Makalah Filsafat Patristik


BAB I
PENDAHULUAN

Latar belakang

Dalam menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusiasenatiasa terkagum atas apa yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah iatidak ditipu oleh panca-inderanya, dan mulai menyadari keterbatasannya.Dalam situasi itu banyak yang berpaling kepada agama atau kepercayaan Ilahiah.Tetapi sudah sejak awal sejarah, ternyata sikap iman penuh taqwa itu tidak menahan manusia menggunakan akal budi dan fikirannya untuk mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala kenyataan (realitas)itu. Proses itu mencari tahu itu menghasilkan kesadaran, yang disebut pencerahan. Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis dankoheren, dan cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan.Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang;
(1) disusun metodis, sistematis dan koheren (“bertalian”) tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan (realitas), dan yang
(2) dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang(pengetahuan) tersebut.Makin ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang khusus dari kenyataan (realitas), makin nyatalah tuntutan untuk mencaritahu tentang seluruh kenyataan (realitas)
Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita sebut sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lain sebagainya, umat manusia lebih dulu memfikirkan dengan bertanya tentang berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kitasebut sebagai sebuah jawaban filsafati. Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yang merupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang adasejauh mungkin bagi manusia . Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran (Al-Kindi, 801 – 873 M). Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang bertanya. Obyek materinya semua yang ada. Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada sampai akhirnya menemukan kebijaksanaan universal.Sonny Keraf dan Mikhael Dua mengartikan ilmu filsafat sebagai ilmu tentang bertanya atau berpikir tentang segala sesuatu (apa saja dan bahkan tentang pemikiran itu sendiri) dari segala sudut pandang.Meski bagaimanapun banyaknya gambaran yang kita dapatkantentang filsafat, sebenarnya masih sulit untuk mendefinisikan secarakonkret apa itu filsafat dan apa kriteria suatu pemikiran hingga kita bisamemvonisnya, karena filsafat bukanlah sebuah disiplin ilmu. Sebagaimana definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat pun takkan pernah habis untuk dikupas. Tapi justru karena itulah mengapa fisafat begitu layak untuk dikaji demi mencari serta memaknai segala esensi kehidupan.



BAB II
Pembahasan

A. ZamanPatristik

       Istilah Patristik berasal dari kata latin patres yang berarti Bapak dalam lingkungan gereja. Bapak yang mengacu pada pujangga Kristen, mencari jalan menuju teologi Kristiani, melalui peletakan dasar intelektual untuk agama kristen. Didunia Barat agama Katolik mulai tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, manusia dan dunia, dan etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkanya maka mereka menggukanakan filsafat Yunani dan memperkembangkanya lebih lanjut, khususnya mengenai soal-soal yang berhubungan dengan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat Tuhan. Yang terkenal Tertulianus (160-222), Origenes (185-254), Agustinus (354-430), yang sangat besar pengaruhnya (De Civitate Dei).. Berdasarkan ajaran Neo-Plaonisi da Stoa, ajarannya meliputi pengetahuan, tata dalam alam. Bukti adanya Tuhan, tentang manusia, jiwa, etika, masyarakat dan sejarah.[1]

       Periode ini ditandai dengan oleh Bapak-bapak Gereja (patristik) yang dimulai dengan tampilnya apologet para pengarang Gereja. Para Apologet memiliki tugas utama menjawabi berbagai persoalan dan keberatan mengenai ajaran-ajaran iman Gereja terhadap berbagai ajaran atau paham-paham filosofis yang mengancam ajaran keimanan yang benar. Para pengarang Gereja adalah orang-orang yang menulis buku dan karangan-karangan tentang berbagai ajaran Gereja secara menyeluruh dan mendalam dibandingkan dengan tulisan-tulisan sebelumnya. Mereka-mereka itu adalah Clemens dari Alexandria (150-219 M) dan Origenes (185-254 M). Kemudian tampil juga para pujangga Gereja (325-500 M) yang membaktikan jasa mereka bagi Gereja dan ajaran Kristen. Satu Athanasius, Gregorius dan Naziaza, Basilius, Gregorius dari Nyssa, dan Sirilus dari Alexandria adalah para pujangga Gereja dari tradisi Yunani dan menggunakan Bahasa Yunani, sedangkan Ambrosius dan Agustinus termasuk dalam tradisi Latin yang menggunakan bahasa Latin. Ajaran-ajaran mereka, terutama ajaran Agustinus, berkembang sangat luas dan sangat berpengaruh dalam diri para filosuf abad pertengahan. Masa Agustinus (354-430 M) sampai 1000 M dikenal dalam sejarah filsafat sebagai periode transisi, da para filsuf yang terkelompok dalam periode ini adalah Agustinus sendiri, Boethius (480-525 M) danJohnScotusEriugena(lahir800M)[2]

B. KedudukanFlsafatpadaZamanPatristik

       Filsafat pada zaman ini berlangsung pada abad pertengahan tepatnya pada tahun 100-700[3]. Namun, pada sumber lain ada juga yang menyebutkan bahwa Filsafat Abad Pertengahan dimulai sejak Plotinus. Pada Plotinus (lahir 204 M). Karena filsafat ini berlangsung pada Abad pertengahan maka sangat erat kaitannya dengan filsafat pada abad pertengahan terutama terhadap tokoh-tokoh filsafat pada abad pertengahan yakni Tertalius(160-222),Origenes(185-254),Agustinus(354-430).

