Membangun Manusia Baru untuk Dunia Baru
Distingsi
yang dibuat Zygmunt Bauman (1987), yang telah kita singgungpada bab terdahulu
mengenai perubahan peran cendekiawan yakni dari legislator menjadi interpreter
(penerjemah) kembali menjadi relevan di sini. Dalam rencana Myrdal (MyrdaLs1
plan) untuk suatu masyarakat baru yang rasional dan tertata dengan baik,
cendekiawan ahli tidak semata-mata dipandang sebagai interpreter yang
menafsirkan perubahan dan proses sejarah. Ahli, jika bukan cendekiawan,
dipandang sebagai alat intervensi negara, dan karenanya merupakan partisipan
aktif Konsep-konsep dan model-model yang diberikan oleh ilmu pengetahuan sosial
yang baru memungkinkan konseptualisasi pendidikan, ambillah sebagai contoh dari
sudut peranan sosial fungsinya dari sudut masyarakat dan perkembangan sosial.
Dengan pandangan kaum fungsionalis ini, menjadi mungkin upaya untuk memisahkan
komponen-komponen yang ekspresif dan kognitif, ide-ide dan tindakan-tindakan
satu sama lain; membedakan antara "kebutuhan-kebutuhan" masyarakat
dan "keinginan-keinginan" aktor-aktor individual dan untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang kurang dapat dipahami dalam pandangan dunia klasik,
serta teori pendidikan yangberorientasi individual. Diwarisi melalui
"Pencerahan", teori pendidikan klasik memusatkan dirinya pada
perkembangan individual, bukan pada "tujuan-tujuan" pendidikan
sosial. Maka, persoalan pendidikan modern menurut Myrdal adalah, "jenis
manusia seperti apa yang dibutuhkan masyarakat modern, yang harus disiapkan
oleh sistem sekolah?" Selanjutnya, dengan kerangka konseptual merekayang
baru, mereka dapat mempertanyakan jenis manusia seperti apa yang sedang
disiapkan oleh sistem persekolahan sekarang ini? Terhadap pertanyaan ini, mereka
memberikan jawaban gamblang: "kepribadian yang patuh, taat, feodal yang
tidak berperasaan, kapitalis yang egois, yakni tipe-tipe kepribadian yang hanya
cocok untuk mentransendensi kondisi-kondisi sosial" (Myrdal 1934: 261-262).
Manusia baru yang harus
dibentuk oleh sistem sekolah yang telah direnovasi adalah: "kepribadian
yang tegas dan cocok untuk zaman kita: manusia dengan kapasitas baik otonomi individu —
bukan kepribadian feodal yang hanya bisa patuh dan taat — maupun kepribadian
yang dapat bekerja sama — berlawanan dengan kepribadian kapitalis yang hanya
mementingkan diri sendiri" (263). Ini sudah dan sedang terjadi, dan telah
menandai "berakhirnya suatu era", Yang dibutuhkan sekarang adalah
artikulasinya. Di sini, ahli yang mendasarkan dirinya pada ilmu pengetahuan
sosial, lalu memiliki tugas tambahan yakni menjelaskan secara intelektual apa
yang benar-benar terjadi dalam realitas, dan sebagai pendidik profesional
menciptakan kondisi-kondisi bagi munculnya tipe kepribadian baru melalui
sistero persekolahan.
