedangkan ius sanguinis adalah pedoman kewarganegaraan berdasarkan darah atau keturunan.
Sebagai contoh jika sebuah Negara menganut asas ius soli, maka seseorang yang dilahirkan di Negara tersebut mendapatkan hak sebagi warga Negara. Begitu pula dengan asas ius sanguinis. Jika sebuah Negara menganut asas ius sanguinis, maka seseorang yang lahir dari orang tua yang memiliki kewarganegaraan suatu Negara Indonesia misalnya maka anak tersebut berhak mendapatkan status kewarganegaraan orang tuanya, yakni warga Negara Indonesia. Tidak jarang pula kita mendapatkan Negara-negara yang memanfaatkan kedua asas tersebut, tegasnya baik ius sanguinus maupun ius soli dalam pemberian kewarganegaraan terdahap penduduk yang berada di wilayah negaranya.
Dalam pewarganegaraan ini ada yang aktif dan ada juga yang pasif.
1.      Dalam pewarganegaraan yang aktif, seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau menyatukan kehendak menjadi warga Negara dari suatu Negara.
2.      Dalam pewarganegaraan pasif, seseorang yang tidak mau diwarganegarkan oleh sesuatu Negara atau tidak mau diberi dan dijadikan warga Negara suatu Negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut.[7]
b. Dari sisi perkawinan
Selain hukum kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran, kewarganegaran seseorang juga dapat dilihat dari sisi perkawinan yang mencakup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. Asas kesatuan hukum berdasarkan pada paradigm bahwa suami-istri atupun ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat dan tidak terpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, suami istri ataupun keluarga yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.
Pada dasarnya yang menentukan kesatuan kewarganegaraan itu suami. Berdasarkan dengan dirasakan berat untuk mengasingkan seorang warga Negara karena perkawinanya, maka menurut Undang-undang ini seorang warga Negara republik Indonesia perempuan, yang kawin dengan seorang asing, tidak kehilangan kewarganegaraannya karena perkawianan itu, kecuali apabila ia melepaskannya sendiri, dan dengan melepaskan itu ia akan menjadi tanpa kewarganegaraan.
Meskipun pada dasarnya kewarganegaraan suami yang menetukan UU ini memberi kesempatan juga kepada warga Negara laki-laki untuk melepaskan kewarganegaraannya, karena mungkin hanya dengan jalan demikian tercapai kesatuan kewarganegaraan.
Berhubungan dengan kesempatan laki-laki tersebut di atas dan berhubungan mencegah timbulnya berkelebihan kewarganegaraan, maka seseorang perempuan asing yang kawin dengan seorang warga Negara republik Indonesia, tidak selalu memperoleh kewarganegaraan republik Indonesia.[8]
3. Problem Status Kewarganegaraan
Membicarakan status kewarganegaraan seseorang dalam sebuah negara maka, akan di bahas beberapa persoalan yang berkenaan dengan seseorang yang dinyatakan sebagai warga negara dan bukan warga negara dalam sebuah negara. Jika diamati dan dianalisis di antara penduduk suatu negara, ada mereka yang bukan warga negara (orang asing) di Indonesia tersebut.
Dalam hal ini dikenal dengan:
  1. Apatride
Apatride adalah tanpa kewarganegaraan yang timbul apabila penurut peraturan kewarganegaraan, seseorang tidak diakui sebagai warga Negara dari Negara manapun. Misalnya Agus dan ira adalah suami istri yang berstatus Negara B yang berasal dari ius soli. Mereka berdomisili di Negara A yang berasas ius sanguinis. Kemudian lahirlah anak mereka Budi, menurut Negara A, Budi tidak diakui sebagai warga negaranya, karena orangtuanya bukan warga negaranya. Begitupula menurut Negara B, Budi tidak diakui sebagai warga negaranya, karena lahir di wilayah Negara lain. Dengan demikian Budi tiak mempunyai kewarganegaraan atau apatride.
  1. Bipatride
Bipatride adalah dwi kewarganegaraan yang merupakan timbulnya apabila menurut peraturan dari dua Negara terkait seorang dianggap sebagai warga Negara kedua Negara itu. Misalnya Adi dan Ani adalah suami isteri yang berstatus warga Negara A, namun mereka berdomisili di Negara B. Negara A menganut asas ius sanguinis dan Negara B menganut asas ius soli. Kemudian lahirlah anak mereka, Dani. Menurut Negara A yang menganut asas ius sanguinis, Dani adalah warga Negaranya karena mengikuti kewarganegaraan orang tuanya. Menurut Negara B yang menganut asas ius soli, Dani juga warga Negaranya, karena tempat kelahirannya adalah di Negara B. dengan demikian Dani mempunyai status dua kewarganegaraan atau bipatride
  1. Multi patride
Seseorang yang memiliki 2 atau lebih kewarganegaraan Contoh : Seorang yang bipatride juga menerima pemberian status kewarganegaraan lain ketika dia telah dewasa, dimana saat menerima kewarganegaraan yang baru ia tidak melepaskan status kewarganegaraan yang lama.
4. Karakteristik Warga Negara yang Demokrat
a. Rasa hormat dan tanggungjawab
Sebagai warga Negara yang demokratis, hendaklah memiliki rasa hormat terhadap sesama warga Negara dan dituntut juga untuk turut bertanggung jawab menjaga keharmonisan dan ketertiban Negara.
b. Bersikap kritis
Warga Negara yang demokrat hendaklah selalu bersikap kritis, sikap kritis juga harus ditunjukkan pada diri sendiri, sikap kritis pada diri sendiri itu tentu disertai sikap kritis terhadap pendapat yang berbeda. Tentu saja sikap kritis ini harus didukung oleh sikap yang legowo dan bertanggung jawab terhadap apa yang dikritisi.
c. Membuka diskusi dan dialog
Perebedaan pendapat dan pandangan pada suatu warga Negara pasti ada. Untuk meminimalisai konflik yang timbul, maka membuka ruang untuk diskusi dan dialog adalah suatu solusi yang baik, karena berdiskusi dan berdialog adalah salah satu dari ciri sikap warga Negara yang demokrat.
d. Bersifat terbuka
Sikap terbuka merupakan penghargan terhadap kebebasan bersama sesama manusia.
e. Rasional
Bagi warga Negara yang demokrat, memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara bebas dan rasional adalah sesuatu yang harus dilakukan karena kalau tidak secara rasional, akan membawa implikasi emosional dan egois.
f. Adil
Sebagai warga Negara yang demokrat, tidak ada tujuan baik yang patut diwujudkan dengan cara-cara yang tidak adil karena hanya dengan keadilan semua tujuan akan tecapai demi kepentingan bersama.
g. Jujur
Memilik sikap dan sifat yang jujur bagi warga Negara merupakan sesuatu yang niscaya, kejujuran merupakan kunci bagi terciptanya keselerasan dan keharmonisan hubungan antar warga Negara dan sifar jujur ini bisa diterapkan dalam segala sektor.
5.Cara Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
Menurut UU No. 12 Tahun 2006