       Dunia Barat agama Katolik mulai tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, manusia dan dunia, beserta etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkannya maka mereka menggunakan Filsafat Yunani dan memperkembangkannya lebih lanjut, khususnya mengenai soal-soal tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifattentangTuhan[4]

       Akal pada Abad Pertengahan ini benar-benar kalah. Hal itu kelihatan jelas pada Filsafat Plotinus., Agustinus, Anselmus. Pada Aquinas penghargaan terhadap akal muncul kembali, dan kerena itu filsafatnya mendapat kritikan. Sebagaimana telah dikatakan, Abad Pertengahan merupakan dominasi akal yang hamper seratus persen pada Zaman Yunani sebelumnya, terutama pada Zaman Sofis.

       Pemasungan akal dengan jelas terlihat pada pemikiran Plotinus. Ia mengatakan bahwa Tuhan bukan untuk dipahami melainkan untuk dirasakan. Oleh karena itu tujuan dari filsafat adalah bersatu dengan Tuhan. Jadi dalam hidup ini rasa itulah satu-satunya yang dituntun oleh Kitab Suci, pedoman hidup manusia. Filsafat rasional dan sains tidak penting; mempelajarinya merupakan usaha mubadzir, menghabiskan waktu secara sia-sia. Karena Simplicius salah seorang pemikir zaman Plotinus, telah menutup sama sekaliruang gerak filsafat rasional, iman telah menang mutlak. Karena iman harus menang mutlak orang-orang yang masiih menghidupkan filsafat (akanl) harus dimusuhi. Maka pada Tahun 415 Hypatia, seorang yang terpelajar ahli filsafat pada zaman Aristoteles, dibunuh. Tahun 529 Kaisar Justianus mengeluarkan Undang-UndangyangmelarangFilsafat.

        Agustinus mengganti akal dengan iman, potensi manusia yang diakui pada zaman Yunani diganti dengan kauasa Allah. Ia mengatakan bahwa kita tidak perlu dipimpin oleh pendapat bahwa kebenaran itu relatif. Kebenaran itu mutlak yaitu ajaran agama. Moral berpuncak pada dosa Adam, kehidupan pertapa adalah kehidupan terbaik. Hati memerlukan kehidupan demikian. Ia juga mengatakan bahwa mempelajari hukum alam adalah mubadzir, memboroskan waktu. Ia berkutat bahwa bumi adalah pusat jagat raya. Intelektualisme tidak penting, yang penting adalah cinta kepada Tuhan. Tidak perlu dipikir, tanya diri anda, siap pencipta alam ini. Untuk itu hati bersih, harus hidup. Maka kehidupan berbujang adalah kehidupan terpuji. Manusia dilarang mempelajari Astronomi. Mempelajari Anatomi menjadikan manusia materialistis. Filsafat dan Sains jangan disentuh. Akal mati, hati menang.

       Ciri khas Filsafat Abad pertengahan terletak pada rumusan terkenal yang dikemukakan oleh Saint Anselmus, yaitu Credo Ut Intelligam, yang berarti iman terlebih dahulu setelah itu mengerti. Imanilah terlebih dahulu, misalnya, bahwa dosa warisan itu ada, setelah itu susunlah argumen untuk memahaminya. Mungkin juga utnuk meneguhkan keimanan itu. Didalam pengertian itu tersimpalah pengertian bahwa seseoang tidak boleh mengerti atau paham terlebih dahulu, dan karena memahaminya lantas ia mengimaninya. Ini iman secara rasional. Dalam ungkapan ini orang beriman bukan karena ia mengerti bahwa itu harus diimaninya, melainkan orangmengertikalauiamengimaninya.

        Sifat ini berlawanan dengan sifat Filsafat Rasional. Dalam Filsafat Rasioanl pengertian itulah yang didahulukan, setelah dia mengerti barulah mungkin ia diterima dan kalau mau diimani. Mengikuti inilah maka Filsafat Abad Pertengahan terletak pada ungkapan itu. Apakah kaidah ini (iman agar mengerti) dapat dianggap sebagai rumus filsafat yang dianggap umum? Jawaban yang jelas atas pertanyaan ini sulit dikemukakan. Yang dapat dikemukakan adalah bahwa kaidah ini kurang dianut, juga dalam Filsafat Islam. Contoh yang menonjol dalam Filsafat Islam adalah Al-Ghazali. Didalam perbandingan ini kita seakan menemukan keganjilan. Mengapa penerapak kaidah itu dalam Kristen menimbulkan akibat Sains dan Filsafat terhadap perkembangannya, tetapi penerapak rumus ini dalam perkembangan pemikiran Islam tidak menyebabkan tersendatnya perkembangan filsafat dan sains dalam Islam.

