Good Governance dan Bebas Korupsi
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pada dekade awal abad ke-21, Bangsa Indonesia menghadapi gelombang
besar pada masa reformasi berupa meningkatnya tuntutan demokratisasi,
desentralisasi, dan globalisasi. Sekalipun keadaan serupa pernah terjadi pada
beberapa kurun waktu yang Ialu/ namun tuntutan saat ini
mangandung nuansa yang berbeda sesuai dengan kemajuan zaman.
Globalisasi yang menyentuh berbagai bidang kehidupan di seluruh
wilayah pemerintahan negara menuntut reformasi sistem perekonomian dan
pemerintahan, termasuk birokrasinya, sehingga memungkinkan interaksi
perekonomian antar daerah dan antarbangsa berlangsung lebih efisien. Kunci
keberhasilan pembangunan perekonomian adalah daya saing, dan kunci dari daya
saing adalah efisiensi proses pelayanan, serta mutu ketepatan dan kepastian
kebijakan publik
Kunci keberhasilan pembangunan perekonomian adalah daya saing dan
kunci dari daya saing adalah efisiensi proses pelayanan, mutu, dan kepastian
kebijakan publik.
Dalam upaya menghadapi tantangan tersebut, salah satu prasyarat
yang perlu dikembangkan adalah komitmen yang tsnggi untuk menerapkan nilai
luhur dan prinsip tata kelola (good governance) dalam mewujudkan
cita-cita dan tujuan negara, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
United
Nations Development Program (UNDP) dalam dokumen ke-bijakannya yang berjudul "Governance
for Sustainable Human Development" (1977), mendefinisikan
kepemerintahan (governance) sebagai berikut: "Governance is the
exercise of economic, political, and administrative authority to a country's
affairs at all levels and means by which states promote social cohesion,
integration, and ensure the well being of their population" (Kepemimpinan
adalah pelaksanaan kewenangan/kekuasaan dalam bidang ekonomi, politik, dan
administratis untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya
dan merupakan instrumon kebijakan negara untuk mendorong lerciptanya kondisi
kesejahteraan integrifas dan kohesilas sosial dalam masyarakat).
1.2
Tujuan penulisan
Adapun maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memberi pengetahuan dan wawasan agar kita dapat memahami dan mengetahui apa pengertian Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
1.3 Rumusan masalah
Dalam tugas kelompok ini kami memiliki tiga rumusan masalah, yaitu :
1. apakah pengertian dari kewarganegaraan ?
2. apakah asas dan unsur dari kewarganegaraan ?
3. Apakah unsur-unsur yang menentukan kewarganegaraan?
Adapun maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memberi pengetahuan dan wawasan agar kita dapat memahami dan mengetahui apa pengertian Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
1.3 Rumusan masalah
Dalam tugas kelompok ini kami memiliki tiga rumusan masalah, yaitu :
1. apakah pengertian dari kewarganegaraan ?
2. apakah asas dan unsur dari kewarganegaraan ?
3. Apakah unsur-unsur yang menentukan kewarganegaraan?
4.Apakah
problem status kewarganegaraan?
5.Bagaimana
Karakteristik warga negara?
6.Bagaimana
Cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia dan Hak dan Kewajiban Warga Negara?
1.4
Ruang lingkup
-Pendidikan
Makalah tentang Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi bisa dijadikan pembelajaran dalam pendidikan untuk menambah ilmu pengetahuan kita sebagai mahasiswa, karena makalah ini sangat penting dalam mengetahui pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
-Pendidikan
Makalah tentang Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi bisa dijadikan pembelajaran dalam pendidikan untuk menambah ilmu pengetahuan kita sebagai mahasiswa, karena makalah ini sangat penting dalam mengetahui pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
-Sosial
Makalah yang kami buat ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk memberi pengetahuan tentang pentingnya sebuah Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
1.5 Teknik penulisan
Metode yang digunakan pemakalah dalam penyusunan makalah ini dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan referensi dan buku-buku dan internet sebagai landasan teoritis mengenai masalah yang akan diselesaikan.
Makalah yang kami buat ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk memberi pengetahuan tentang pentingnya sebuah Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
1.5 Teknik penulisan
Metode yang digunakan pemakalah dalam penyusunan makalah ini dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan referensi dan buku-buku dan internet sebagai landasan teoritis mengenai masalah yang akan diselesaikan.
BAB
II
Pembahasan
2.1 Pengertian
Government
Pemerintah atau ''Government" dalam bahasa Inggris
diartikan sebagai "The authoritative direction and administration of
the affairs of men/women in a nation, state, city, etc" (pengarahan
dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara,
negara bagian, kota, dan sebagainya). Ditinjau dari sisi semantik, kebahasaan governance
berarti tata kepemerintahan dan good governance bermakna tata
kepemerintahan yang baik.
Di satu sisi istilah good governance dapat dimaknai secara
berlainan, sedangkan sisi yang lain dapat diartikan sebagai kinerja suatu
lembaga, misalnya kinerja pemerintahan, perusahaan atau organisasi
kemasyarakatan, Apabila istilah ini dirujuk pada asli kata dalam bahasa
Inggris: governingf maka artinya adalah mengarahkan atau
mengendalikan, Karena itu gooc governance dapat diartikan sebagai
tindakan untuk mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhi masalah publik.
Oleh karena itu ranah good governance tidak terbatas pada negara atau
birokrasi pemerintahan, tetapi jugs pada ranah masyarakat sipil yang
dipresentasikan oleh organisasi nonpe-merintah dan sektor swasta. Singkatnya,
tuntutan terhadap good governance tidak hanya ditujukkan kepada
penyelenggara negara atau pemerintah, me-lainkan juga pada masyarakat di luar
struktur birokrasi pemerintahan.
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pemerintahan yang baik adalah baik dalam proses maupun hasilnya. Semua unsui
dalam pemerintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan,
memperoleh dukungan dari rakyat, serta terbebas dari gerakan-gerakan an-arkis
yang bisa menghambat proses dan laju pembangunan. Pemerintahan juga bisa
dikatakan baik jika produktif dan memperlihatkan hasil dengan indikator
kemampuan ekonomi rakyat meningkat, baik dalam aspek produk-tivitas maupun
dalam daya belinya; kesejahteraan spiritualnya meningkal dengan indikator rasa
aman, bahagia, dan memiliki rasa kebangsaan yang tinggi.[1]
Secara
umum istilah good governance memiliki pengertian akan segala hal yang terkait
dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan,
atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut Andi Faisal Bakti, istilah good governance memiliki
pengertian pengejawantahan nilai-nilai luhur dalam mengarakan warga Negara
kepada masyarakat dan pemerintahan yang berkeadaban melalui wujud pemerintahan
yang suci dan damai. Senada dengan Bakti, Santosa menjelaskan bahwa good
governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam
mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut bisa
dikatakan baik jika dilakukan dengan efektif dan efisien, responsif terhadap
kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel serta transparan.Sebagai
sebuah paradigm pengelolaan lembaga Negara, clean and good governance dapat
terwujud secara maksimal jika ditopang oleh dua unsur yang saling terkait yaitu
negara dan masyarakat madani yang di dalamnya terdapat
sektor swasta.[2]
Penerapan good governance di Indonesia dilatarbelakangi
oleh dua hal yang sangat mendasar:
a. Tuntutan
eksternal: Pengaruh globalisasi
telah memaksa kita
untuk menerapkan Good
governance. Good Govermence telah menjadi ideologi baru negara dan lembaga
donor internasional dalam mendorong negara-negara anggotanya menghormati
prinsip-prinsip ekonomi pasar dan demokrasi sebagai prasyarat dalam pergaulan
internasional. Istilah good
governance mulai mengemuka di Indonesia pada akhir tahun 1990-an, seiring
dengan interaksi antara pemerintah Indonesia dengan negara-negara luar dan
lembaga-lembaga donor yang menyoroti kondisi objektif situasi perkembangan
ekonomi dan politik daiam negeri Indonesia.
b. Tntutan internal: Masyarakat melihat dan
merasakan bahwa salah satu penyebab terjadinya krisis multidimensional saat ini
adalah terjadinya juse of power yang terwujud dalam bentuk KKN (korupsi,
kolusi, dan spotisme) dan sudah sedemikian rupa mewabah dalam segala aspek kehidupan.
Proses check and balance tidak terwujud dan dampaknya lenyeret bangsa
Indonesia pada keterpurukan ekonomi dan ancaman isintegrasi. Berbagai kajian
ihwal korupsi di Indonesia memperlihatkan Drupsi berdampak negatif terhadap
pembangunan melalui kebocoran, \ark up yang menyebabkan produk high
cost dan tidak kompetitif di asar global (high cost economy), merusakkan
tatanan masyarakat dan ?hidupan bernegara. Masyarakat menilai praktik KKN yang
paling lencolok kualitas dan kuantitasnya adalah justru yang dilakukan oleh
ibang-cabang pemerintahan, eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Hal ini
lengarahkan wacana pada bagaimana menggagas reformasi birokrasi emerintahan (governance
reform).