1. Melalui Kelahiran

a. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga Negara Indonesia

b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga Negara asing

c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga Negara asing dan ibu WNI

d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hokum Negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.

e. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya WNI

f. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI

g. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 ( delapan belas ) tahun atau belum kawin

h. Anak yang lahir di wilayah NRI yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya

i. Anak yang baru lahir ditemukan di wilayah NRI selama ayah dan ibunya tidak diketahui

j. Anak yang lahir di wilayah NRI apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya

k. Anak yang dilahirkan diluar wilayah NRI dari seorang ayah dan ibu WNI yang karena ketentuan dari Negara tempat aanak tersebut dilahirkan tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.

l. Anak WNI yang lahir diluar perkawinan yang sah, belum berusia 18 ( delapan belas ) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai WNI

m. Anak WNI yang belum berusia 5 ( lima ) diangkat secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan
penetapan pengadilan tetap diakui sebagai WNI



2. Melalui Pengangkatan

a. diangkat sebagai anak oleh WNI

b. pada waktu pengangkatan itu ia belum berumur 5 tahun

c. pengangkatan anak itu memperoleh penetapan pengadilan



3. Melalui Pewarganegaraan

a. telah berusia 18 tahun atau sudah kawin

b. pada waktu pengajuan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah NRI paling sedikit 5 tahun berturut – turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut – turut.

c. Sehat jasmani dan rohani

d. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar Negara Pancasila dan UUD 1945

e. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun atau lebih

f. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan RI, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda

g. Mempunyai pekerjaan dan/ atau penghasilan tetap

h. Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara

i. Orang asing yang telah berjasa kepada NRI atau karena alas an kepentingan Negara.