             Kelemahan  dalam Filsafat Kristen pada Abad Pertengahan adalah sifatnya yang terlalu yakin terhadap penafsiran teks kitab suci. Penafsiran sebanarnya tidak lebih berarti daripada sekedar filsafat juga. Jadi penafsiran pada dasarnya bersifat relatif kebenarannya, tidak absolut. Karena filosof pada zaman itu rata-rata menjabat sebagai orang suci (Saint), makafilsafat mereka menempati pengertian agama yang absolut dalam dirinya. Iinilah barangkali yang menjadikan tekanan-tekanan psikoloogis maupun fisis terhadap tokoh lain yang pemikirannya berbeda dengan pemikiran Filosof Gereja. Pada Abad Pertengahan itu Agama Kristen boleh dikatakan bukan lagi kitab suci, malainkan penafsiran kitab suci oleh para Saint tersebut. Berbedanya pemikiran Copernicus dengan Galileo dengan pemikira tokoh-tokoh Gerejatelah menyebabkan kedua tokoh tersebut dihukum. Sebenarnya pendapat kedua ilmuwan tersebut tidak berlawanan dengan kitab Suci, melainkan berbeda dengan pendapat Tokoh Gereja yang mengatasnamakan Kitab Suci, berarti Kitab Suci itu salah karena bukti-bukti menunjukkan bahwa kedua Ilmuwan itulah yang benar.

      
 

C.  Tokoh-Tokoh Filsafat Pada Zaman Patristik dan Peranannya

1.Augustinus(354-430)

Augustinus lahir di Tagasta, Numidia (sekarang Algeria). Pada 13 Nopember 354. Tatkala berumur sebelas tahun ia dikirim kesekolah Madaurus. Lingkungan itu telah mempengaruhi perkembangan moral dan agamanya. Tahun 369-370 dihabiskannya dirumah sebagai penganggur, tetapi suatu bacaan tentang Cicero pada bukunyaHortensius,telahmembimbingnyakefilsafat.

       Pada Tahun 388 ia mengabdikan seluruh dirinya kepada Tuhan dan melayani pengikut-pengikutnya, kemudian ia menjual seluruh warisan dan uang hasil penjualannya tersebut dikasihkan kepada fakir-miskin. Pada tahun 395-396 ia ditahbiskan menjadi seorang Uskup di Hippo. Tahun terakhir hidup-hidupnya adalah tahun-tahun peperangan bagi imperium Romawi. Pada bulan 28 Agustus 430 ia meninggal dunia dalam kesucian dan kemiskinan yang memang sudah lama dijalaninya.

       Filsafat Augustinus merupakan sumber atau reformasi yang dilakukan oleh Protestan, khususnya kepada Luther, Zwingli, dan Calvin. Kutukannya kepada seks, pujianya kepada kehidupa pertapa, pandangannya tentang dosa asal, semuanya ini merupakan faktor yang memberikan kondisi untuk wujud pandangan-pandangan AbadPertengahan.

        Filsafatnya tentang sejarah berpengaruh terhadap gerakan-gerakan agama dan pada pemikiran sekular. Dalam pertarungan berbagai ideologi politik sekarang, ada kesamaan dalam keabsolutan, dalam dogmatisme, dan juga dalam fanatisme. Paham toesentris pada Augustinus menghasilkan suatu revolusi dalam pemikiran orang Barat. Anggapannya yang meremehkan kepentingan duniawi, kebenciannya terhadap teori-teori kealaman, imannya kepada Tuhan tetap merupakan bagaian peradaban modern. Sejak zaman Augustinuslah orang Barat lebih memiliki sifat introspektif.

       
2.Anselmus(1033-1109)

       Dalam membicarakan Filsafat Abad Pertengahan St. Anselmus tidak dapat dilewatkan begitu saja. Tokoh inilah yang mengeluarkan Credo Ut Intelligam yang dapat dianggap merupakan cirri utama Filsafat pada Abad Pertengahan. Ia berasal dari Bangsawan di Aosta, Italia. Seluruh kehidupannya penuhi oleh kepatuhannya kepada Gereja. Tahun 1093 ia menjadi Uskup Agung Canterbury. Dalam dirinya mengalir arus Mistisime, dan iman merupakan masalah utama baginya. Ada tiga karyanya yaitu Monologium yang membicarakan keadaan Tuhan, Proslogium yang berisi tentang dalil-dalil adanya Tuhan, dan Cur Deus Homo yang berisi ajarannya tentang tobat dan petunjukmengenaipenyelamatanmelaluiKristus.