Hubungan
antara model kepribadian baru dan ekonomi sosialis masa depan dengan jelas
diuraikan dalam program Myrdal: "Produksi sosialis tidak saja berarti
ekonomi terencana dan tersentralisasi, terkendali secara demokratis, tetapi
juga terkoordinasi secara merata. Faktor psikologi sosial yang hendak dibangun
di atasnya disebut sosialisasi, sosialisasi untuk kerja sama" (263). Dalam
apa yang dapat disebut cara berpikir fungsionalis-sosialis,
"keluarga" bisa dikonsepkan sebagai objek analisis ilmiah, sebagai
suatu "lembaga" dengan tujuan yang dapat dirasionalisasikan. Di sini,
kita dapat menggolongkan rasionalisasi seperti itu atas dua tingkat: yang
pertama sebagai suatu proses kognitif yang melepaskan dan mengidentiflkasikan
proses-proses sosial dari konteks "tindakan"nya yang penuh makna, dan
yang kedua sebagai suatu proses historis yang lebih luas, dalam mana
proses-proses kognitif itu sendiri menjadi bagian dari pandangan-pandangan
dunia, sistem-sistem makna dan kerangka untuk bertindak. Dalam arti yang
disebut terakhir itulah, menjadi mungkin bagi kita untuk berbicara tentang para
cendekiawan yang bukan saja sebagai teoritisi yang bekerja dengan ide-ide dan
penyebarannya, melainkan juga sebagai aktor-aktor yang secara sadar atau tidak
mengidentifikasi kepentingan-kepentingannya. Seperti halnya dengan sistem
persekolahan, perlu menjernih-kan beberapa keyakinan tradisional mengenai
asal-usul keluarga, strukturnya, serta fungsinya. Keyakinan-keyakinan irasional
masih belum terhapus seluruhnya oleh industrialisasi, meskipun ada beberapa
yang telah luntur. Dengan demikian, suami istri Myrdal merasaperlu menekankan
bahwa struktur keluarga serta nilai-nilai moral dan etika merupakan suatu
fungsi perkembangan sosial: produk mengenai perlunya penyesuaian
lembaga-lembaga guna mengubah alat-alat produksi, bukan sebaliknya. Bukan
pertama-tama nilai-nilai etika dan moral, "pada kenyataannya justru
kebalikannya, lembaga-lembaga secara sosial adalah primer, dan individu harus
menyesuaikan diri terhadapnya" (288). Kemudian, lembaga-lembaga itu
sendiri merupakan produk perkembangan sejarah, diukur dari perubahan-perubahan
dalam proses produksi. Mereka menulis:
Yang disebut
"disintegrasi moral" sekarang ini (perubahan sikap mengenai
perkawinan, seksualitas, dan kehidupan keluarga) dan diskusi populer yang
ditimbulkannya, hanya merefleksikan transformasi sosiologis di dalam struktur
keluarga sebagai sebuah lembaga. Transformasi itu didorong oleh
perubahan-perubahan fundamental dalam teknik-teknik produksi dan karena itu
berada pada kondisi-kondisi dasar kehidupan manusiawi. Perspektif yang lebih
dalam dan juga lebih benar secara ilmiah mengenai fenomena seperti itu
diperoleh, bila seseorang meninggalkan pandangan bahwa keluarga adalah ciptaan
Tuhan, atau sesuatu yang secara bebas dipilih oleh manusia, dan menerima sudut
pandang sosiologis, di mana bentuk keluarga dilihat sebagai suatu bentuk
komunitas manusia yang sedikit banyak secara berhasil menyesuaikan dirinya pada
kondisi-kondisi sosial dan ekonomi. (287).
Keluarga dapat
digambarkan sebagai sarana adaptasi terhadap kondisi-kondisi eksternal sosial
dan ekonomi, dan pada dirinya sendiri bukan tujuan atau produk relasi-relasi sosial yang
normatif Adalah para ahli, dengan bantuan ilmu sosial, yang mengung-kapkan
kebenaran ini yakni arti ilmiah kehidupan keluarga; adalah para ahli, dalam
peranannya sebagai profesional, yang seharusnya mengkondisikan tidak saja
pemahaman yang benar tetapi juga realisasinya. Adalah jalan pintas berpendapat
bahwa keluarga adalah salah satu faktor bawah sadar penyesuaian sosial,
terhadap pendapat bahwa penyesuaian itu sendiri dapat secara sadar diberi arah.
Justru inilah langkah yang siap diambil oleh suami istri Myrdal.
Setelah
menempatkan tiga tahap dan tiga struktur keluarga yang saling berhubungan dalam
perkembangan historis masyarakat Swedia — keluarga yang bersifat patriakal
dari masyarakat petani; keluarga-keluarga yang separuh patriakal, tidak
terorganisir serta individualistis pada awal era industrialisasi; dan keluarga
modern — pasangan suami istri Myrdal meneruskan argumentasi mereka bahwa pada
akhirnya yang ditemukan seperti yang sekarang ini hadir, adalah irasional dan
inefisien. Dalam kedudukannya, suatu organisasi keluarga yang lebih rasional,
yang dirancang dengan bantuan pengetahuan ahli yangpaham sosialisasi,
seharusnya direncanakan guna membantu menggantikan tempat "penggemar dengan
keahlian" sekarang. Dengan bantuan kaum fungsionalis ilmu sosial baru,
publikasi dan politisasi oleh para cendekiawan ahli seperti Myrdal dan
istrinya, keluarga menjadi suatu objek penelitian ilmiah dan juga objek
administrasi.