Realitas sejarah ini menggiring kita pada wacana bagaimana
mendorong a menerapkan nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, partisipasi,
dan tralisasi penyelenggaraan pemerintahan. Good governance ini dapat
sil bila pelaksanaannya dilakukan dengan efektif, efisien, responsif terhadap
kebutuhan rakyat, serta dalam suasana demokratis, akuntabel, dan transparan.[3]
2.2 Prinsip-prinsip Pokok Good Governance
Lembaga Administrasi Negara (LAN)
merumuskan sembilan aspek fundamental dalam good governance yang harus
diperhatikan yaitu :
1. Partisipasi (participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara
dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan
sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun
berdasarkan prinsip demokrasi yaitu kebebasan berkumpul dan mengungkapkan
pendapat secara konstruktif.
2. Penegakan Hukum (rule of law)
Partisipasi masyarakat dalam proses
politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan
aturan-aturan hukum. Tanpa ditopang oleh sebuah aturan hukum dan penegakannya
secara konsekuen, partisipasi publik dapat berubah menjadi tindakan publik yang
anarkis. Santoso menegaskan bahwa proses mewujudkan cita-cita good governance,
harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan
karakter-karakter sebagai berikut :
a.
Supremasi hukum
b.
Kepastian hukum
c.
Hukum yang
responsitif
d.
Penegakan hukum
yang konsisten dan non diskriminatif
e.
Independensi
peradilan
3. Transparansi (transparency)
Transparansi (keterbukaan umum) adalah unsur
lain yang menopang terwujudnya good governance. Akibat tidak adanya prinsip
transparansi ini, menurut banyak ahli Indonesia telah terjerembab dalam
kubangan korupsi yang berkepanjangan dan parah. Untuk itu, pemerintah harus
menerapkan transparansi dalam proses kebijakan publik. Menurut Gaffar, terdapat
8 (delapan) aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus dilakukan secara
transparan, yaitu :
a.
Penetapan
posisi, jabatan dan kedudukan
b.
Kekayaan
pejabat publik
c.
Pemberian
penghargaan
d.
Penetapan
kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
e.
Kesehatan
f.
Moralitas para
pejabat dan aparatur pelayanan publik
g.
Keamanan dan
ketertiban
h.
Kebijakan
strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat
4.
Responsif
(responsive)
Affan menegaskan bahwa pemerintah harus
memahami kebutuhan masyarakat-masyarakatnya, jangan menunggu mereka menyampaikan
keinginannya, tetapi mereka secara proaktif mempelajari dan menganalisa
kebutuhan-kebutuhan masyarakat, untuk kemudian melahirkan berbagai kebijakan
strategis guna memenuhi kepentingan umum.
5. Konsesus (consesus)
Prinsip ini menyatakan bahwa keputusan apapun
harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan
keputusan tersebut, selain dapat memuaskan sebagian besar pihak, juga akan
menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga akan memiliki
kekuatan memaksa bagi semuakomponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan
tersebut.
6. Kesetaraan (equity)
Clean vand good governance juga harus
didukung dengan asa kesetaraan, yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan.
Asas ini harus diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh semua penyelenggara
pemerintahan di Indonesia karena kenyatan sosiologis bangsa kita sebagai bangsa
yang majemuk, baik etnis, agama, dan budaya.
7. Efektivitas dan efisiensi
Konsep efektivitas dalam sektor
kegiatan-kegiatan publik memiliki makna ganda, yakni efektivitas dalam
pelaksanan proses-proses pekerjaan, baik oleh pejabat publik maupun partisipasi
masyarakat, dan kedua, efektivitas dalam konteks hasil, yakni mampu membrikan
kesejahteraan pada sebesar-besarnya kelompok dan lapisan sosial.
8. Akuntabilitas (accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggung
jawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk
mengurusi kepentingan mereka. Secara teoritik, akuntabilitas menyangkut dua
dimensi yakni akuntabilitas vertikal yang memiliki pengertian bahwa setiap
pejabat harus mempertanggung jawabkan berbagai kebijakan dan pelaksanaan
tugas-tugasnya terhadap atasan yang lebih tinggi, dan yang kedua akuntabilitas
horisontal yaitu pertanggungjawaban pemegang jabatan publik pada lembaga yang
setara.
9. Visi Strategis
Visi strategis adalah
pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Tidak
sekedar memiliki agenda strategis untuk masa yang akan datang, seseorang yang
memiliki jabatan publik atau lembaga profesional lainnya, harus memiliki
kemampuan menganalisa persoalan dan tantangan yang akan dihadapi oleh
lembaga yang dipimpinnya.[4]
2.3 Konsepsi Good Governance
Pemerintah atau government dalam bahasa Inggris adalah:
"The auhoritative direction and administration of the affairs of
men/women in a na-loft, state, city, etc." Atau dalam bahasa Indonesia
berarti "Pengarahan dan idministrasi yang berwenang atas kegiatan
orang-orang dalam sebuah neg-ira, negara bagian, kota, dan sebagainya."
Bisa juga berarti "The governing )Ody of nation, state, city,
etc." Atau lembaga atau badan yang menyeleng-[arakan pemerintahan
negara, negara bagian atau kota, dan sebagainya.
Sedangkan
istilah "kepemerintahan" atau dalam bahasa Inggris "governance"
adalah "The act, fact, manner of governing," berarti:
tindakan, fakta, pola, dan kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan."
Dengan demikian 'governance adalah suatu kegiatan (proses), sebagaimana
dikemukakan oleh Kooiman (l993) bahwa govrrnanco lebih merupakan
"...serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan
masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat
dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut.”
Istilah "governance" tidak hanya berarti
kepemerintahan sebagai suatu kegiatan, tetapi juga mengandung arti pengurusan,
pengelolaan, pengarah-an, pembinaan penyelenggaraan serta bisa juga diartikan
pemerintahan. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila terdapat istilah public
governance, private governance, corporate governance, dan banking
governance. Governance sebagai terjemahan dan pemerintahan kemudian
berkembang dan menjadi populer dengan sebutan kepemerintahan atau tata kelola,
se-dangkan praktik terbaiknya disebut kepemerintahan atau tata kelola yang baik
(good governance).
Secara konseptual, pengertian kata baik (good) dalam
istilah kepemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua
pemahaman:
a. Nilai
yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat
meningkatkan kemampuaa rakyat dalam mencapai tujuan (nasional) kemandirian,
pembangunarr berkelanjutan, dan keadilan sosial.
b. Aspek
fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya
untuk mencapai tujuan tersebut.
Selanjutnya, lembaga administrasi negara mengemukakan bahwa good
governance berorientasi pada:
a. Orientasi ideal negara
yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional.
b. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal,
yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan
nasional. Orientasi pertama mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan
bernegara dengan ele men-elemen konstitusinya seperti: legitimacy (apakah
pemerintah d/pi-lih oleh dan mendapat kepercayaan dari rakyatnya), accountability
scur-ing of human right, autonomy, and devolution of power dan assurance of
civian control. Sedangkan orientasi kedua, bergantung pada sejauh mana
struktur serta mekanisme politik dan administrasinya berfungs/ so cara efektif
dan efisien.
Lembaga
Administrasi Negara (2000) menyimpulkan bahwa wujud gooey governance adalah
menyelenggarakan pemerintahan negara
yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan
interaksi yang konstruktif diantara domain domain negara, sektor swasta, dam
masyarakat.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 merumuskan
arti good governance sebagai berikut: Kepemerintahan yang mengemban menerapkan
prinsip-prinsip profesionalitas, akuntaDintas, transparansi, )dayanan prima,
demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hukum, dan lapat diterima oleh
seluruh masyarakat."
Dengan demikian, pada dasarnya pihak-pihak yang berkepentingan
lalam kepemerintahan (governance stakeholders) dapat dikelompokkan
rienjadi tiga kategori, yaitu :
1. Negara/Pemerintahan. Konsepsi
kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh darr
itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan masyarakat madani.
2. Sektor Swasta. Pelaku sektor swasta mencakup
perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi sistem pasar, seperti: industri
pengelolaan perda-gangan, perbankan, dan koperasi, termasuk kegiatan sektor
informal.
3.
Masyarakat Madani. Kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya
berada di antara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan perorangan, yang
mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara
sosial, politik, dan ekonomi.
2.4 Karakteristik
Dasar Good Governance
Ada tiga karakteristik dasar good governance:
1. Diakuinya semangat pluralisme. Artinya,
pluralitas telah menjadi se-buah keniscayaan yang tidak dapat dielakkan
sehingga mau tidak mau, pluralitas telah menjadi suatu kaidah yang abadi.
