Pengantar Ilmu Hukum


PENGANTAR ILMU HUKUM TATA NEGARA

waktu pembentukan negara yang bersangkutan; (iii) The People of the State, yaitu rakyat negara yang bersangkutan; (iv) The Competence of the State as the Material Sphere of Validity of the National Legal Order, misalnyayang berkaitan dengan pengakuan internasional; (v) Conflict of Laws, pertentangan antartata hukum; (vi) The so-called Fundamental Rights and Duties of the States, soal jaminan hak dan kebebasan asasi manusia; dan (vii) The Power of the State, aspek-aspek mengenai kekuasaan negara.7
Negara sebenarnya merupakan konstruksi yang diciptakan oleh umat manusia (human creation) tentang pola hubungan antarmanusia dalam kehidupan bermasyarakat yang diorganisasikan sedemikian rupa untuk maksud memenuhi kepentingan dan mencapai tujuan bersama. Apabila perkumpulan orang bermasyarakat itu diorgani­sasikan untuk mencapai tujuan sebagai satu unit pemerintahan tertentu, maka perkumpulan itu dapat dikatakan diorganisasikan secara politik, dan disebut body politic atau negara (state) sebagai a society politically organized.8

Negara sebagai body politic itu oleh ilmu negara dan ilmu politik sama-sama dijadikan sebagai objek utama kajiannya. Sementara itu, ilmu Hukum Tata Negara mengkaji aspek hukum yang membentuk dan yang dibentuk oleh organisasi negara itu. Ilmu politik melihat negara sebagai a political society dengan memusatkan perhatian pada dua bidang kajian, yaitu teori politik (political theory) dan organisasi politik (political organization). Ilmu politik sebagai bagian dari ilmu sosial lebih memusatkan perhatian pada negara sebagai realitas politik. Seperti dikatakan oleh M.G. Clarke:
"... politics can only be understood through the behaviour of its participants and that this behaviour is determined by 'social forces': social, economic, racial factions, etc".9
Ilmu politik hanya dapat dimengerti melalui perilaku para parti-ipannya yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan sosial, ekonomi,



DISIPLIN ILMU HUKUM TATA NEGARA

kelompok-kelompok rasial, dan sebagainya. Lebih lanjut, Clarke menyatakan bahwa legalisme itu bersifat redundant dalam studi ilmu politik, tetapi the rules of the constitution dan, lebih penting lagi, struktur-struktur institusional pemerintahan negara, bukanlah hal yang relevan untuk dipersoalkan dalam ilmu politik. Struktur kelembagaan negara itu, menurut Clarke, tidak mempunyai pengaruh yang berarti. Oleh karena itu, perilakulah yang menjadi subjek utama dalam ilmu politik.10 Orang boleh menerima begitu saja pendapat Clarke ini dalam kerangka studi ilmu politik, tetapi di lingkungan negara-negara yang sedang berkembang, banyak studi ilmu sosial lainnyayang justru menunjukkan gejalayang sebaliknya, yaitu bahwa peranan institusi kenegaraan itu justru sangat signifikan pengaruhnya terhadap perilaku politik warga masyarakat.

Bagi disiplin ilmu politik, pendapat Clarke itu tidak aneh. Bahkan, Robert Dahl dalam bukunya Preface to Democratic Theory (1956) juga menyatakan bahwa bagi para ilmuwan sosial yang lebih penting adalah social not constitutional.11 Ilmu politik lebih mengutamakan dinamika yang terjadi dalam masyarakat daripada norma-norma yang tertuang dalam konstitusi negara. Hal itu tentunya sangat berbeda dengan kecenderungan yang terdapat dalam ilmu hukum, khususnya ilmu hukum tata negara (constitutional law). Dalam studi ilmu hukum tata negara (the study of the constitution atau constitutional law), yang lebih diutamakan justru adalah norma hukum konstitusi yang biasanya tertuang dalam naskah undang-undang dasar. Di situlah letak perbedaan mendasar antara ilmu Hukum Tata Negara dengan ilmu politik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lafadz ‘amm dan Khash

kaedah ad-dharûrah yuzalu

Dzahir Dalalah dan Khafi Dalalah