4. Melalui perkawinan

a. warga Negara asing yang kawin secara sah dengan WNI

b. menyampaikan pernyataan menjadi warga Negara di hadapan pejabat negara yang berwenang.[9]
6. Hak dan Kewajiban Warga Negara
Dalam pengertian warga Negara secara umum dinyatakan bahwa warga Negara merupakan anggota Negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya, maka adanya hak dan kewajiban warga Negara terhadap negaranya merupakan suatu yang niscaya ada.
Dalam konteks Indonesia, hak dan kewajiban tersebut telah diatur dalam Undang-undang dasar 1945. Di antara hak-hak warga Negara yang dijamin dalam UUD adalah hak asasi manusia yang rumusan lengkapnya tertuang dalam pasal 28 UUD Perubahan kedua.[10]Contohnya hak kebebasan beragama dan beribadat sesuai dengan kepercayaan masing-masing, hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan lain sebagainya. Adapun contoh kewajiban yang paling melekat bagi setiap warga Negara antara lain adalah membayar pajak, membela tanah air (pasal 27), membela pertanahan dan kemanan Negara (pasal 29) dan sebagainya.





















BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Setelah kita mempelajari makalah ini dapat kita simpulkan bahwa kewarganegaraan merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap warga negara.Ini dikarenakan bahwa dengan pemahama kewarganegaraan yang baik maka kehidupan berbangsa dan bernegara akan menjadi tentram dan jelas. Dan kita sebagai warga negara yang bertanggung jawab terhadap masyarakat, bangsa dan negara hendaknya kita berusaha untuk meningkatkan pengamalan prinsip serta nilai-nilai luhur bangsa terutama memahami manusia yang pada dasarnya memiliki harkat dan martabat yang sama sebagai mahluk ciptaan Tuhan,agar tercipta suatu keadilan dalam kehidupan bernegara.
Dengan Metode Dasar tentang Warga Negara dimaksudkan agar kita memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan prilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila, semua itu diperlukan demi tetap utuh & tegaknya NKRI.
Saran
Jadilah Warga Negara Indonesia yang baik. Taat pada hukum dan norma- norma yang berlaku, taat pada pancasila dan taat pada Undang-Undang Dasar 1945.






Daftar Pustaka

                                      
Elly M. Panduan Kuliah Pendidikan pancasila, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2005 hal 69.
http://sopinurwadi.blogspot.com/2011/04/cara-memperoleh-kewarganegaraan-ri.html
Jimly Asshiddiqie.Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta: 2010 . hal. 383
Kansil, Hukum Kewarganegaraan RI, Sinar Grafika, Jakarta : 1992 hhal.115
Kartasa Poetra, Sistematika Hukum Tatanegara, PT Bina Aksara, Jakarta : 1987, hal.217
Moh.Kusnadi dan Harmaily Ibrahim. Pengantar Hukum Tata Negara. Pusat Study Hukum dan CV Sinar Bakti. Jakarta : 1981 hal. 291
Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Moh. Kusnardi S.H & Haramaily Ibrahim S.H, Pusat studi hukum tata negara dan CV “Sinar Bakti”, 1981, Jakarta hal. 297-298
  Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewargaan, Prenada Media, Jakarta : 2003 hal 74











[1] Elly M. Panduan Kuliah Pendidikan pancasila, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2005 hal 69.
[2]  Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewargaan, Prenada Media, Jakarta : 2003 hal 74
[3] Jimly Asshiddiqie.Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta: 2010 . hal. 383
[4] Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Moh. Kusnardi S.H & Haramaily Ibrahim S.H, Pusat studi hukum tata negara dan CV “Sinar Bakti”, 1981, Jakarta hal. 297-298

[5] Moh.Kusnadi dan Harmaily Ibrahim. Pengantar Hukum Tata Negara. Pusat Study Hukum dan CV Sinar Bakti. Jakarta : 1981 hal. 291
[6] Ibid, Pengantar Hukum Tata Negara. Pusat Study Hukum dan CV Sinar Bakti. Jakarta : 1981 hal 7
[7] Kartasa Poetra, Sistematika Hukum Tatanegara, PT Bina Aksara, Jakarta : 1987, hal.217
[8] Kansil, Hukum Kewarganegaraan RI, Sinar Grafika, Jakarta : 1992 hhal.115
[9] http://sopinurwadi.blogspot.com/2011/04/cara-memperoleh-kewarganegaraan-ri.html
[10] http://azmikoesetia.wordpress.com/2010/01/08/konsep-dasar-bagi-ttg-warga-negara/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lafadz ‘amm dan Khash

kaedah ad-dharûrah yuzalu

Dzahir Dalalah dan Khafi Dalalah