Dengan kata lain, pluralitas merupakan sesuatu yang kodrati (given) dalam
kehidupan. Pluralisme bertujuan mencerdaskan umat melalui perbedaan
konstruktif dan dinamis, dan merupakan sumber dan motivator terwujudnya
kreativitas yang terancam keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan. Satu hal
yang menjadi catatan penting bagi kita adalah sebuah peradaban yang kosmopolit
akan tercipta apabila manusia memiliki sikap inklusif dan kemampuan (ability)
menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Namun, dengan catatan,
identitas sejati atas parameter-parameter otentik agama tetap terjaga.
2. Tingginya sikap lolcransi, baik terhadap saudara sesama agama
maupun terhadap umat agama lain. Secara sederhana, Toleransi dapat diartikan
sebagai sikap suka mendengar dan menghargai pendapat dan pendirian orang lain.
Senada dengan hal itu, Quraish Shihab menyatakan bahwa agama tidak semata-mata
mempertahankan kelestariannya sebagai sebuah agama, namun juga mengakui
eksistensi agama lain dengan memberinya hak hidup, berdampingan, dan saling
menghormati.
3.
Tegaknya prinsip demokrasi. Demokrasi bukan sekadar kebebasan dan persaingan,
demokrasi juga merupakan suatu pilihan untuk bersama-sama membangun dan
memperjuangkan perikehidupan warga dan ma-syarakat yang semakin sejahtera.
Masyarakat madani mempunyai ciri-ciri
ketakwaan yangtinggi kepada Tuhan, hidup berdasarkan sains dan teknologi,
berpendidikan tinggi, menga-malkan nilai hidup modern dan progresif,
mengamalkan nilai kewarganega-raan, akhlak, dan moral yang baik, mempunyai
pengaruh yang luas dalam proses membuat keputusan, serta menentukan nasib masa
depan yang baik melalui kegiatan sosial, politik, dan lembaga masyarakat.[5]
2.5
Pengerian
Korupsi
Menurut Kartini Kartono korupsi adalah tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang mengambil keuntungan pribadi dengan merugikan kepentingan
umum atau negara.
- Asal usul korupsi di negara berkembang
Sesungguhnya sejarah perkembangan korupsi beserta upaya
pemberatasannya, terutama dalam skala mega, sudah berlangsung sejak tengah
dasawarsa 1950-an. Dimulai ketika terjadi abuse of power oleh menteri ekonomi
kala itu, Iskak Tjokroadisuryo, pada Kabinet Ali Sastroamidjojo I. Korupsi
berupa pemberian lisensi impor dari Politik Benteng dengan tak memberikannya
kepada pengusaha pribumi yang kompeten dan diberikan kepada konco-konconya.
Lisensi-lisensi tersebut akhirnya dijual kepada pengusaha keturunan Cina,
sehingga dikenal istilah ''pengusaha Ali-Baba''.
PM Burhanuddin Harahap yang bekerja sama dengan TNI AD mengambil kebijakan
antikorupsi yang efektif, yakni meluruskan pelaksanaan Politik Benteng. Karena
kabinet ini umurnya pendek, upaya penegakan pemerintahan bersih tenggelam
dengan suasana konflik politik antarpartai dalam Konstituante yang akhirnya
Presiden Soekarno membubarkan Konstituante itu pada 5 juli 1959. Pada saat yang
hampir sama, Soekarno melakukan nasionalisasi perusahaan asing. Karena
ketidaksiapan dalam mengisi pengganti manajemen dari asing ke tangan nasional,
maka dari sini pula sejarah bancakan perusahaan negara (belakangan dikenal
BUMN), banyak dilakukan pihak-pihak partai.
Kedahsyatan korupsi mengalami momentum pada pemerintahan lebih 30 tahun
Orde Baru. Di mulai korupsi skala mega yang dialami Pertamina (1975) dengan
kerugian diperkirakan sekitar 12,5 miliar dolar AS tanpa ada tindakan hukum
kepada pihak-pihak yang terlibat. Kemudian dengan mengalirnya dana utang luar
negeri rata-rata 5 miliar dolar AS per tahun (saat lengser Pak Harto stok utang
sekitar 70 miliar dolar AS), investasi langsung perusahaan asing, eksploitasi
sumber daya alam (terutama migas dan hutan) yang menjadi sumber dana domestik yang
kolosal, maka pertumbuhan dan perkembangbiakan jenis korupsi dari yang
tradisional (upeti, sogok, perkoncoan, premanisme, dll) maupun bentuk baru
(kolusi birokrat-pengusaha, kolusi bankir-pengusaha, mafia peradilan,
penggelapan pajak, komersialisasi jabatan, kick-back dan mark-up proyek-proyek,
rekayasa finansial, monopoli-oligopoli serta monopsoni-oligopsoni komoditas
strategis, dst).
Kesemua itu menjadikan potensi pertumbuhan ekonomi yang bisa mencapai 12
persen menjadi hanya 7 persen per tahun. Perkiraan kebocoran anggaran bisa
mencapai 30 persen hingga lebih dari 50 persen. Pada saat krisis tahun 1977
terjadi capital flight. Simpanan orang Indonesia di luar negeri akibat pelbagai
kebocoran alias korupsi tersebut menurut Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI)
sekitar 85 miliar dolaar AS (atau sekitar Rp 750 triliun). Upaya pembentasan
korupsi kala Orba sejak awal sudah ada. Mulai dengan adanya Komisi 4 dengan
penasihatnya mantan Wapres Bung Hatta. Namun rekomendasinyapun tak digubris.
Kemudian di luar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah tercantum dalam UUD
45, pemerintah Soeharto membentuk Inspektorat Jenderal di tiap lembaga negara
dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai kontrol yang
dikendalikan langsung presiden.
Namun efektivitasnya bukan hanya diragukan bahkan menjadi sumber kobocoran
baru dengan terjadinya pengaturan laporan keuangan dan pelbagai bentuk KKN.
Akhirnya BPK pun menjadi mandul dan malahan menjadi pengganda kebocoran. Wapres
yang fokus kepada pengawasan serta juga ada menko dan menneg PAN yang juga
bertugas untuk pengawasan pun hampir tak pernah terdengar kiprahnya. Barangkali
semua itu karena sifat pemerintahan dan sistem politik otoritarian dan
sentralistik sehingga sistem check and balance dari DPR maupun yudikatif
menjadi lumpuh. Pers pun dibungkam bahkan para aktivis kritis pun banyak
ditangkap.
Reformasi yang dilakukan sejak 1998 hingga sekarang juga baru menyentuh
secara politik. Dan korupsi pun makin mengalami ramifikasi baik vertikal
(menyebar ke daerah) maupun horizontal (bukan hanya di pemerintah dan lembaga
yudikatif tapi juga ke DPR) sehingga popular dengan adanya ''korupsi
berjamaah''. Modus operandinya di samping yang tradisional dan modern tak
pernah hilang bahkan tipikal pascamodern pun bermunculan seperti lenyapnya
keuangan negara ratusan triliun karena gelontoran dana rekap perbankan.
Kemudian pembobolan bank (skala triliunan antara lain BNI, Mandiri), illegal
logging, illegal fishing, penyelundupan komoditas strategis (migas, gula,
beras, dst). Yang lebih baru adalah politik uang dalam sistem politik di pusat
(KPU, pemilihan ketua partai, promosi jabatan di pemerintahan dan BUMN, dst),
di daerah (pilkada oleh DPRD maupun pilkada langsung), dan masih banyak lagi.
Upaya pemberantasan korupsi di masa reformasi ini dimulai momentum dengan
adanya kebebasan pers dan kebebesan politik umumnya.
Dalam pelembagaannya dimulai dengan pembentukan Komisi Pemeriksaan Kekayaan
Pejabat Negara (KPKPN) yang mulai terjadi sedikit gereget dengan terungkapnya
daftar kekayaan berbagai pejabat tinggi yang abnormal. Misalnya terungkapnya
misteri kekayaan Jaksa Agung MA Rahman dan pejabat lainnya meski satu pun dari
temuan itu tak ada tindak lanjut secara hukum. Malahan oleh pemerintahan
Megawati KPKPN ini pun ''dibubarkan'' dan dintegrasikan kepada Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK). Pada pemerintahan Megawati
keberadaan KPTPK ini pun sulit berperan, karena konon sulitnya pemberian izin
bagi pejabat untuk diperiksa.
Baru sejak pemerintahan SBY sedikit terkuak harapan dengan lebih lancarnya
izin tersebut dengan mulai adanya pemeriksaan (misal kasus KPU dan Bank
Mandiri) bahkan juga mulai ada yang divonis (kasus pimpinan DPRD Sumbar dan
pejabat daerah lainnya, kasus Gubernur Abdullah Puteh dan Kharis Walid). Patut
dicatat dengan sedikit ada harapan ini, tak luput dari peran BPK sejak dipimpin
Billy Joedono dan diteruskan oleh Anwar Nasution yang menguak data-data
penyelewengan skala mega di pelbagai lembaga strategis. Namun, kesan masih
memburu kasus sensitif secara politis dalam pemberantasan korupsi ini masih
belum pupus, karena untuk kasus lebih kolosal semisal kasus BLBI yang nilainya
puluhan triliun masih belum tersentuh sama sekali.
