Memahami Kebudayaan




Memahami Kebudayaan

Kebudayaan = cultuur (bahasa Belanda), culture (bahasa Inggris) berasal dari bahasa Latin colere yang berarti' mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembang-kan5 terutama mengolah tanah atau bertani. Bertolak dari arti tersebut, kemudian kata culture ini berkembang pengertiannya menjadi "segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam" (Widagdho, 1991: 18).

Kata "kebudayaan" berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian "ke-budaya-an" dapat diartikan sebagai "hal-hal yang bersangkutan dengan akal". Ada sarjana lain yang mengupas kata "budaya" sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk "budi-daya", yang berarti daya dari budi. Karena itu, mereka membedakan pengertian "budaya" dengan kebudayaan. Budaya adalah "daya dari budi" yang berupa cipta, karsa, dan rasa, sedangkan "kebudayaan" adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu (Koentjoroningrat, 1981: 181).

Sementara itu, A.L. Krober dan C. Kluchohn dalam bukunya yangberjudul Culture, A Critical Review of Concept and Defi­nition (1952) pemah mengumpulkan definisi tentang kebudayaan tersebut kurang lebih ada 160 macam defmisi.
Berbagai definisi itu, antara lain:

1.    E.B. Tylor dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture mengatakannya bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks, di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.
2.    R. Linton dalam bukunya yang berjudul the Cultural Back­ground of personality menyatakan, bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku dan hasil laku, yang unsur-unsur pcmbentukannya didukung serta diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu.
3.    C. Klukhohn dan W.H. Kelly mencoba merumuskan definisi kebudayaan sebagai hasil tanya jawab dengan para ahli antro-pologi, sejarah, hukum, psikologi yang implisit, eksplisit, rasional, irasional terdapat pada setiap waktu sebagai pedo-man yang potensial bagi tingkah laku manusia.
4.    Melville J, Herskovits mendefmisikan kebudayaan sebagai bagian dari lingkungan buatan manusia {Man made part of the environmeri).
5.    Dawson dalam buku Age of The Gods mengatakan bahwa kebudayaan adalah cara hidup bersama {culture is common way of life).
6.    J.P.H. Dryvendak mengatakan bahwa kebudayaan adalah kumpulan dari cetusan jiwa manusia sebagai yang beraneka ragam berlaku dalam suatu masyarakat tertentu.
7.    Ralph Linton memberikan definisi bahwa kebudayaan itu adalah sifat sosial manusia yang turun-temurun {Man (s social heredity).
X. Prof. Dr. Koentjoroningrat mengatakan bahwa kebudayaan itu adalah keseluruhan kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang diatur oleh tata kelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar, dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
() Sultan Takdir Alisyahbana mengatakan kebudayaan adalah manisfestasi dari cara berpikir.
Defmisi-defmisi di atas kelihatannya berbeda-beda, namun semuanya berprinsip sama yaitu mengakui adanya ciptaan ma­nusia, meliputi perilaku dan hasil kelakuan manusia, yang diatur oleh tatakelakuan dan diperoleh dengan belajar yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Sementara itu, di dalam masyarakat kebudayaan sering diartikan sebagai the general body of the art, yang meliputi seni sastra, seni musik, seni pahat, seni rupa, pengetahuan filsafat, atau bagian-bagian yang indah dari kehidupan manusia. Kesimpulannya bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup (Widagdho, 1991: 19-20).
Pengertian kebudayaan tersebut dapat pula diartikan men-cakup segala ciptaan dan tatanan perilaku manusia, baik yang indah (menurut kita) maupun yang tidak indah, yang serba adab (menurut penilaian kita) maupun yang tidak. Budaya ini bisa diikuti secara menyeluruh oleh warga masyarakat {universe), atau mungkin hanya oleh suatu kelompok secara khusus {speciality). Adapunpewarisannya dapat berlangsung melalui suatu transmisi sosial yang disebut "proses belajar-mengajar", sedangkan pe-rawatannya berlangsung melalui proses penciptaan (termasuk: improvisasi dan revisi-revisi). Proses belajar-mengajar adalah suatu proses exterogestation yaitu proses penjadian/penumbuhan anak di luar kandungannya. Sedangkan, proses pewarisan pola perilaku instingtifnya adalah suatu proses uterogestation (ban-dingkan dengan L. Dyson, 1991: 23-24).
Secara antropologis setiap kebudayaan atau sistem sosial adalah baik bagi masyarakatnya, selama kebudayaan atau sistem tertentu dapat menunjang kelangsungan hidup masyarakat yang bersangkutan. Karenanya sistem masyarakat yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipertanyakan manakah yang lebih baik. Kebudayaan merupakan penjilmaan manusia dalam menghadapi waktu, peluang, kesinambungan dan perubahan yakni sejarah (Sujatmoko, 1983: 20). Dengan demikian, dalam kondisi sosia! budaya yang berbeda maka akan berlainan pula bentuk manifes-tasinya. Meski begitu, hahekat yang melandasi sistem sosial budaya tetap sama dalam berbagai bentuk manifestasi terebut Karena kebudayaan itu sendiri merupakan perwujudan dari budi, yang berupa cipta, karsa dan rasa. Cipta adalah kerinduan ma­nusia untuk mengetahui rahasia segala hal yang ada dalam pe-ngalamannya, yang meliputi pengalaman lahir dan batin. Hasil cipta tersebut berupa berbagai ilmu pengetahuan. Karsa me­rupakan kerinduan manusia untuk menginsyafi tentang "sangkan paran"; dari mana manusia itu sebelum lahir (sangkan), dan ke mana manusia sesudah mati (paran). Rasa adalah kerinduan ma­nusia akan keindahan, sehingga menimbulkan dorongan untuk menikmati keindahan. Manusia merindukan keindahan dan me-nolak keburukan/kejelekan. Buah perkembangan rasa ini terjilma dalam bentuk berbagai norma keindahan yang kemudian meng-hasilkan berbagai macam kesenian (Djojodiguno, 1958).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kaedah ad-dharûrah yuzalu

Lafadz ‘amm dan Khash

Dzahir Dalalah dan Khafi Dalalah