       Credo Ut Intelligam menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman daripada akal. Arti ungkapan itu adalah Percaya baru mengerti; secara lebih sederhana percayalah telebih dahulu supaya mengerti. Ia mengatakan bahwa wahyu diterima terlebih dahulu sebelum kita mulai berfikir. Jadi akal hanyalah sebagai pembantu wahyu.PengaruhPlatobesar terhadap pemikirannya.

       Ia berpendapat semua makhluk memiliki sejumlah kebaikan itu menunjukkan adanya kebaikan Mahatinggi yang disana semua makhluk berpartisipasi. Tuhan itu kebesarannya tidak terpikirkan (kebesarannya Mahabesar). Itu tidak mungkin hanya ada dalam pikiran. Ia juga ada dalam kenyataan (jadi benar-benar diluar pikiran). Tuhan Mahabesar ada dalam pikiran dan ada juga diluar pikiran. Secara kasar argument ini mengajarkan bahwa apa yang dipikirkan, berarti objek ini benar-benar ada tidak mungkin ada sesuatu yang hanya ada didalam pikiran, tetapi diluar pikiran objekitutidakada.

       Tentang penyelamatan, ajarannya sama dengan Filsuf Abad Pertengahan lainnya:manusia celaka karena jatuhnya Adam, jatuhnya Adam memang karena dikehendaki oleh Tuhan, penyelamatan hanya diperoleh melalui Kristus.

3.ThomasAquinas(1225-1274M)

       Ia lahir di Roccasecca, Italia, pada tahun 1225 dari keluarga Bangsawan baik Bapakanya maupun Ibunya. Melalui Gurunya, Albertinus Magnus, Aquinas belajar tentang alam, ia berfilsafat lebih empiris daripada orang-orang yang diikutinya. Dikatakan demikian karena ia lebih banyak menggunakan observasi terhadap alam dalam menopang argument-argumennya. Sekalipun demikian, kita tidak dapat mengatakan bahwa Aquinas menganggap bahwa penjelasan Naturalis lebih tinggi dari pada atau setingkat dengan penjelasan Metafisika. Dalam hal Kosmologi ia masih menganutHipotesisGeosentris.[5]

       Dalam seluruh teorinya mengenai pengetahuan, Aquinas dibimbing oleh pandangannya bahwa pikir (reson)dan iman adalah tidak bertentangan. Akan tetapi, dimana batas kedua-duanya? Menurut pendapatnya, semua objek yang tidak dapat diindera tidak akan dapat diketahui secara pasti oleh akal. Oleh karena itu, kebenaran ajaran Tuhan tidak mungkin dapat diketahui dan diukur dengan akal. Kebenaran ajaran  Tuhan diterima dengan iman. Sesuatu yang tidak dapat diteliti dengan akal adalah objek iman. Pengetahuan yang diterima atas dasar iman tidaklah lebih rendah daripada pengetahuan yang diperoleh dengan akal. Paling tidak, kebenaran yang diterima oleh akal tidak akan bertentangan dengan ajaran wahyu.[6]
























BAB III
Penutup

Kesimpulan
Istilah Patristik berasal dari kata latin patres yang berarti Bapak dalam lingkungan gereja. Bapak yang mengacu pada pujangga Kristen, mencari jalan menuju teologi Kristiani, melalui peletakan dasar intelektual untuk agama kristen.
       Dunia Barat agama Katolik mulai tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, manusia dan dunia, beserta etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkannya maka mereka menggunakan Filsafat Yunani dan memperkembangkannya lebih lanjut, khususnya mengenai soal-soal tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifattentangTuhan

Tokoh-Tokoh Filsafat Pada Zaman Patristik dan Peranannya

1.Augustinus(354-430)
 
2.Anselmus(1033-1109)

3.ThomasAquinas(1225-1274M)











Daftar Pustaka

-Drs.Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003)
-Dr.Kondrad Kebug, Filsafat Itu Indah (Jakarta: Pusatakaraya, 2008)
-Drs.Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat (Jakarta: PT Bumi Aksara 2003)
-Prof. DR. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandunh: PT Remaja Rosakarya, 2008)






[1] Drs. Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), 191
[2] Dr. Kondrad Kebug, Filsafat Itu Indah (Jakarta: Pusatakaraya, 2008), 180.
[3] Prof. DR. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandunh: PT Remaja Rosakarya, 2008), 66.
[4] Ibid
[5] Prof. DR. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandung: PT Remaja Rosakarya, 2008), 105.
[6] Ibid

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kaedah ad-dharûrah yuzalu

Lafadz ‘amm dan Khash

Ketersambungan Sanad