Dengan perkembangan tersebut, Indonesia menurut berbagai lembaga pemeringkat
internasional sejak awal tahun 90-an hingga sekarang selalu masuk kategori
negara terkorup. Gejala korupsi ini seperti belum terbersit harapan untuk
pemberantasannya. Hal ini karena korupsi telah kadung menjadi kebudayaan.[6]
Hal-hal yang
menyebabkan terjadinya korupsi antara lain:
1. Kemiskinan
Korupsi dengan
latar belakang kemiskinan berasal dari kebutuhan.
2. Kekuasaan
Kekuasaan
sering membuat orang bertindak sewenang-wenang dan mengambil keuntungan dengan
kekuasaan yang dimilikinya.
3. Budaya
Dari hasil
penelitian Prof. Toshiko Kinoshita, Guru Besar Universitas Waseda Jepang
mengatakan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat dengan sistem keluarga
besar, yaitu masyarakat yang mempunyai nilai bahwa kesuksesan seorang anggota
keluarga harus pula dinikmati oleh seluruh anggota keluarga besar itu.
4. Ketidaktahuan
Ini adalah
alasan yang mengada-ada karena dana yang diberikan sering tidak diketahui
peruntukannya. Karena tidak tahu dan tidak perlu mencari tahu maka ketika ada
masalah dana tersebut dijadikan sebagai korupsi.
5. Rendahnya
kualitas moral masyarakat
6. Lemahnya
kelembagaan politik suatu negara
Kelembagaan
yang pertama adalah sistem hukum dan penerapannya. Jika kasus korupsi tidak
ditangani sungguh-sungguh maka akan mengembangkan nilai dimata publik bahwa
korusi ”aman” dilakukan asal membayar ”harga tertentu”.
8. Menjadi penyakit bersama.
Sebagai sebuah
penyakit maka dengan cepat menular dari kawasan satu kekawasan lain.
- Dampak korupsi
Beberapa hal
yang diakibatkan dari korupsi antara lain menimbulkan:
1. Kegagalan
mencapai tujuan yang ditetapkan pemerintah.
2. Menular kesektor swasta dalam bentuk usaha mengejar laba dengan cepat dan
berlebihan, menyisihkan investor baru dan mengurangi pertumbuhan sektor swasta.
3. Kenaikan harga administrasi karena
pembayar pajak membayar beberapa kalilipat untuk pelayanan yang sama.
4. Mengurangi jumlah dana yang disediakan untuk publik.
5. Merusak moral aparat pemerintah.
6. Menurunkan rasa hormat kepada kekuasaan
yang akhirnya menurunkan legitimasi pemerintah.
7. Pribadi yang hanya memikirkan diri sendiri, tidak mau berkorban untuk
kemakmuran bersama di masa mendatang.
2.6
Hubungan
antara Clean and Good Governance dengan gerakan Anti Korupsi
Clean and good governance
meniscayakan adanya transparansi disegala bidang. Hal ini untuk mengikis budaya
korupsi yang mengakibatkan kebocoran anggaran dalam penggunaan uang negara
untuk kepentingan individu atau golongan bukan untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam menciptakan situasi perang terhadap korupsi Didin S Damanhuri
menyusun grand design:
Pertama, apapun kebijakan antikorupsi yang
diambil, haruslah disadari bahwa kebijakan dan langkah-langkah tersebut
hendaknya ditempatkan sebagai ''totok nadi'' yang strategis, berkelanjutan, dan
paling bertanggung jawab di antara semua langkah total football, estafet dari
semua pihak yang peduli terhadap pemberantasan korupsi, baik dari kaum
agamawan, akademisi, parlemen, LSM, pers, dunia internasional, dan seterusnya
Kedua, menghindari politik belah bambu yang menggunakan KPTPK,
Kejaksaan, dan Polri untuk memburu pihak-pihak yang secara politis harus
dikalahkan dan membiarkan pihak-pihak yang dianggap kawan politik.
Ketiga, keseriusan untuk mencari solusi
terbebasnya TNI dan Polri dari dunia politik dan bisnis secara tuntas.
Keempat, euforia elite politik di pusat dan
daerah dalam menikmati kebebasan politik, kebebasan berpendapat, dan kebebasan
pers yang seharusnya semakin mendewasakan kehidupan berdemokrasi yang
ujung-ujungnya juga mampu membangkitkan kembali kehidupan ekonomi dengan ukuran
rakyat yang semakin sejahtera.[7]
2.7 Hubungan antara
Good and Clean Governance dengan Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik.
Dalam rangka menyelamatkan keuangan negara, banyak upaya pemerintah yang
sudah dilaksanakan diantaranya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004
tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.
Kemudian dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah semakin jelas keseriusan pemerintah dalam
hal pembenahan sistem pengelolaan keuangan negara, mengutip pendapat pakar
bahwa selama ini yang diterapkan nampaknya masih lemah dan cenderung membuka
peluang yang sangat besar bagi terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan
anggaran.
Penerapan PP Nomor 60 Tahun 2008 bukan hanya tanggungjawab BPKP tetapi
seluruh instansi pemerintah guna mewujudkan Good Governance untuk menuju Clean
Government. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) PP 60
tahun 2008 jelas bahwa BPKP mempunyai tugas yang cukup berat.
Tentu bukan
soal yang mudah dalam mempersiapkan personil yang dapat melaksanakan tugas
tersebut, perlu adanya kesepahaman dalam mencermati secara komprehensif apa
yang tertuang dalam PP tersebut.[8]
Dengan tiga pilar pelayanan public menjadi titik setrategis untuk memulai
pengembangan dan penerapan Clean and good governance di Indonesia. Tiga pilar
tersebut yakni:
- Pelayanan publik selama ini menjadi tempat dimana negara yang diwakili pemerintah berinteraksi dengan lembaga non pemerintah.
- Pelayanan publik tempat dimana berbagai aspek Clean and good governance dapat diartikulasikan lebih mudah.
- Pelayanan publik melibatkan semua unsur yaitu pemerintah, masyarakat dan mekanisme pasar.
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Ø Pemerintah
atau ''Government" dalam bahasa Inggris diartikan sebagai "The
authoritative direction and administration of the affairs of men/women in a
nation, state, city, etc" (pengarahan dan administrasi yang berwenang
atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, kota, dan
sebagainya). Ditinjau dari sisi semantik, kebahasaan governance berarti
tata kepemerintahan dan good governance bermakna tata kepemerintahan
yang baik.
Ø Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan
aspek fundamental dalam good governance yang harus diperhatikan yaitu :
·
Partisipasi
(participation)
·
Penegakan Hukum
(rule of law)
·
Transparansi
(transparency)
·
Responsif
(responsive)
·
Konsesus
(consesus)
·
Kesetaraan
(equity)
·
Efektivitas dan
efisiensi
·
Akuntabilitas
(accountability)
·
Visi Strategis
Ø
Pemerintah atau government dalam
bahasa Inggris adalah: "The auhoritative direction and administration
of the affairs of men/women in a na-loft, state, city, etc." Atau
dalam bahasa Indonesia berarti "Pengarahan dan idministrasi yang berwenang
atas kegiatan orang-orang dalam sebuah neg-ira, negara bagian, kota, dan
sebagainya." Bisa juga berarti "The governing )Ody of nation,
state, city, etc." Atau lembaga atau badan yang menyeleng-[arakan
pemerintahan negara, negara bagian atau kota, dan sebagainya
Ø Ada
tiga karakteristik dasar good governance:
·
Diakuinya semangat pluralisme.
·
Tingginya sikap Toleransi,
·
Tegaknya prinsip demokrasi.
Ø
Menurut Kartini Kartono korupsi adalah tingkah laku
individu yang menggunakan wewenang mengambil keuntungan pribadi dengan
merugikan kepentingan umum atau negara.
[1]
Srijanti,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa.( Jakarta : Graha
Ilmu, 2009 )
[2]
A.
Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani, (Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2007) Cet. IV, hlm.
215
[3]
Ibid. Srijanti,dkk.
[5]
Ibid Srijanti,dkk.
[6]
Didin
S Damanhuri, Kompleksitas Korupsi , (Bogor :Pengamat Ekonomi Politik dan
Guru Besar Ekonomi IPB, sumber opini agung prabowo AGP )
[7]
Ibid Srijanti,dkk.