Seperti
halnya tradisi-tradisi cendekiawan yang telah dibahas, relasi dengan publik
begitu sentral untuk konseptualisasinya. Dalam konteks Swedia, dengan penduduk
negara yang semakin membesar dan cendekiawan dalam bidang kebudayaan yang juga
meningkat jumlahnya, maka publik dipandang sebagai sumber legitimasi bagi
kebijakan publik sekaliglfk|>enei ima kebijakan itu. Dalam peran sebagai agitator,
cendekiawan ahli memobilisasi publik dalam mendukung kebijakan dan, dalam
perannya sebagai ahli, menelitinya. Gunnar Myrdal meyakini bahwa dalam
masyarakat demokratis yang modern, cendekiawan dihadapkan bukan saja dengan
tugas menilai rekomendasi mengenai kebijakan tetapi juga melakukan penilaian
atas sikap pelbagai kelompok kepentingan yang membentuk publik modern itu
sendiri. Jadi, ahli itu bukan saja harus siap untuk meyakinkan para politisi
kepada siapa rekomendasi itu ditujukan, melainkan juga meyakinkan para aktor,
publik dan kepada siapa kebijakan diberlakukan.
Para
cendekiawan ahli seperti suami istri Myrdal merasionali sasikan cendekiawan
dalam arti bahwa mereka membanti membuka pandangan-pandangan baru untuk
pengambila keputusan yang rasional. Mereka menerapkan pengetahuan ahl yang
diturunkan dari teori-teori ilmiah baru sampai kepad' masalah-masalah sosial
konkret di tengah masyarakat, ke dala perumusan kebijakan karena keduanya
adalah penasihat bag kalangan pemerintah. Dalam pandangan mereka, masyaraka
modern telah menciptakan kondisi-kondisi di dalam manapubli sebagai
penerima-penerima kebijakan negara, dan juga, sebaga legitimatornya, dapat
dibagi dan diidentifikasi menuru kepentingan-kepentingannya yang terkait dengan
alat-ala produksi, misalnya kelas-kelas sosial yang aspirasinya disalurka
melalui partai-partai politik. Pada puncak partai-partai it bercokol para
pemimpin yang menggantungkan pengetahuanny mengenai publik yang mereka wakili
pada informasi-informas yang disuarakan melalui ilmu-ilmu sosial dan para
ahlinya. Ata dasar pengetahuan para pakar itulah, pemerintah bertindak.
Dengan
memakai bahasa ilmu pengetahuan modern, par cendekiawan baru ini mampu
menggambarkan bentuk-bentu kehidupan dalam istilah-istilah yang bebas nilai dan
universal Mereka
dapat menggambarkan proses-proses sosial sebagai "fungsi-fungsi", di mana
hanya hal-hal khas yang berbeda secara kultural. Pada saat yang sama, konsep
mereka yang diinspii asikan oleh sosialisme mengenai rasionalitas melalui
sejarah memungkinkan terbentuknyakeputusan-keputusan normatif dari sudut
keberhasilan relatif kebiasaan-kebiasaan sosial mapan dalam mencapai
fungsi-fungsi yang harus mereka lakukan. Dalam peran gabungan mereka sebagai
ahli, agitator, dan pemimpin politik, mereka dapat menjadi penengah antara
kepentingan-kepentingan publik yang mereka wakili, yang mereka bantu
mengumpialkari dan merekonstruksi dengan kebijakanrkebijakan politik yang
dirancangnya.
John
Maynard Keynes di Inggris, Walter Lippmann di Amerika Serikat dan suami istri
Gunnar dan Alva Myrdal di Swedia semuanya memainkan peranan yang sangat menentukan
dalam membangun suatu peran baru cendekiawan, peran sebagai (endekiawan ahli
yang diletakkan atas dasar relasi baru antara cendekiawan dan negara. Tujuan
bab ini adalah mengilustrasikan saling pengaruh di antara konteks dan tradisi
dalam proses itu. Tentu saja banyak contoh lain yang bisa dikemukakan, karena
peran cendekiawan demikian sentral dalam memfungsikan masyarakat modern dan
pemahaman kita mengenai istilah cendekiawan itu sendiri. Bab berikut
akan mengikuti pola yang sama, dengan contoh-contoh yang diambil dari periode
sejarah yang lebih kemudian,dan dengan demikian konteksnya pun berbeda.
Komentar
Posting Komentar