[8]
Situs Web BPKP, Perwakilan
BPKP Provinsi Jawa Barat, Bandung
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pada dekade awal abad ke-21, Bangsa Indonesia menghadapi gelombang
besar pada masa reformasi berupa meningkatnya tuntutan demokratisasi,
desentralisasi, dan globalisasi. Sekalipun keadaan serupa pernah terjadi pada
beberapa kurun waktu yang Ialu/ namun tuntutan saat ini
mangandung nuansa yang berbeda sesuai dengan kemajuan zaman.
Globalisasi yang menyentuh berbagai bidang kehidupan di seluruh
wilayah pemerintahan negara menuntut reformasi sistem perekonomian dan
pemerintahan, termasuk birokrasinya, sehingga memungkinkan interaksi
perekonomian antar daerah dan antarbangsa berlangsung lebih efisien. Kunci
keberhasilan pembangunan perekonomian adalah daya saing, dan kunci dari daya
saing adalah efisiensi proses pelayanan, serta mutu ketepatan dan kepastian
kebijakan publik
Kunci keberhasilan pembangunan perekonomian adalah daya saing dan
kunci dari daya saing adalah efisiensi proses pelayanan, mutu, dan kepastian
kebijakan publik.
Dalam upaya menghadapi tantangan tersebut, salah satu prasyarat
yang perlu dikembangkan adalah komitmen yang tsnggi untuk menerapkan nilai
luhur dan prinsip tata kelola (good governance) dalam mewujudkan
cita-cita dan tujuan negara, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
United
Nations Development Program (UNDP) dalam dokumen ke-bijakannya yang berjudul "Governance
for Sustainable Human Development" (1977), mendefinisikan
kepemerintahan (governance) sebagai berikut: "Governance is the
exercise of economic, political, and administrative authority to a country's
affairs at all levels and means by which states promote social cohesion,
integration, and ensure the well being of their population" (Kepemimpinan
adalah pelaksanaan kewenangan/kekuasaan dalam bidang ekonomi, politik, dan
administratis untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya
dan merupakan instrumon kebijakan negara untuk mendorong lerciptanya kondisi
kesejahteraan integrifas dan kohesilas sosial dalam masyarakat).
1.2
Tujuan penulisan
Adapun maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memberi pengetahuan dan wawasan agar kita dapat memahami dan mengetahui apa pengertian Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
1.3 Rumusan masalah
Dalam tugas kelompok ini kami memiliki tiga rumusan masalah, yaitu :
1. apakah pengertian dari kewarganegaraan ?
2. apakah asas dan unsur dari kewarganegaraan ?
3. Apakah unsur-unsur yang menentukan kewarganegaraan?
Adapun maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memberi pengetahuan dan wawasan agar kita dapat memahami dan mengetahui apa pengertian Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
1.3 Rumusan masalah
Dalam tugas kelompok ini kami memiliki tiga rumusan masalah, yaitu :
1. apakah pengertian dari kewarganegaraan ?
2. apakah asas dan unsur dari kewarganegaraan ?
3. Apakah unsur-unsur yang menentukan kewarganegaraan?
4.Apakah
problem status kewarganegaraan?
5.Bagaimana
Karakteristik warga negara?
6.Bagaimana
Cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia dan Hak dan Kewajiban Warga Negara?
1.4
Ruang lingkup
-Pendidikan
Makalah tentang Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi bisa dijadikan pembelajaran dalam pendidikan untuk menambah ilmu pengetahuan kita sebagai mahasiswa, karena makalah ini sangat penting dalam mengetahui pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
-Pendidikan
Makalah tentang Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi bisa dijadikan pembelajaran dalam pendidikan untuk menambah ilmu pengetahuan kita sebagai mahasiswa, karena makalah ini sangat penting dalam mengetahui pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
-Sosial
Makalah yang kami buat ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk memberi pengetahuan tentang pentingnya sebuah Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
1.5 Teknik penulisan
Metode yang digunakan pemakalah dalam penyusunan makalah ini dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan referensi dan buku-buku dan internet sebagai landasan teoritis mengenai masalah yang akan diselesaikan.
Makalah yang kami buat ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk memberi pengetahuan tentang pentingnya sebuah Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
1.5 Teknik penulisan
Metode yang digunakan pemakalah dalam penyusunan makalah ini dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan referensi dan buku-buku dan internet sebagai landasan teoritis mengenai masalah yang akan diselesaikan.
BAB
II
Pembahasan
2.1 Pengertian
Government
Pemerintah atau ''Government" dalam bahasa Inggris
diartikan sebagai "The authoritative direction and administration of
the affairs of men/women in a nation, state, city, etc" (pengarahan
dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara,
negara bagian, kota, dan sebagainya). Ditinjau dari sisi semantik, kebahasaan governance
berarti tata kepemerintahan dan good governance bermakna tata
kepemerintahan yang baik.
Di satu sisi istilah good governance dapat dimaknai secara
berlainan, sedangkan sisi yang lain dapat diartikan sebagai kinerja suatu
lembaga, misalnya kinerja pemerintahan, perusahaan atau organisasi
kemasyarakatan, Apabila istilah ini dirujuk pada asli kata dalam bahasa
Inggris: governingf maka artinya adalah mengarahkan atau
mengendalikan, Karena itu gooc governance dapat diartikan sebagai
tindakan untuk mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhi masalah publik.
Oleh karena itu ranah good governance tidak terbatas pada negara atau
birokrasi pemerintahan, tetapi jugs pada ranah masyarakat sipil yang
dipresentasikan oleh organisasi nonpe-merintah dan sektor swasta. Singkatnya,
tuntutan terhadap good governance tidak hanya ditujukkan kepada
penyelenggara negara atau pemerintah, me-lainkan juga pada masyarakat di luar
struktur birokrasi pemerintahan.
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pemerintahan yang baik adalah baik dalam proses maupun hasilnya. Semua unsui
dalam pemerintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan,
memperoleh dukungan dari rakyat, serta terbebas dari gerakan-gerakan an-arkis
yang bisa menghambat proses dan laju pembangunan. Pemerintahan juga bisa
dikatakan baik jika produktif dan memperlihatkan hasil dengan indikator
kemampuan ekonomi rakyat meningkat, baik dalam aspek produk-tivitas maupun
dalam daya belinya; kesejahteraan spiritualnya meningkal dengan indikator rasa
aman, bahagia, dan memiliki rasa kebangsaan yang tinggi.[1]
Secara
umum istilah good governance memiliki pengertian akan segala hal yang terkait
dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan,
atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut Andi Faisal Bakti, istilah good governance memiliki
pengertian pengejawantahan nilai-nilai luhur dalam mengarakan warga Negara
kepada masyarakat dan pemerintahan yang berkeadaban melalui wujud pemerintahan
yang suci dan damai. Senada dengan Bakti, Santosa menjelaskan bahwa good
governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam
mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut bisa
dikatakan baik jika dilakukan dengan efektif dan efisien, responsif terhadap
kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel serta transparan.Sebagai
sebuah paradigm pengelolaan lembaga Negara, clean and good governance dapat
terwujud secara maksimal jika ditopang oleh dua unsur yang saling terkait yaitu
negara dan masyarakat madani yang di dalamnya terdapat
sektor swasta.[2]
Penerapan good governance di Indonesia dilatarbelakangi
oleh dua hal yang sangat mendasar:
a. Tuntutan
eksternal: Pengaruh globalisasi
telah memaksa kita
untuk menerapkan Good
governance. Good Govermence telah menjadi ideologi baru negara dan lembaga
donor internasional dalam mendorong negara-negara anggotanya menghormati
prinsip-prinsip ekonomi pasar dan demokrasi sebagai prasyarat dalam pergaulan
internasional. Istilah good
governance mulai mengemuka di Indonesia pada akhir tahun 1990-an, seiring
dengan interaksi antara pemerintah Indonesia dengan negara-negara luar dan
lembaga-lembaga donor yang menyoroti kondisi objektif situasi perkembangan
ekonomi dan politik daiam negeri Indonesia.
b. Tntutan internal: Masyarakat melihat dan
merasakan bahwa salah satu penyebab terjadinya krisis multidimensional saat ini
adalah terjadinya juse of power yang terwujud dalam bentuk KKN (korupsi,
kolusi, dan spotisme) dan sudah sedemikian rupa mewabah dalam segala aspek kehidupan.
Proses check and balance tidak terwujud dan dampaknya lenyeret bangsa
Indonesia pada keterpurukan ekonomi dan ancaman isintegrasi. Berbagai kajian
ihwal korupsi di Indonesia memperlihatkan Drupsi berdampak negatif terhadap
pembangunan melalui kebocoran, \ark up yang menyebabkan produk high
cost dan tidak kompetitif di asar global (high cost economy), merusakkan
tatanan masyarakat dan ?hidupan bernegara. Masyarakat menilai praktik KKN yang
paling lencolok kualitas dan kuantitasnya adalah justru yang dilakukan oleh
ibang-cabang pemerintahan, eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Hal ini
lengarahkan wacana pada bagaimana menggagas reformasi birokrasi emerintahan (governance
reform).
Realitas sejarah ini menggiring kita pada wacana bagaimana
mendorong a menerapkan nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, partisipasi,
dan tralisasi penyelenggaraan pemerintahan. Good governance ini dapat
sil bila pelaksanaannya dilakukan dengan efektif, efisien, responsif terhadap
kebutuhan rakyat, serta dalam suasana demokratis, akuntabel, dan transparan.[3]
2.2 Prinsip-prinsip Pokok Good Governance
Lembaga Administrasi Negara (LAN)
merumuskan sembilan aspek fundamental dalam good governance yang harus
diperhatikan yaitu :
1. Partisipasi (participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara
dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan
sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun
berdasarkan prinsip demokrasi yaitu kebebasan berkumpul dan mengungkapkan
pendapat secara konstruktif.
2. Penegakan Hukum (rule of law)
Partisipasi masyarakat dalam proses
politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan
aturan-aturan hukum. Tanpa ditopang oleh sebuah aturan hukum dan penegakannya
secara konsekuen, partisipasi publik dapat berubah menjadi tindakan publik yang
anarkis. Santoso menegaskan bahwa proses mewujudkan cita-cita good governance,
harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan
karakter-karakter sebagai berikut :
a.
Supremasi hukum
b.
Kepastian hukum
c.
Hukum yang
responsitif
d.
Penegakan hukum
yang konsisten dan non diskriminatif
e.
Independensi
peradilan
3. Transparansi (transparency)
Transparansi (keterbukaan umum) adalah unsur
lain yang menopang terwujudnya good governance. Akibat tidak adanya prinsip
transparansi ini, menurut banyak ahli Indonesia telah terjerembab dalam
kubangan korupsi yang berkepanjangan dan parah. Untuk itu, pemerintah harus
menerapkan transparansi dalam proses kebijakan publik. Menurut Gaffar, terdapat
8 (delapan) aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus dilakukan secara
transparan, yaitu :
a.
Penetapan
posisi, jabatan dan kedudukan
b.
Kekayaan
pejabat publik
c.
Pemberian
penghargaan
d.
Penetapan
kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
e.
Kesehatan
f.
Moralitas para
pejabat dan aparatur pelayanan publik
g.
Keamanan dan
ketertiban
h.
Kebijakan
strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat
4.
Responsif
(responsive)
Affan menegaskan bahwa pemerintah harus
memahami kebutuhan masyarakat-masyarakatnya, jangan menunggu mereka menyampaikan
keinginannya, tetapi mereka secara proaktif mempelajari dan menganalisa
kebutuhan-kebutuhan masyarakat, untuk kemudian melahirkan berbagai kebijakan
strategis guna memenuhi kepentingan umum.
5. Konsesus (consesus)
Prinsip ini menyatakan bahwa keputusan apapun
harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan
keputusan tersebut, selain dapat memuaskan sebagian besar pihak, juga akan
menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga akan memiliki
kekuatan memaksa bagi semuakomponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan
tersebut.
6. Kesetaraan (equity)
Clean vand good governance juga harus
didukung dengan asa kesetaraan, yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan.
Asas ini harus diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh semua penyelenggara
pemerintahan di Indonesia karena kenyatan sosiologis bangsa kita sebagai bangsa
yang majemuk, baik etnis, agama, dan budaya.
7. Efektivitas dan efisiensi
Konsep efektivitas dalam sektor
kegiatan-kegiatan publik memiliki makna ganda, yakni efektivitas dalam
pelaksanan proses-proses pekerjaan, baik oleh pejabat publik maupun partisipasi
masyarakat, dan kedua, efektivitas dalam konteks hasil, yakni mampu membrikan
kesejahteraan pada sebesar-besarnya kelompok dan lapisan sosial.
8. Akuntabilitas (accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggung
jawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk
mengurusi kepentingan mereka. Secara teoritik, akuntabilitas menyangkut dua
dimensi yakni akuntabilitas vertikal yang memiliki pengertian bahwa setiap
pejabat harus mempertanggung jawabkan berbagai kebijakan dan pelaksanaan
tugas-tugasnya terhadap atasan yang lebih tinggi, dan yang kedua akuntabilitas
horisontal yaitu pertanggungjawaban pemegang jabatan publik pada lembaga yang
setara.
9. Visi Strategis
Visi strategis adalah
pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Tidak
sekedar memiliki agenda strategis untuk masa yang akan datang, seseorang yang
memiliki jabatan publik atau lembaga profesional lainnya, harus memiliki
kemampuan menganalisa persoalan dan tantangan yang akan dihadapi oleh
lembaga yang dipimpinnya.[4]
2.3 Konsepsi Good Governance
Pemerintah atau government dalam bahasa Inggris adalah:
"The auhoritative direction and administration of the affairs of
men/women in a na-loft, state, city, etc." Atau dalam bahasa Indonesia
berarti "Pengarahan dan idministrasi yang berwenang atas kegiatan
orang-orang dalam sebuah neg-ira, negara bagian, kota, dan sebagainya."
Bisa juga berarti "The governing )Ody of nation, state, city,
etc." Atau lembaga atau badan yang menyeleng-[arakan pemerintahan
negara, negara bagian atau kota, dan sebagainya.
Sedangkan
istilah "kepemerintahan" atau dalam bahasa Inggris "governance"
adalah "The act, fact, manner of governing," berarti:
tindakan, fakta, pola, dan kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan."
Dengan demikian 'governance adalah suatu kegiatan (proses), sebagaimana
dikemukakan oleh Kooiman (l993) bahwa govrrnanco lebih merupakan
"...serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan
masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat
dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut.”
Istilah "governance" tidak hanya berarti
kepemerintahan sebagai suatu kegiatan, tetapi juga mengandung arti pengurusan,
pengelolaan, pengarah-an, pembinaan penyelenggaraan serta bisa juga diartikan
pemerintahan. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila terdapat istilah public
governance, private governance, corporate governance, dan banking
governance. Governance sebagai terjemahan dan pemerintahan kemudian
berkembang dan menjadi populer dengan sebutan kepemerintahan atau tata kelola,
se-dangkan praktik terbaiknya disebut kepemerintahan atau tata kelola yang baik
(good governance).
Secara konseptual, pengertian kata baik (good) dalam
istilah kepemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua
pemahaman:
a. Nilai
yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat
meningkatkan kemampuaa rakyat dalam mencapai tujuan (nasional) kemandirian,
pembangunarr berkelanjutan, dan keadilan sosial.
b. Aspek
fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya
untuk mencapai tujuan tersebut.
Selanjutnya, lembaga administrasi negara mengemukakan bahwa good
governance berorientasi pada:
a. Orientasi ideal negara
yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional.
b. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal,
yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan
nasional. Orientasi pertama mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan
bernegara dengan ele men-elemen konstitusinya seperti: legitimacy (apakah
pemerintah d/pi-lih oleh dan mendapat kepercayaan dari rakyatnya), accountability
scur-ing of human right, autonomy, and devolution of power dan assurance of
civian control. Sedangkan orientasi kedua, bergantung pada sejauh mana
struktur serta mekanisme politik dan administrasinya berfungs/ so cara efektif
dan efisien.
Lembaga
Administrasi Negara (2000) menyimpulkan bahwa wujud gooey governance adalah
menyelenggarakan pemerintahan negara
yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan
interaksi yang konstruktif diantara domain domain negara, sektor swasta, dam
masyarakat.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 merumuskan
arti good governance sebagai berikut: Kepemerintahan yang mengemban menerapkan
prinsip-prinsip profesionalitas, akuntaDintas, transparansi, )dayanan prima,
demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hukum, dan lapat diterima oleh
seluruh masyarakat."
Dengan demikian, pada dasarnya pihak-pihak yang berkepentingan
lalam kepemerintahan (governance stakeholders) dapat dikelompokkan
rienjadi tiga kategori, yaitu :
1. Negara/Pemerintahan. Konsepsi
kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh darr
itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan masyarakat madani.
2. Sektor Swasta. Pelaku sektor swasta mencakup
perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi sistem pasar, seperti: industri
pengelolaan perda-gangan, perbankan, dan koperasi, termasuk kegiatan sektor
informal.
3.
Masyarakat Madani. Kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya
berada di antara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan perorangan, yang
mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara
sosial, politik, dan ekonomi.
2.4 Karakteristik
Dasar Good Governance
Ada tiga karakteristik dasar good governance:
1. Diakuinya semangat pluralisme. Artinya,
pluralitas telah menjadi se-buah keniscayaan yang tidak dapat dielakkan
sehingga mau tidak mau, pluralitas telah menjadi suatu kaidah yang abadi.
Dengan kata lain, pluralitas merupakan sesuatu yang kodrati (given) dalam
kehidupan. Pluralisme bertujuan mencerdaskan umat melalui perbedaan
konstruktif dan dinamis, dan merupakan sumber dan motivator terwujudnya
kreativitas yang terancam keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan. Satu hal
yang menjadi catatan penting bagi kita adalah sebuah peradaban yang kosmopolit
akan tercipta apabila manusia memiliki sikap inklusif dan kemampuan (ability)
menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Namun, dengan catatan,
identitas sejati atas parameter-parameter otentik agama tetap terjaga.
2. Tingginya sikap lolcransi, baik terhadap saudara sesama agama
maupun terhadap umat agama lain. Secara sederhana, Toleransi dapat diartikan
sebagai sikap suka mendengar dan menghargai pendapat dan pendirian orang lain.
Senada dengan hal itu, Quraish Shihab menyatakan bahwa agama tidak semata-mata
mempertahankan kelestariannya sebagai sebuah agama, namun juga mengakui
eksistensi agama lain dengan memberinya hak hidup, berdampingan, dan saling
menghormati.
3.
Tegaknya prinsip demokrasi. Demokrasi bukan sekadar kebebasan dan persaingan,
demokrasi juga merupakan suatu pilihan untuk bersama-sama membangun dan
memperjuangkan perikehidupan warga dan ma-syarakat yang semakin sejahtera.
Masyarakat madani mempunyai ciri-ciri
ketakwaan yangtinggi kepada Tuhan, hidup berdasarkan sains dan teknologi,
berpendidikan tinggi, menga-malkan nilai hidup modern dan progresif,
mengamalkan nilai kewarganega-raan, akhlak, dan moral yang baik, mempunyai
pengaruh yang luas dalam proses membuat keputusan, serta menentukan nasib masa
depan yang baik melalui kegiatan sosial, politik, dan lembaga masyarakat.[5]
2.5
Pengerian
Korupsi
Menurut Kartini Kartono korupsi adalah tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang mengambil keuntungan pribadi dengan merugikan kepentingan
umum atau negara.
- Asal usul korupsi di negara berkembang
Sesungguhnya sejarah perkembangan korupsi beserta upaya
pemberatasannya, terutama dalam skala mega, sudah berlangsung sejak tengah
dasawarsa 1950-an. Dimulai ketika terjadi abuse of power oleh menteri ekonomi
kala itu, Iskak Tjokroadisuryo, pada Kabinet Ali Sastroamidjojo I. Korupsi
berupa pemberian lisensi impor dari Politik Benteng dengan tak memberikannya
kepada pengusaha pribumi yang kompeten dan diberikan kepada konco-konconya.
Lisensi-lisensi tersebut akhirnya dijual kepada pengusaha keturunan Cina,
sehingga dikenal istilah ''pengusaha Ali-Baba''.
PM Burhanuddin Harahap yang bekerja sama dengan TNI AD mengambil kebijakan
antikorupsi yang efektif, yakni meluruskan pelaksanaan Politik Benteng. Karena
kabinet ini umurnya pendek, upaya penegakan pemerintahan bersih tenggelam
dengan suasana konflik politik antarpartai dalam Konstituante yang akhirnya
Presiden Soekarno membubarkan Konstituante itu pada 5 juli 1959. Pada saat yang
hampir sama, Soekarno melakukan nasionalisasi perusahaan asing. Karena
ketidaksiapan dalam mengisi pengganti manajemen dari asing ke tangan nasional,
maka dari sini pula sejarah bancakan perusahaan negara (belakangan dikenal
BUMN), banyak dilakukan pihak-pihak partai.
Kedahsyatan korupsi mengalami momentum pada pemerintahan lebih 30 tahun
Orde Baru. Di mulai korupsi skala mega yang dialami Pertamina (1975) dengan
kerugian diperkirakan sekitar 12,5 miliar dolar AS tanpa ada tindakan hukum
kepada pihak-pihak yang terlibat. Kemudian dengan mengalirnya dana utang luar
negeri rata-rata 5 miliar dolar AS per tahun (saat lengser Pak Harto stok utang
sekitar 70 miliar dolar AS), investasi langsung perusahaan asing, eksploitasi
sumber daya alam (terutama migas dan hutan) yang menjadi sumber dana domestik yang
kolosal, maka pertumbuhan dan perkembangbiakan jenis korupsi dari yang
tradisional (upeti, sogok, perkoncoan, premanisme, dll) maupun bentuk baru
(kolusi birokrat-pengusaha, kolusi bankir-pengusaha, mafia peradilan,
penggelapan pajak, komersialisasi jabatan, kick-back dan mark-up proyek-proyek,
rekayasa finansial, monopoli-oligopoli serta monopsoni-oligopsoni komoditas
strategis, dst).
Kesemua itu menjadikan potensi pertumbuhan ekonomi yang bisa mencapai 12
persen menjadi hanya 7 persen per tahun. Perkiraan kebocoran anggaran bisa
mencapai 30 persen hingga lebih dari 50 persen. Pada saat krisis tahun 1977
terjadi capital flight. Simpanan orang Indonesia di luar negeri akibat pelbagai
kebocoran alias korupsi tersebut menurut Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI)
sekitar 85 miliar dolaar AS (atau sekitar Rp 750 triliun). Upaya pembentasan
korupsi kala Orba sejak awal sudah ada. Mulai dengan adanya Komisi 4 dengan
penasihatnya mantan Wapres Bung Hatta. Namun rekomendasinyapun tak digubris.
Kemudian di luar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah tercantum dalam UUD
45, pemerintah Soeharto membentuk Inspektorat Jenderal di tiap lembaga negara
dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai kontrol yang
dikendalikan langsung presiden.
Namun efektivitasnya bukan hanya diragukan bahkan menjadi sumber kobocoran
baru dengan terjadinya pengaturan laporan keuangan dan pelbagai bentuk KKN.
Akhirnya BPK pun menjadi mandul dan malahan menjadi pengganda kebocoran. Wapres
yang fokus kepada pengawasan serta juga ada menko dan menneg PAN yang juga
bertugas untuk pengawasan pun hampir tak pernah terdengar kiprahnya. Barangkali
semua itu karena sifat pemerintahan dan sistem politik otoritarian dan
sentralistik sehingga sistem check and balance dari DPR maupun yudikatif
menjadi lumpuh. Pers pun dibungkam bahkan para aktivis kritis pun banyak
ditangkap.
Reformasi yang dilakukan sejak 1998 hingga sekarang juga baru menyentuh
secara politik. Dan korupsi pun makin mengalami ramifikasi baik vertikal
(menyebar ke daerah) maupun horizontal (bukan hanya di pemerintah dan lembaga
yudikatif tapi juga ke DPR) sehingga popular dengan adanya ''korupsi
berjamaah''. Modus operandinya di samping yang tradisional dan modern tak
pernah hilang bahkan tipikal pascamodern pun bermunculan seperti lenyapnya
keuangan negara ratusan triliun karena gelontoran dana rekap perbankan.
Kemudian pembobolan bank (skala triliunan antara lain BNI, Mandiri), illegal
logging, illegal fishing, penyelundupan komoditas strategis (migas, gula,
beras, dst). Yang lebih baru adalah politik uang dalam sistem politik di pusat
(KPU, pemilihan ketua partai, promosi jabatan di pemerintahan dan BUMN, dst),
di daerah (pilkada oleh DPRD maupun pilkada langsung), dan masih banyak lagi.
Upaya pemberantasan korupsi di masa reformasi ini dimulai momentum dengan
adanya kebebasan pers dan kebebesan politik umumnya.
Dalam pelembagaannya dimulai dengan pembentukan Komisi Pemeriksaan Kekayaan
Pejabat Negara (KPKPN) yang mulai terjadi sedikit gereget dengan terungkapnya
daftar kekayaan berbagai pejabat tinggi yang abnormal. Misalnya terungkapnya
misteri kekayaan Jaksa Agung MA Rahman dan pejabat lainnya meski satu pun dari
temuan itu tak ada tindak lanjut secara hukum. Malahan oleh pemerintahan
Megawati KPKPN ini pun ''dibubarkan'' dan dintegrasikan kepada Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK). Pada pemerintahan Megawati
keberadaan KPTPK ini pun sulit berperan, karena konon sulitnya pemberian izin
bagi pejabat untuk diperiksa.
Baru sejak pemerintahan SBY sedikit terkuak harapan dengan lebih lancarnya
izin tersebut dengan mulai adanya pemeriksaan (misal kasus KPU dan Bank
Mandiri) bahkan juga mulai ada yang divonis (kasus pimpinan DPRD Sumbar dan
pejabat daerah lainnya, kasus Gubernur Abdullah Puteh dan Kharis Walid). Patut
dicatat dengan sedikit ada harapan ini, tak luput dari peran BPK sejak dipimpin
Billy Joedono dan diteruskan oleh Anwar Nasution yang menguak data-data
penyelewengan skala mega di pelbagai lembaga strategis. Namun, kesan masih
memburu kasus sensitif secara politis dalam pemberantasan korupsi ini masih
belum pupus, karena untuk kasus lebih kolosal semisal kasus BLBI yang nilainya
puluhan triliun masih belum tersentuh sama sekali.
Dengan perkembangan tersebut, Indonesia menurut berbagai lembaga pemeringkat
internasional sejak awal tahun 90-an hingga sekarang selalu masuk kategori
negara terkorup. Gejala korupsi ini seperti belum terbersit harapan untuk
pemberantasannya. Hal ini karena korupsi telah kadung menjadi kebudayaan.[6]
Hal-hal yang
menyebabkan terjadinya korupsi antara lain:
1. Kemiskinan
Korupsi dengan
latar belakang kemiskinan berasal dari kebutuhan.
2. Kekuasaan
Kekuasaan
sering membuat orang bertindak sewenang-wenang dan mengambil keuntungan dengan
kekuasaan yang dimilikinya.
3. Budaya
Dari hasil
penelitian Prof. Toshiko Kinoshita, Guru Besar Universitas Waseda Jepang
mengatakan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat dengan sistem keluarga
besar, yaitu masyarakat yang mempunyai nilai bahwa kesuksesan seorang anggota
keluarga harus pula dinikmati oleh seluruh anggota keluarga besar itu.
4. Ketidaktahuan
Ini adalah
alasan yang mengada-ada karena dana yang diberikan sering tidak diketahui
peruntukannya. Karena tidak tahu dan tidak perlu mencari tahu maka ketika ada
masalah dana tersebut dijadikan sebagai korupsi.
5. Rendahnya
kualitas moral masyarakat
6. Lemahnya
kelembagaan politik suatu negara
Kelembagaan
yang pertama adalah sistem hukum dan penerapannya. Jika kasus korupsi tidak
ditangani sungguh-sungguh maka akan mengembangkan nilai dimata publik bahwa
korusi ”aman” dilakukan asal membayar ”harga tertentu”.
8. Menjadi penyakit bersama.
Sebagai sebuah
penyakit maka dengan cepat menular dari kawasan satu kekawasan lain.
- Dampak korupsi
Beberapa hal
yang diakibatkan dari korupsi antara lain menimbulkan:
1. Kegagalan
mencapai tujuan yang ditetapkan pemerintah.
2. Menular kesektor swasta dalam bentuk usaha mengejar laba dengan cepat dan
berlebihan, menyisihkan investor baru dan mengurangi pertumbuhan sektor swasta.
3. Kenaikan harga administrasi karena
pembayar pajak membayar beberapa kalilipat untuk pelayanan yang sama.
4. Mengurangi jumlah dana yang disediakan untuk publik.
5. Merusak moral aparat pemerintah.
6. Menurunkan rasa hormat kepada kekuasaan
yang akhirnya menurunkan legitimasi pemerintah.
7. Pribadi yang hanya memikirkan diri sendiri, tidak mau berkorban untuk
kemakmuran bersama di masa mendatang.
2.6
Hubungan
antara Clean and Good Governance dengan gerakan Anti Korupsi
Clean and good governance
meniscayakan adanya transparansi disegala bidang. Hal ini untuk mengikis budaya
korupsi yang mengakibatkan kebocoran anggaran dalam penggunaan uang negara
untuk kepentingan individu atau golongan bukan untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam menciptakan situasi perang terhadap korupsi Didin S Damanhuri
menyusun grand design:
Pertama, apapun kebijakan antikorupsi yang
diambil, haruslah disadari bahwa kebijakan dan langkah-langkah tersebut
hendaknya ditempatkan sebagai ''totok nadi'' yang strategis, berkelanjutan, dan
paling bertanggung jawab di antara semua langkah total football, estafet dari
semua pihak yang peduli terhadap pemberantasan korupsi, baik dari kaum
agamawan, akademisi, parlemen, LSM, pers, dunia internasional, dan seterusnya
Kedua, menghindari politik belah bambu yang menggunakan KPTPK,
Kejaksaan, dan Polri untuk memburu pihak-pihak yang secara politis harus
dikalahkan dan membiarkan pihak-pihak yang dianggap kawan politik.
Ketiga, keseriusan untuk mencari solusi
terbebasnya TNI dan Polri dari dunia politik dan bisnis secara tuntas.
Keempat, euforia elite politik di pusat dan
daerah dalam menikmati kebebasan politik, kebebasan berpendapat, dan kebebasan
pers yang seharusnya semakin mendewasakan kehidupan berdemokrasi yang
ujung-ujungnya juga mampu membangkitkan kembali kehidupan ekonomi dengan ukuran
rakyat yang semakin sejahtera.[7]
2.7 Hubungan antara
Good and Clean Governance dengan Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik.
Dalam rangka menyelamatkan keuangan negara, banyak upaya pemerintah yang
sudah dilaksanakan diantaranya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004
tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.
Kemudian dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah semakin jelas keseriusan pemerintah dalam
hal pembenahan sistem pengelolaan keuangan negara, mengutip pendapat pakar
bahwa selama ini yang diterapkan nampaknya masih lemah dan cenderung membuka
peluang yang sangat besar bagi terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan
anggaran.
Penerapan PP Nomor 60 Tahun 2008 bukan hanya tanggungjawab BPKP tetapi
seluruh instansi pemerintah guna mewujudkan Good Governance untuk menuju Clean
Government. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) PP 60
tahun 2008 jelas bahwa BPKP mempunyai tugas yang cukup berat.
Tentu bukan
soal yang mudah dalam mempersiapkan personil yang dapat melaksanakan tugas
tersebut, perlu adanya kesepahaman dalam mencermati secara komprehensif apa
yang tertuang dalam PP tersebut.[8]
Dengan tiga pilar pelayanan public menjadi titik setrategis untuk memulai
pengembangan dan penerapan Clean and good governance di Indonesia. Tiga pilar
tersebut yakni:
- Pelayanan publik selama ini menjadi tempat dimana negara yang diwakili pemerintah berinteraksi dengan lembaga non pemerintah.
- Pelayanan publik tempat dimana berbagai aspek Clean and good governance dapat diartikulasikan lebih mudah.
- Pelayanan publik melibatkan semua unsur yaitu pemerintah, masyarakat dan mekanisme pasar.
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Ø Pemerintah
atau ''Government" dalam bahasa Inggris diartikan sebagai "The
authoritative direction and administration of the affairs of men/women in a
nation, state, city, etc" (pengarahan dan administrasi yang berwenang
atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, kota, dan
sebagainya). Ditinjau dari sisi semantik, kebahasaan governance berarti
tata kepemerintahan dan good governance bermakna tata kepemerintahan
yang baik.
Ø Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan
aspek fundamental dalam good governance yang harus diperhatikan yaitu :
·
Partisipasi
(participation)
·
Penegakan Hukum
(rule of law)
·
Transparansi
(transparency)
·
Responsif
(responsive)
·
Konsesus
(consesus)
·
Kesetaraan
(equity)
·
Efektivitas dan
efisiensi
·
Akuntabilitas
(accountability)
·
Visi Strategis
Ø
Pemerintah atau government dalam
bahasa Inggris adalah: "The auhoritative direction and administration
of the affairs of men/women in a na-loft, state, city, etc." Atau
dalam bahasa Indonesia berarti "Pengarahan dan idministrasi yang berwenang
atas kegiatan orang-orang dalam sebuah neg-ira, negara bagian, kota, dan
sebagainya." Bisa juga berarti "The governing )Ody of nation,
state, city, etc." Atau lembaga atau badan yang menyeleng-[arakan
pemerintahan negara, negara bagian atau kota, dan sebagainya
Ø Ada
tiga karakteristik dasar good governance:
·
Diakuinya semangat pluralisme.
·
Tingginya sikap Toleransi,
·
Tegaknya prinsip demokrasi.
Ø
Menurut Kartini Kartono korupsi adalah tingkah laku
individu yang menggunakan wewenang mengambil keuntungan pribadi dengan
merugikan kepentingan umum atau negara.
[1]
Srijanti,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa.( Jakarta : Graha
Ilmu, 2009 )
[2]
A.
Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani, (Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2007) Cet. IV, hlm.
215
[3]
Ibid. Srijanti,dkk.
[5]
Ibid Srijanti,dkk.
[6]
Didin
S Damanhuri, Kompleksitas Korupsi , (Bogor :Pengamat Ekonomi Politik dan
Guru Besar Ekonomi IPB, sumber opini agung prabowo AGP )
[7]
Ibid Srijanti,dkk.
[8]
Situs Web BPKP, Perwakilan
BPKP Provinsi Jawa Barat, Bandung
Komentar
Posting Komentar